Cinta Pertama-ku
Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu kelima.
***
Cinta pertama… tik tok tik tok…
Beberapa menit kemudian,
Cinta pertama… garuk-garuk kepala…
Rasanya susah sekali membuat tulisan bertemakan ‘Cinta
Pertama’.
***
Cinta Pertama. Berbicara mengenai cinta pertama, apa yang
muncul pertama kali dalam benak kita? Cinta pada lawan jenis kah? Atau cinta
pada ‘sesuatu’ yang lain?
Kita tidak bisa hidup tanpa cinta, semua pasti setuju. Bukan hanya cinta kepada mahluk, kepada lawan jenis tapi juga cinta pada alam semesta, pada benda ciptaan manusia dan tentu saja pada sang Maha Pencipta. (angingmammiri.org)
Ya. Ya. Ya. Itulah cinta. Namun, cinta pertama? #masih
garuk-garuk kepala. Yosh, ikatkan tali ke kepala, ambil pensil dan kertas.
Siapkan modem, colok ke laptop, lempar pensil dan kertas. Mari menulis tentang Cinta Pertama.^^
Cinta pertama. Aku akan bercerita tentang cinta pertamaku
pada bahasa asing. Bahasa asing yang pertama kali ku pelajari adalah bahasa
Inggris. Mengingat betapa pentingnya bahasa Inggris, aku mengambil kursus
bahasa Inggris selama dua tahun lebih. Sayangnya, aku masih belum benar-benar
cinta pada bahasa asing yang satu ini.
Selanjutnya, di kelas X, aku mendapat mata pelajaran bahasa
Perancis. Menyenangkan sekali mengenal bahasa dari Negara yang terkenal dengan
Menara Eiffel-nya ini.
Comment allez-vous?
Je m’appelle Zaitun Hakimiah.
J’habite à Purworejo.
Je suis lycéenne
Demikianlah Bu Wid, guru bahasa Perancisku, mengajariku
memperkenalkan diri dengan bahasa Perancis. Belajar bahasa Perancis sedikit
susah karena tulisan dengan pengucapan berbeda. Belum lagi, kata benda yang
pengucapannya berdasarkan jenis kelaminnya. Eehh? Maksudnya apa?
Yaps. Dalam bahasa Perancis dikenal genderisasi kata benda.
Hal ini berarti bahasa seluruh kata benda yang ada dikategorikan pada dua
kelompok besar yaitu kata benda laki-laki (Nom Masculin) dan kata benda perempuan (Nom Féminin).
Hmmm.. mungkin kalau mau belajar lebih lanjut, langsung saja
hubungi Kakek Google, dia lebih pintar dibanding aku yang hanya belajar selama
6 bulan.
Sebelum aku benar-benar jatuh cinta pada bahasa Perancis,
ternyata aku menemukan cinta pertamaku pada bahasa asing selanjutnya.
Naik ke kelas XI. Aku masuk IPA dan aku harus mengucapkan
salam perpisahan dengan bahasa Perancis. Mengapa? Karena ketentuan sekolahku,
bahasa asing yang diajarkan untuk jurusan IPS adalah bahasa Perancis, sementara itu untuk
jurusan IPA adalah bahasa Jepang.
Waow. Pertama kali Sensei masuk ke ruang kelas untuk mengajar
bahasa Jepang, rasanya aku sudah tak sabar. Cinta pertamaku pada bahasa asing
rupanya jatuh pada bahasa Jepang. Sensei, demikian guru bahasa Jepangku
menyebut dirinya sendiri, mengajari banyak hal selama empat semester. Dan yang
pertama kali diajarkan Sensei adalah perkenalan diri.
Hajimemashite.
Watashi wa Mia desu.
Indonesia kara kimashita.
Purworejo ni sundeimasu.
Douzo yoroshiku onegaeshimasu.
Selanjutnya Sensei mengajari huruf-huruf dalam bahasa
Jepang. Ada hiragana, katakana, dan kanji. Aku yang dari awal sudah jatuh cinta
membuatku mudah dalam menghapal setiap huruf-huruf itu. Tanpa disuruh pun aku mengerjakan tiap soal
yang ada pada modul yang diberikan Sensei hingga terkadang aku ‘nganggur’ saat
mata pelajaran bahasa Jepang.
Melihat antusias ku yang begitu tinggi dalam mempelajari
bahasa Jepang, Sensei menunjukku dan beberapa teman yang lain untuk belajar
bahasa Jepang selama seminggu full untuk menyambut kedatangan tamu dari Jepang.
Selama seminggu, aku dan teman-teman, sepulang sekolah,
belajar bahasa Jepang bersama Sensei dan juga Bejo Sensei. Bejo sensei sudah
pernah ke Jepang dan dalam hal ini, dia mengajari kami (aku dan teman-teman)
bahasa Jepang. Bejo sensei menceritakan pengalamannya selama di Jepang demi
menyemangati kami. Satu kata yang selalu diucapkan Bejo sensei untuk menggambarkan Negara Jepang; "Sugoi"
Waktu seminggu memang tidaklah cukup untuk membuat kami
lancar berbahasa Jepang. Namun, setidaknya kami bisa berucap satu dua kalimat
yang bisa kami lontarkan ke tamu dari Jepang.
paling kiri: Sensei, paling kanan: Bejo sensei, kedua mbaknya yang ditengah aku lupa namanya :3 yang jelas, disamping Bejo sensei itu salah satu tamu dari Jepang |
Kosakata bahasa Jepangku bertambah setelah aku belajar dari
Sensei dan Bejo sensei. Dan pada hari kesekian, kami disuruh membuat pidato
singkat untuk menyambut tamu dari Jepang.
Pidato terbaik berkesempatan membacakan pidatonya pada hari H penyambutan. Sungguh
tak disangka, ternyata akulah yang terpilih sebagai salah satu siswa yang
mendapatkan kesempatan untuk berpidato di acara pembukaan.
Itu pengalamanku dengan cinta pertamaku pada bahasa asing,
bahasa Jepang. Selepas aku lulus dari SMA, aku cukup lama tak mempelajarinya
lagi. Hingga sedikit demi sedikit mengelupas begitu saja. Beruntungnya ketika
temanku memperkenalkanku pada dunia anime. Kini, disitulah aku belajar bahasa
Jepang, mendengar percakapan mereka sehari-hari dalam cerita mereka yang
dikemas apik. Siapa bilang anime hanya untuk anak kecil. Anime (berbahasa
Jepang) bisa dijadikan sarana untuk belajar bahasa Jepang. Yuk, belajar bahasa
Jepang. Takkan ku biarkan cinta pertamaku pupus begitu saja. ^^
No comments:
Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^