Jangan Mengeluh, Nanti Menyesal

Wednesday, December 12, 2018
Aku berusaha mengendalikan diri untuk tidak pernah menyesal atas keputusan yang sudah ku ambil karena apapun yang terjadi dalam hidupku selalu ada campur tangan Tuhan yang sudah sedemikian rupa mengatur kehidupanku.
Hidup itu sawang sinawang. Entah siapa orang pertama yang memopulerkan istilah itu, tapi disadari atau tidak, diakui atau tidak, kita pasti pernah merasakannya. Sama-sama punya rumput di halaman, tapi selalu memandang rumput tetangga jauh lebih hijau. Terlalu fokus melihat dan memperhatikan kehidupan orang lain sampai kadang lupa mengurus kehidupan diri sendiri.

Begitu pula denganku. Ketika belum menikah, jodoh bahkan belum terlihat sama sekali, didukung lingkungan yang kebanyakan sudah berkeluarga, rasanya aku begitu terpojok, ingin sekali segera menikah. Apalagi kalau lihat teman, adik kelas, dan mereka yang umurnya lebih muda, sudah menyebar undangan, naik ke pelaminan, dan bahkan sudah menggendong anak. Kondisi tersebut membuatku meruncingkan doa menjadi satu kalimat utama, "aku ingin menikah".

Doa sudah dikabulkan. Aku sudah terbebas dari pertanyaan "kapan nikah?", "mana undangannya?", "calonnya orang mana?", dan segala macam pertanyaan senada. Enak dong, tentu. Tapi kehidupan setelah menikah itu tak seenak itu, gaes. Kenapa? Karena 'hidup sawang sinawang' tadi.

Baca : Kapan Nikah?

Setelah menikah, ada semacam suara hati yang lirih terdengar, "Enak ya, dia belum menikah, masih bisa mengejar semua mimpi-mimpinya." Contoh saja waktu pendaftaran CPNS kemarin, sempat terbesit di benakku 'Kalau saja aku belum menikah, aku pasti bisa pilih formasi dan lokasi mana saja yang punya peluang besar untuk diterima.' Tapi kembali ke statement awal, aku tak akan menyesali keputusan yang sudah ku ambil.


Itu sawang sinawang dengan orang yang belum menikah. Dengan orang yang sudah menikah, justru akan ada banyak sekali. Lihat kehidupan Si A, Si B, hingga Si Z membuatku merasa kok kehidupan after married ku begini aja. Apalagi banyak ekspektasi yang tak sesuai dengan harapan dan kenyataan. Kalau sudah seperti itu, yang ada aku pasti uring-uringan, mudah marah, berderai air mata, mengeluh tiada henti, sampai di titik aku bisa berkata 'yaudahlah, mau gimana lagi.'

Gimana bisa berada di titik itu? Dengan banyak bersyukur. Aku punya ini, ini, dan ini. Kenapa masih saja merasa kurang? Kehidupanmu sudah diatur seperti ini, kenapa memimpikan kehidupan seperti milik orang lain? Dengan bersyukur, aku menjadi lebih kalem dan juga kuat menghadapi kenyataan yang ada di depan mata.

Nah, itu dia hal yang ku sesali. Sudah tahu nyawang kehidupan orang lain bisa membuat diri kita menjadi tidak puas, kenapa masih saja membandingkan diri dengan orang lain? Sudah tahu kuncinya dengan banyak bersyukur, kenapa harus terus ngomel dan mengeluh?

Susah bersyukur? Gampang! Kamu sehat hari ini? Keluargamu baik-baik saja? Maka syukurilah nikmat sehat yang Allah berikan kepada kita.

Pada akhirnya, tulisan ini hanyalah pengingat untuk diri ini untuk terus bersyukur, berhenti mengeluh, dan tak perlu menyesali apa yang terjadi. Cukup sesali perbuatan-perbuatan gak penting yang masih saja dilakukan!

# Day 23

No comments:

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.