My Truly Friend

Wednesday, June 26, 2013
Adininggar Khintana 'orIenka'
sebuah nama yang ku temukan di fanpage Politeknik Manufaktur Astra. Mengetahui dia adalah salah satu penerima beasiswa Polman Astra 2010 prodi Manajemen Informatika, langsung saja ku Add Friend akun facebooknya. Toh, nantinya dia juga akan jadi temanku di dunia nyata. 

Permintaan pertemanan ku di dunia maya tak segera di-respond olehnya. Harus menunggu beberapa hari hingga akhirnya sebuah pesan muncul di notifikasi facebook.
"Hai, aku Intan dari Pati. Kamu prodi MI juga ya? Salam kenal. Boleh minta nomer hape kamu?"
081915459085. Langsung ku berikan nomerku saat itu. Berharap kami bisa akrab sebelum kami bertemu di Polman Astra.

Awalnya, aku sempat salah menebak nama panggilannya. Ku kira ia dipanggil Khintan, namun ternyata 'Intan' lah nama panggilannya. Intan sendiri mungkin tak menyangka bahwa aku yang bernama Mia zTerz RedDish di facebook ternyata juga penerima beasiswa Polman Astra 2010. Dari daftar calon mahasiswa Polman Astra, pasti ia kesulitan menemukan nama asliku.

Pertama kali melihatnya dengan embel-embel 'orIenka', aku sempat ragu tuk berteman dengannya. Pasti dia akan dibayang-bayangi teman-teman genk-nya dan sulit untuk akrab dengan orang baru. Demikian pikirku. Namun, setelah beberapa saat SMSan dengannya, rasanya ia seorang yang baik.

Meski baru kenal lewat facebook, rasanya aku telah mengenalnya lama. Padahal saat itu aku di Purworejo, dia di Pati, dan kami belum pernah saling bertemu.
"Bapakku guru, ibukku juga guru."
"Wah, sama."
"Aku ke Jakarta tanggal 29 Agustus."
"Wah, beda. Aku tanggal 30 Agustus."
Intan lebih dulu di Jakarta. Dia tinggal di sebuah kontrakan di daerah Papanggo bersama teman yang berasal dari sekolah yang sama dengannya. Sementara aku, tiba di Jakarta sehari kemudian dan tinggal di rumah Budheku di Cilincing.

1 September 2010, awal dari segalanya. Kami, anak-anak Beasiswa (PMDK) diharuskan masuk untuk berkumpul pertama kalinya. Baru beberapa langkah ku lewati pintu gerbang, ku lihat dua orang gadis mengenakan rok hitam dan berbaju putih.
"Mia ya?"
"Intan?"
Demikianlah pertemuan kami. Dan ini sedikit note kecil yang ku tulis saat malam menjelang hari itu.


01/09/2010

The first time go college. Uhm, actually not the first time because at August, 30th  I went there with my mother. But today was really happy. I met some friends whom I know through Facebook. I met Intan and Vita. They were from Pati. First time I saw them, I didn’t realize that she was her, Intan. I thougt Intan as fat as me like her photo in her facebook account. But after know her, she was high and thin. She was friendly. Vita either. As our promise before we met, we speak with Javanese language. It was too hard enough to understand Pati dialeg, rather different with my dialeg.


Hari-hari selanjutnya aku selalu bersama Intan. Entah apa yang mengakrabkan kami, namun bagi aku yang jauh-jauh melancong ke Jakarta, ia termasuk dalam kategori ‘orang yang bisa dipercaya’.  Bahkan, malam sebelum PPK hari pertama, aku dengan sendirinya mengiyakan ajakan Intan untuk menginap di kontrakannya. Beberapa kali telpon datang dari Budhe dan sepupuku. Mereka bingung dan khawatir. Aku yang masih tergolong baru tinggal di Jakarta kok sebegitu mudahnya mau diajak nginep orang yang belum lama dikenal. Sekuat tenaga aku meyakinkan Budhe dan sepupuku bahwa aku baik-baik saja.

Malam itu benar-benar malam yang panjang. Demi melengkapi kebutuhan PPK, aku dan Intan serta Vita rela begadangan. Lagu dari Justin Bieber berjudul Never Let You Go pun menemani hingga fajar menjelang. Membuat kami hanya tidur beberapa jam saja. 

Masa perkuliahan dimulai. Aku masih belum terlalu akrab dengan teman-teman PMDK, apalagi teman-teman dari reguler. Mereka terasa asing bagiku. Saat itu aku hanya diam. Kondisi badanku juga sempat turun karena outbond selama tiga hari yang menguras tenaga. Aku lebih banyak bicara pada Intan, mengajaknya ke kamar mandi, sholat, makan siang, dan sebagainya.

