Tumbang
24 Agustus 2017, Kamis pagi, tubuhku lemas tak ingin beranjak dari tempat tidur. Mungkin semalam tak bisa tidur nyenyak karena suara nyamuk yang berdengung kencang dan mengganggu tidurku, mungkin juga karena aku memang sedang sakit, tidak enak badan.
Ku paksakan untuk bangun karena memang sudah waktunya sholat shubuh. Beruntungnya hari itu tak sedang repot di dapur sehingga aku bisa santai-santai.
Waktu sarapan tiba, kok aku tak selera makan. Mulutku terasa asam, perutku sedikit mual, dan badanku masih lemas. Berhubung aku orangnya sok kuat, yang kalau sakit tak pernah dirasakan (padahal ya terasa), aku memutuskan untuk tetap berangkat kerja. 'Pelan-pelan saja' batinku.
Syukur alhamdulillah aku bisa sampai kantor dengan selamat. Tapi kondisiku masih sama, lemas. Tak biasanya aku seperti ini. Sakit paling banter cuma batuk - pilek yang diawali dengan kepala pening. Ini beda. Apa aku kena gejala tifus? Apa demam berdarah?
Aku mencoba bersikap biasa saja agar orang-orang tidak mengkhawatirkanku. Bahkan saat kedua temanku mengajak ke Farmasi Rawat Jalan untuk mengumpulkan data, aku pun ikut. Meski lemas, aku masih bisa beraktivitas. Hingga siang hari, pada akhirnya aku tumbang.
Pukul 13.00 WIB Mbak Desi dan Mbak Diah ijin pulang duluan, persiapan menonton karnaval. Aku diajak pulang juga, tapi aku menolaknya. Padahal saat itu, tubuhku mulai tak karuan. Aku mulai merasa kedinginan. Lagi-lagi aku mencoba sok kuat dengan bersikap biasa saja.
Pukul 13.30 WIB, akhirnya aku pulang. Rencananya hari itu aku mau masuk kursus menjahit. Kalaupun ternyata diliburkan karena mereka mengikuti karnaval, aku tentunya akan menonton karnaval lebih dulu, tidak langsung pulang ke rumah. Tapi karena kondisi tubuhku sudah seperti itu, aku memutuskan untuk pulang. Di jalan pulang, aku mampir beli bakso. Kuah bakso yang panas, dalam bayanganku, terasa nikmat.
Sesampainya di rumah, ku makan bakso yang ku beli, tapi tak senikmat seperti yang ku bayangkan. Bakso tak kuhabiskan, aku beranjak tidur, berselimut. Badanku menggigil, kepalaku pusing, perutku mual. Aku langsung tertidur.
Sore hari ibuku baru pulang kerja, langsung menanyakan keadaanku. "Cuma kecapekan aja to?" harapnya dengan muka sedih.
Habis ashar ibuku menawari apakah ingin berobat ke dokter atau tidak. Tumben-tumbenan aku bersedia ke dokter, padahal biasanya sakit berhari-hari pun aku tak pernah mau berobat. Aku cuma takut kena demam berdarah karena malam itu banyak nyamuk yang mengerubutiku.
Alhamdulillah, tidak ada penyakit serius. Aku hanya diberi parasetamol, betahistine mesilate, domperidone untuk mual.
Malam hari, usai sholat magrib, aku sudah kembali mapan ke kasur, berselimut, dan berjaket. Aku makan dan minum obat. Hingga ibuku menghampiriku, nyet - nyet (memijat) punggungku. Kok rasanya enak. Akhirnya aku minta ibuku untuk memijatiku dan minta kerok.
Aku yang tak pernah tersentuh oleh apapun dan siapapun menjadi sangat sensitif ketika dipijat dan dikerok. Baru dipijat sebentar, aku sudah minta untuk pindah area pijatan. Kerokan belum merah, aku sudah minta berhenti. Meski demikian, hasilnya luar biasa lho. Aku bisa berkeringat dan melepaskan jaketku. Tidurku juga jadi nyenyak.
Tadinya aku sudah berniat, jika aku masih pusing dan lemas, besok aku akan ijin tidak masuk kerja. Tapi siapa sangka, bangun tidur, tubuhku sudah enteng, sudah kembali sehat.
Hwaa~ ternyata aku cuma masuk angin saja toh, besok-besok nggak mau latah langsung ke dokter deh, minta kerok ke ibuk dulu :D
No comments:
Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^