Dia dan Aku yang Berbeda

Monday, July 31, 2017
Sudah lama aku tak mengisi label D.I.A, tempat dimana aku ngomongin orang-orang yang memberikan kesan dalam kehidupanku. Kali ini aku ingin bercerita tentang dia, seorang wanita seumuranku meski usianya belum genap seperempat abad. 

Sebagai wanita Indonesia pada umumnya, umur 25 tahun menjadi warning untuk segera menikah. Begitu pula yang ku rasakan, namun tidak bagi dia. Dia dengan mantap berkata,"1 atau 2 tahun lagi." Bahkan ketika ditanya 'kapan punya bayi?' dia menjawab,"yaa paling 3 tahun lagi lah"

Sebenarnya tidak  ada yang aneh dari pernyataan dia. Apalagi dia pernah mengatakan bahwa dia tidak ingin menikahi orang yang tidak dia kenal. Maka jika dia baru menemukan orang itu sekarang, maka dia butuh waktu 1 atau 2 tahun untuk mengenalnya, dan baru akan punya bayi 3 tahun kemudian.


Aku tak bisa seperti dia. Ini entah akunya yang ngebet atau gimana, aku ingin segera (tanpa ada ukuran berapa tahun kedepan) menikah dan punya anak, meskipun agaknya itu seperti impian kosong karena sampai sekarang belum ada kemajuan apa-apa. 

Kenapa bisa ya dia dan aku berbeda, padahal usia kami tidak terpaut jauh, masih di tahun kelahiran yang sama?

Ku rasa hal tersebut sangat sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat kami berada. Setahuku, dia berada di tengah-tengah keluarga yang tidak sedang membesarkan anak kecil. Dia anak tunggal dan sepupu-sepupu dia seumuran dengan dia. Sementara aku, saat ngekos dulu, tinggal bersama ibu kos yang merawat cucunya. Aku tinggal disana dari menantunya belum hamil, kemudian hamil, melahirkan, dan hingga anak tersebut berusia 2,5 tahun sekarang. 

"Ii-yaa... tan-tee Ii-yaa..." sepulang kerja, pintu kamarku digedor-gedor oleh cucu ibu kos dan melihat senyumnya yang polos, rasa capek kerja seketika hilang. 

Kira-kira, apakah dia pernah merasakan hal itu?

Setelah berpisah dari ibu kos dan kembali ke rumah, meski tidak ada anak kecil setiap harinya, tapi suka gemes sendiri lihat kakakku yang suka posting foto anaknya yang hampir berusia 2 tahun. Apalagi kalau lagi main ke rumah, duh pengen ku peluk terus anaknya.

Itu di lingkungan keluarga. Di lingkungan kerja, dia memiliki rekan-rekan kerja yang seumuran, masih asyik diajak jalan-jalan, dan berpetualang bersama-sama. Saat lagi ngumpul, mana kepikiran ngomongin pernikahan, anak, dan sebagainya. Yang ada haha-hihi, bahas gosip artis, dan segala hal yang menyenangkan.

Sementara aku, hampir semua teman kerjaku sudah berkeluarga. Dari yang dulunya belum punya anak, sekarang anaknya sudah dua. Dari yang dulunya belum nikah, sekarang sudah menimang anak. Dan obrolan kami pun tak jauh-jauh seputar keluarga, anak, dan sebagainya. Sekalinya bahas jalan-jalan, tak lama kemudian akan segera menguap karena kepikiran anak dan istri.

Pun sama ditempat kerjaku yang baru. Ada tiga embak-embak, yang satu sekarang sedang hamil anak pertama. Satunya lagi sedang program anak kedua. Satu yang terakhir sedang happy ngurus anak keduanya yang baru berusia 14 bulan. Obrolan emak-emak dengan obrolan orang yang belum berkeluarga, tentulah berbeda.

Pada akhirnya, lingkungan yang membuat kami berbeda. Tapi apapun yang kita inginkan, kita hanya bisa berencana. Alloh-lah yang membuat keputusan. Kita hanya bisa berdoa, semoga Alloh memberikan yang terbaik untuk kita :)

No comments:

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.