Penempatan tempat duduk ternyata memisahkanku dengan Intan. Meski demikian, sesekali aku mengunjungi tempat duduknya dan sesekali ia mengunjungi tempat dudukku, dan di luar itu, aku selalu bersamanya.

Ketika aku sudah mulai beradaptasi di Jakarta, aku memutuskan untuk ngekos. Dan Intan lah yang menemaniku mencari kos-kosan. Kami bertemu di depan masjid Astra, saat itu pula, datanglah Ova, motor Intan. Akhirnya kami keliling Sungai Bambu bersama Ova dan menemukan kosan yang tepat untukku. Sementara Intan, masih bertahan di Papanggo karena sewa kontrakannya masih belum habis. 

Di tahun pertama, aku teramat sering menghabiskan waktu berdua dengan Intan. Masuk ke organisasi yang sama, jalan kemana-mana bersama. Terkadang jika orang lain melihatku berjalan sendirian, maka orang-orang bertanya, “Intan mana?”. Begitu pula sebaliknya, jika Intan berjalan sendirian, maka orang-orang bertanya, “Mia mana?”
sering nggak jelas berdua
Saat akhir pekan, Intan sering berkunjung ke kosanku. Beberapa kali pun aku mengunjungi kontrakannya. Tak ada hal khusus yang dilakukan, hanya ngobrol biasa dan tak lupa berfose ria di layar Acep tersayang. Terkadang, foto berdua yang bagus dijadikan foto profil facebook. ‘Kembaran.’

Menikmati foto profil ‘kembaran’, akhirnya kami keterusan untuk mengubah foto profil yang sama atau setidaknya senada dan seirama. Mungkin, itulah yang membuat orang-orang berpikiran bahwa aku dan Intan akan selalu bersama. 

Saat IPK semester 1 dibagikan, siapa yang menyangka bahwa IPK-ku dan IPK Intan akan sama. 3,67. Bukan angka yang buruk. Hingga akhirnya, aku pun ditakdirkan untuk satu kosan (bahkan sekamar) dengan Intan, setelah kontrakannya habis masa sewa.

Siapa pula yang menyangka bahwa aku dan Intan ditempatkan magang di tempat yang sama, yaitu Politeknik Manufaktur Astra. Sempat berpikir bahwa kami tak akan satu kelompok meski magang ditempat yang sama, nyatanya nasib menjodohkan kita untuk satu kelompok magang ~Satu kelompok TA.

Apakah hubungan kami aman-aman saja tanpa ada masalah? Tidak. Tentu saja tidak. Pastilah setiap hubungan diwarnai dengan percekcokan, marah, kesal, dan sebal. Begitu pula dengan persahabatan kami. Terkadang saat suasana hati sedang tidak mendukung, maka acara ‘diem-diem-an’ akan berlangsung untuk beberapa jam ke depan. Meski akhirnya Intan lah yang selalu mengawali untuk berbaikan.

Apakah yang membuat kami bisa terlihat akur? Apakah tidak ada perbedaan yang biasanya menghancurkan setiap hubungan? Perbedaan. Ada tiga hal mendasar yang membedakan antara aku dan Intan.

1. Intan tinggi, aku pendek



2. Intan (sedikit) mancung, aku pesek

3. Intan kurus, aku gendut

Terkadang orang sering membanding-bandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Mungkin hal tersebut juga berlaku untuk kami. Orang memandang Intan seperti ini, aku seperti ini dan ini lebih itu dari ini, atau itu lebih ini dari itu. Entah siapa berpihak pada siapa, aku selalu sadar diri. Aku seperti ini dan Intan seperti itu. Aku yang plegmatis lebih suka mendengarkan cerita dan Intan yang sanguinis lebih senang bercerita. Apapun pandangan orang terhadap kami, menurutku semuanya sudah dalam porsi yang pas.

Akan tetapi, aku selalu merasa belum bisa jadi teman yang baik bagi Intan. Intan terlalu baik untuk menjadi seorang teman untukku. Aku selalu merepotkannya. Aku hanya bisa meminta tanpa bisa memberi. Itulah yang ku rasa. Namun demikian, aku selalu berusah tuk jadi sahabat baginya. Aku memang tak bisa sempurna, namun aku kan terus berusaha menjadi teman terbaik untuknya hingga ia bisa merasa bangga memiliki sahabat sepertiku.

terimalah aku apa adanya ^^
Dan demi mengenang indahnya persahabatan ini, maka sebuah hadiah kecil ku persembahkan untuknya. Selamat menikmati ^^

No comments:

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.