Cita-cita dan Impianku Kini
“Anak-anak, apa cita-cita kalian?”
Sebuah pertanyaan sederhana yang sering kali dilontarkan
seorang guru pada murid didiknya. Pertanyaan ini sederhana, sesederhana jawaban
para anak didiknya.
“Saya ingin jadi dokter, Bu Guru.”
“Saya ingin jadi pilot.”
“Saya ingin menjadi seorang guru.”
Dokter. Pilot. Guru. Presiden. Kata sederhana yang biasa
dijadikan jawaban oleh anak-anak ketika ditanya apa yang menjadi cita-cita atau
impian saat ia dewasa kelak.
Apakah pertanyaan semacam itu hanya basa-basi belaka? Penghangat
suasana saat di ruang kelas? Pengisi jam kosong saat guru utama berhalangan
datang mengajar?
Tidak. tentu saja tidak. Pertanyaan tentang cita-cita atau
impian adalah pengantar kesuksesan di kehidupan nyata. Seseorang yang punya cita-cita
akan tahu apa yang dilakukannya. Kegiatan yang dikerjakan pun terarah karena
mereka punya tujuan.
Seorang anak kecil seumuran anak SD mungkin tak mengerti
benar apa itu cita-cita. Namun, ia tahu dan ia sadar, ketika ia bercita-cita
menjadi dokter, maka saat dewasa dia akan mengenakan baju berwarna putih,
bekerja di rumah sakit, dan menolong banyak orang yang menderita suatu
penyakit. Orang dewasa, dalam hal ini orang tua dan guru, akan lebih mudah
mengarahkannya, bahwasanya untuk menjadi seorang dokter itu harus rajin belajar,
rajin membaca, tidak boleh nakal, dan sebagainya. Ketika anak sudah mulai
malas-malasan, maka orang tua cukup mengingatkan, “Adek, katanya mau jadi dokter?
Ayo dong, semangat belajarnya.” Itulah sebabnya mengapa pertanyaan “apa
cita-citamu?” menjadi penting untuk diucapkan.
Lantas, apa cita-citaku?
Aku selalu menulis ‘GURU’ sebagai cita-citaku. Mungkin
karena kedua orang tuaku berprofesi sebagai guru sehingga mereka begitu
menginspirasiku. Namun, seiring berjalannya waktu, sebagai anak-anak yang
normal, aku yang semakin hari semakin tumbuh, semakin berkembang pula ilmu dan
pengetahuanku, maka cita-cita pun akan berkembang menjadi sesuatu yang lebih
aku sukai.
Pernah suatu ketika aku menonton televisi yang menayangkan
suatu konser/pagelaran musik. Ada artis yang bernyanyi dengan diiringi para
penari latar. Aku pun bermimpi ‘sepertinya menyenangkan menjadi dia’. Yah, dia.
Bukan artis yang sedang bernyanyi, aku justru membayangkan diri ini menjadi
penari latar. Sepertinya menyenangkan. Seru ^^
Impian tersebut memang hanya sebatas impian karena sampai
saat ini pun aku tak bisa menari. Memasuki masa putih biru alias SMP, aku
menemukan dunia yang lebih luas. Teman-teman yang lebih yang banyak. Lapangan yang
luas. Guru per mata pelajaran dan banyak hal lainnya.
Seorang teman mengajakku untuk ikut ekstrakurikuler basket.
Dengan senang hati pun aku mengikutinya. Aku pun bermimpi untuk bisa jago
basket dan bertanding dengan tim basket dari sekolah lain. Sayangnya, sebelum mahir
benar bermain basket, aku keluar dari ekstra kurikuler tersebut. Kenapa? Pertama, teman yang mengajakku tak lagi bersemangat
ikut basket dan jarang ikut latihan. Alasan kedua, jadwal latihan basket
berubah-ubah sesuai dengan jadwal pelatihnya. Aku yang tak punya telepon genggam pun
merasa kesusahan untuk mendapat informasi latihan. Rumahku pun jauh dari
teman-teman yang tergabung dalam tim basket dan karena keseringan absen latihan,
aku pun malu untuk kembali bergabung.
Setelah lulus SMP, aku melanjutkan ke salah satu SMA favorit
yang ada di kotaku. Aku adalah satu-satunya siswa dari SMP ku yang lanjut ke SMA
tersebut. Meski harus sendirian, aku senang bersekolah disana. Pilihan yang
berani bagi siswi SMP pinggiran seperti aku. Namun, dengan harapan SMA favorit
mampu mengantarku ke bangku kuliah yang bagus, maka ku jalani hari-hariku penuh
semangat.
