#CeritaMelahirkan | Part 3 : Susah Buang Air Kecil (BAK) Pasca Melahirkan

Sunday, March 24, 2019
Di ruang perawatan kondisiku membaik. Aku merasakan lapar dan meminta suami membelikan roti dan juga teh hangat.

Malam itu suami yang menemaniku. Ibu mertua pulang. Ibuku baru bisa datang besok pagi. Sebelum tidur aku kebelet BAK. Aku meminta suami menemani karena infusku masih terpasang dan juga kondisi tubuh yang belum stabil. Begitu sampai kamar mandi, duh kok susah banget buat pipis. Berbagai posisi yang nyaman sudah ku coba, tapi gagal. Hanya beberapa tetes yang keluar, itu pun bersamaan dengan darah nifas yang masih sangat banyak. Menyerah, aku pun kembali ke kasur.

Tengah malam, hasrat untuk BAK kembali datang. Aku membangunkan suami untuk menemani. Dan lagi-lagi, susaaaahh sekali mengeluarkan urine dalam tubuh ini, padahal sudah di ujung sekali dan ginjal rasanya sangat penuh. Aku kembali menyerah. Rasanya ingin panggil perawat, tapi ku tahan.

Aku menunggu infus ku habis agar ada alasan memanggil perawat. Selama menunggu itu, aku tak bisa tidur. Hasrat berkemih masih sangat terasa dan begitu menyiksa. Aku teringat saudaraku yang ginjalnya bengkak, tak bisa maksimal mengeluarkan urine. Duh parno!

Begitu infus habis, aku segera memencet tombol yang terhubung ke perawat. Dari speaker yang ada, aku ditanya ada keluhan apa. Tak lama seorang perawat datang ke ruangan. Infusku dilepas, aku sudah tak perlu diinfus lagi. Di kesempatan itu aku tanyakan keluhanku yang susah BAK. Perawat tak langsung menjawab, dia akan konsultasi terlebih dahulu. Menunggu beberapa saat, perawat kembali ke ruanganku memberi informasi kalau susah BAK yang ku rasakan memang efek dari persalinan normal. Jadi, 'dinikmati' dulu aja. OK, baiklah 😐

Aku googling terkait kondisiku. Beberapa artikel menyarankan agar banyak jalan dan banyak minum. Ku coba saran itu. Dengan infus yang sudah terlepas, aku bebas jalan mondar mandir dalam ruangan. Setelah dirasa cukup, aku kembali ke kamar mandi, sendirian. Ku coba berbagai posisi lagi; berdiri, kuda-kuda, jongkok, duduk, belum berhasil. Mau memijat perut, takut salah pencet jadi perdarahan. Jongkok lama-lama takut jahitan lepas. Serba salah pokoknya dan rasanya sungguh tidak nyaman.

Aku kembali ingat artikel yang ku baca tadi, yang mana posisi yang dianjurkan adalah duduk. Aku duduk di kloset, kali ini badan ku condongkan ke depan. Wajah hampir menyentuh lutut. Ternyata posisi ini berhasil menekan ginjalku. Urine berhasil keluar meski belum tuntas namun cukup melegakan. Syukur alhamdulillah, dengan begini aku bisa melanjutkan tidurku.

Aku bangun ketika perawat datang untuk mengukur tekanan darah, sekaligus menginformasikan kalau aku bisa menemui bayiku kapan pun aku siap. Ada baiknya kalau aku mandi lebih dulu pakai air hangat agar badan jadi segar.

Aku pun meminta suami beli air hangat di kantin, niatnya buat mandi. Eh nggak tahunya kamar mandi nya bisa disetting panas dingin, haha. Mandilah aku dengan suka cita. Kapan lagi bisa mandi air hangat pakai shower. Wkwk, norak. Setelah mandi, aku menunggu sarapanku datang. Sengaja aku ingin mengenyangkan perutku lebih dulu agar nanti saat ketemu si bayi aku bisa lancar meng-ASI-i.

Badan bersih perut kenyang, aku menuju Ruang Perinatologi, tempat bayiku dirawat.

No comments:

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.