Menghadapi Tantrum Anak
Idul Adha tahun 2020 jatuh di hari Jumat. Itu artinya hari Sabtu menjadi tanggal kejepit bagiku yang kerja selama 6 hari tiap minggunya. Nah, kali ini aku mengambil cuti di tanggal kejepit tersebut. Jadilah 3 hari penuh aku bersama anakku.
Apa yang terjadi?
Anakku jadi nempel senempel-nempelnya sama aku. Pokoknya aku tak boleh jauh-jauh darinya. Kalau aku nggak kelihatan, pasti dicari. Mungkin karena posisi lagi di rumah orang tuaku, yang mana pasti asing bagi Si Anak karena kesana paling sebulan sekali, itupun tidak lama.
Rasanya capek sekali. Ya gimana, selama mata terbuka, aku mengawasinya. Giliran dia tidur, aku makan dan sedikit beberes. Susah ngapa-ngapain. Istirahat paling pas menyusui saat Si Kecil mau tidur. Untungnya jadwal tidur siangnya teratur, tapi tetap saja capek, jam tujuh malam udah ngantuk banget. Salut lah pokoknya untuk para stay at home mom dan para working mom yang WFH di masa pandemi sekarang ini.
Sabtu malam(01/08), pukul 21.00 WIB biasanya Si Anak udah tidur. Tapi ini tumben, udah disusui sampai puas tapi kok belum merem. Kondisi lampu kamar sudah mati, Si Kecil sebenernya juga udah ngantuk, tapi malah "Hape. Hape. Hape."
Karena energiku udah habis, udah pengen bobok, nggak ku kasih lah. Bocahnya juga udah ngantuk, paling bentar lagi tidur. Eh dia nangis merengek. Ku pikir nggak akan lama, kayak biasanya. Aku sama suami sepakat untuk tidak kalah.
Eh tapi makin lama kok makin kenceng nangisnya. Ngamuk. Gimana nih? Kurang lebih 5 menit dia menangis. Ku nyalakan lampu, ku coba peluk. Dia berontak, masih meraung-raung. Aku udah hampir ikut menangis lihat dia menangis. Tapi aku tetap nggak mau kalah ngasih dia HP. Yaudahlah nangis aja. Tapi aslinya aku nggak tega, apalagi lihat dia sesenggukan. Ya Allah T.T
Durasi total menangis sekitar 10-15 menit. Berakhir dengan nenen tapi masih sesenggukan. KASIHAAAANNNN! Tak lama kemudian dia tidur.
***
Sebelumnya, anakku belum pernah seperti ini. Biasanya dia nangis lama tapi nggak sampai sesenggukan seperti malam itu. Kayaknya sepele ya, tinggal kasih HP aja, masalah selesai. Tapi kan bukan itu poin utamanya.
Menuju usia 2 tahun usia anak, perkembangan emosi akan semakin terlihat. Ada istilah yang namanya "tantrum".
Tantrum adalah ledakan emosi, biasanya dikaitkan dengan anak-anak atau orang-orang dalam kesulitan emosional, yang biasanya ditandai dengan sikap keras kepala, menangis, menjerit, berteriak, menjerit-jerit, pembangkangan, mengomel marah, resistensi terhadap upaya untuk menenangkan dan, dalam beberapa kasus, kekerasan. (Sumber : Wikipedia)
Tantrum adalah ledakan emosi, biasanya dikaitkan dengan anak-anak atau orang-orang dalam kesulitan emosional, yang biasanya ditandai dengan sikap keras kepala, menangis, menjerit, berteriak, menjerit-jerit, pembangkangan, mengomel marah, resistensi terhadap upaya untuk menenangkan dan, dalam beberapa kasus, kekerasan. (Sumber : Wikipedia)
Kalau dari kecil, anak tidak diajarkan bagaimana mengelola emosinya, tantrum ini akan terbawa sampai dia dewasa. Pasti pernah dengar kan cerita tentang anak yang nggak mau sekolah kalau nggak dibeliin motor? Marah-marah nggak jelas hanya karena tidak dibelikan HP? Nggak mau kan punya anak seperti itu. Itulah pentingnya sejak kecil kita mengenalkan berbagai emosi dan cara mengatasinya.
Emotions are what makes us human
***
Aku nggak tahu sih apa yang aku lakukan sudah benar atau belum? Apalagi menjelang waktu tidur yang katanya bisa terbawa ke alam bawah sadar anak. Nggak tahu juga sih, tapi pas bangun tidur siang, Si Anak nangis kenceng sambil teriak "Hape!"
Duh! Susah banget ya jadi orang tua. Penuh trial and error. Alih-alih ingin ngajarin emosi, takutnya malah jadi trauma. Hmm.
Baiklah, perbanyak belajar lagi, lagi, dan lagi!
No comments:
Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^