Guru BK (Bimbingan Konseling) selalu memberi motivasi, “Sebisa
mungkin nilai raport kalian dari kelas X sampai kelas XII grafiknya harus naik,
karena nantinya banyak perguruan tinggi yang membuka beasiswa bagi siswa siswi
yang nilai raportnya bagus.”
Aku pun tambah semangat belajar. Tapi, apa sih yang jadi
impianku? Kemana aku akan kuliah setelah lulus SMA?
Jika kebanyakan anak SMA memilih STAN sebagai tempat kuliah
yang pas, maka aku lebih tertarik untuk mendaftar di STIS. Namun, karena tes
masuk kedinasan paling akhir jika dibandingkan tes masuk perguruan lain, maka
mau tak mau aku harus punya pilihan lain.
Seorang teman memberikan informasi agar aku masuk ke Fakultas
Kedokteran di salah satu universitas negeri di Jawa Tengah. Mengingat nilai
raportku yang bisa dikatakan ‘di atas rata-rata’, maka ia begitu yakin bahwa
aku pasti bisa lulus. Soal biaya, ia meyakinkan bahwa ada beasiswa disana.
Sayangnya aku tak tertarik di dunia kesehatan. Aku
terlalu perasa. Aku sedih ketika melihat orang lain sedih terutama saat
kebagian jatah sakit. Tawaran dari temanku pun aku tolak halus.
Aku pun memutuskan untuk memilih Teknik Kimia dan Sastra
Jepang UGM saat SNMPTN. Namun, sebelum itu terwujud, aku menguji
keberuntunganku dengan mendaftarkan diri Beasiswa Politeknik Manufaktur Astra.
Beasiswa ini membebaskan aku dari biaya kuliah dan mendapatkan uang saku
perbulan. Meski tak sesuai dengan impian awalku, namun aku senang karena jika aku dapat beasiswa ini, aku bisa meringankan beban orang tua.
Ternyata aku memang ditakdirkan disini, di Polman Astra
tercinta, bersama MI 2010 Family. Ya, aku
mengambil prodi Manajemen Informatika dan saat ini tengah menyusun Tugas Akhir.
Dan impianku kini, seperti yang selalu ku ucapkan dimana-mana,
yakni lulus kuliah, langsung kerja, kemudian melanjutkan kuliah SI. Semoga
impian sederhana ini bisa terwujud. Aamiin.
"Tulisan ini diikutsertakan dalam Giveaway Tuppy, Buku, dan Bipang di www.argalitha.blogspot.com"
note:
jumlah kata: 799 kata
impian sederhana ya?
ReplyDeletekata siapa?
tidak ada yang sederhana, semuanya butuh usaha :)
semangaat ^^
sederhana = tidak neko2
ReplyDeletehehe..
iyaa.. ayo semangat berusaha untuk mewujudkan impian kita.. jangan lupa berdoa ;) *ting
impian saya juga sederhana kok ^^ senengin Mama sebelum saya nikah :p
ReplyDeletehihi, sudah terdaftar yaaa. makasih
teruslah bercita2 karena itu kekuatan. sy juga dulu emang punya cita2 jadi guru, tapi sy awali karir menjadi guru dari organisasi kaderisasi, yg kegiatannya gak jauh beda ama guru. walhasil, ternyata doa dan ikhtiar itu terkabul. sekarang sy bercita2 punya acer P3 dan bisa dapet beasiswa kuliah monbukagokoshu ke jepang. emang berat seh syaratnya, tapi kalo diikhtiarkan dari sekarang kan gak mustahil terwujud. salam super
ReplyDelete@Arga Litha: sipp (y)
ReplyDelete@rusydi hikmawan: semoga cita-citanya terwujud :) wah, saya mau tuh beasiswa ke Jepang :D
Hmm cita-cita untuk saat ini sama kaya saya, cepat kerja dan bisa kuliah lagi :D
ReplyDelete@titis: Aamiin... semoga impian kita terwujud yaa ^^
ReplyDeletekesuksesan nampaknya sdh ada didepan mata..
ReplyDeletesukses utk GA-nya !
aamiin... aamiin...
ReplyDeleteterima kasih ^^
Semoga impiannya tercapai ya mbak...:) salam knal....
ReplyDelete