Andai Aku Menjadi Ketua KPK
Korupsi itu seperti jamur di
musim penghujan. Banyak, dimana-mana, susah untuk dimusnahkan hingga tak
bersisa satu pun. Bukan hal yang mudah untuk membasmi hingga ke akar-akarnya.
Begitu pula dengan korupsi. Terlalu banyak kasus korupsi di negeri ini membuat
aparatur negara tak kuasa tuk mengatasinya. Apalagi puluhan hingga ratusan
koruptor mulai dari kelas teri hingga kelas kakap membuat masyarakat gerah, mempertanyakan hukum di Indonesia,
dimanakah para pemberantas korupsi?
KPK atau Komisi Pemberantas
Korupsi merupakan badan yang dibentuk Negara untuk menyelidiki adanya sindikat
yang mengarah ke kasus korupsi. Adanya badan negara seperti KPK merupakan wujud
nyata dari usaha pemberantasan korupsi di Indonesia.
Organisasi yang bagus tak akan berjalan lancar
tanpa adanya seorang pemimpin yang tegas. Demikian pula dengan KPK. KPK
membutuhkan pemimpin yang cakap, tak hanya menyelesaikan kasus korupsi yang
ada, namun membuat jera para koruptor dan menjadikan Negara ini terbebas dari
kasus yang memangkas uang rakyat itu.
Andai aku menjadi ketua KPK. Andai
aku menjadi orang nomor satu di komisi pemberantas korupsi itu, aku pasti punya
banyak wewenang, otoritas, dan cara tersendiri, bagaimana aku menyelesaikan
masalah itu.
Hal pertama yang aku lakukan
yaitu membangun hubungan baik. Dengan siapa? Untuk apa? Tentu saja aku akan
membangun hubungan yang baik dengan bawahanku, menjadi pemimpin yang bisa jadi
panutan, bermitra baik dengan mereka. Hal ini penting agar ke depannya tidak
ada pengkhianat, musuh dalam selimut. Selain itu, kerjasama yang baik tidak
hanya berlaku di internal di KPK, namun juga eksternal, menjalin hubungan baik
dengan aparatur negara yang lain. Jangan sampai pertengkaran antara KPK dengan
aparatur negara menjadi lebih penting dibandingkan memberantas kasus korupsi
itu sendiri. Kalau mereka terbukti ikut/tergabung dalam sindikat itu, maka tak
tak perlu menunggu waktu lama lagi untuk segera memasukkannya ke dalam Corruptor List. Tak perlu ragu dalam
membela kebenaran. Aku takkan takut dan gentar. Ini demi negaraku, aku cinta
tanah airku. Aku ingin seperti Superman. Apakah ia ragu membela kebenaran?
Apakah ia gentar menghadapi musuh-musuhnya? Tidak. Ia bahkan tidak takut saat
orang-orang menghinanya, memperolok-oloknya karena tampilannya yang tak wajar.
Tapi, apa yang dipikirkannya? Penampilan bukanlah segalanya, namun aksi-lah
yang dibutuhkan. Demikian pula aku, seorang gadis kecil dari desa, yang tak
akan takut berjuang untuk negaranya, memberantas korupsi hingga ke
akar-akarnya. Namun, aku tak bisa berjalan sendiri. Aku butuh bala tentara yang
banyak, itulah mengapa menjalin hubungan
baik ini begitu penting. Semakin banyak orang yang berpihak pada kita,
semakin kuat kita menghadapi segala sesuatunya.
Itu hal pertama yang akan aku
lakukan. Tak ada hubungannya dengan kasus korupsi yang saat ini tengah terjadi
di Indonesia bagian mana. Selanjutnya, jika aku menjadi ketua KPK, apa yang
akan aku lakukan sebagai upaya untuk membuat para koruptor menjadi enggan melakukan tindakan kotor itu?
Kasus korupsi menjamur. Mengapa?
Karena lemahnya hukum di Indonesia. Hukuman untuk para pelaku korupsi sudah
diatur dalam undang-undang Negara. Penjara. Denda. Apakah para koruptor itu
takut dengan hukuman seperti itu. Para koruptor itu justru bersedia menyediakan
uang lebih agar mereka tinggal lebih singkat di dalam bui. Mereka juga tak ragu
untuk menambahkan sedikit supaya bui
mereka diperbagus, dipercantik bak kamar pribadi. Sungguh terlalu, mereka
merendahkan hukum di Indonesia. Sungguh terlalu, hukum di Indonesia mudah untuk
direndahkan.
Lantas, apa yang akan aku
lakukan? Aku sebagai ketua KPK.
Aku tak akan mengubah
hukuman-hukuman itu. Penjara. Denda. Aku hanya akan menambah sedikit hukuman itu, menambah sesuatu yang lebih mengesankan
dibandingkan penjara dan denda. Penjara dan denda ratusan juta rupiah tidak
akan membuat jera. Mereka yang belum ‘masuk’ dalam kasus ini, tak akan ragu
untuk terjun ke dalam kasus serupa jika hukumannya hanya berupa penjara. Malu? Tidak.
Mencuri uang rakyat saja tidak malu, apalagi untuk tidur di dalam penjara.
Hukuman mati? Tidak. Itu terlalu
ringan. Setelah rakyat menderita bertahun-tahun karena uangnya digunakan untuk bermewah-mewahan
oleh para koruptor itu, maka dalam waktu sekejap mereka hilang di dunia ini,
beberapa detik setelah peluru itu bersarang di jantung mereka. Terlalu
sederhana. Mereka membutuhkan sesuatu
yang lebih mengesankan.
Aku setuju jika ada yang
memberikan usulan “Kebun Koruptor”. Layaknya binatang yang berada di dalam
kandang di kebun binatang, para koruptor dimasukkan ke dalam penjara dimana
mereka dapat dikunjungi oleh siapa saja. Tak perlu mahal-mahal memasuki Kebun
Koruptor itu. Gratis, agar semua masyarakat dari berbagai kalangan bisa bertemu
langsung dengan mereka. Pengemis, pengamen, pemulung, siapapun bisa berhadapan
langsung dengan para pencuri uang mereka. Mereka bisa curhat, cerita,
mengeluarkan unek-unek mereka kepada para koruptor tersebut. Rakyat jauh lebih
puas dibandingkan melihat mereka di balik jeruji besi yang hanya bisa dilihat
di balik layar televisi atau di koran-koran. Namun, para koruptor itu tetap
mendapat perlindungan hukum. Jangan sampai rakyat menjadi brutal dan melakukan
tindakan yang melanggar hukum karena saking
gemasnya melihat para pemakai uang mereka.
Aku juga setuju jika ada yang
memberikan usulan “KTPK” atau Kartu Tanda Pengenal Koruptor. Tujuan utamanya
bukan agar mereka dikenal sebagai koruptor oleh masyarakat. Namun, lebih kepada
pengawasan. Mereka yang memiliki KTPK tidak layak menjabat di pemerintahan.
Mereka yang memperlambat pembangunan, tak boleh (lagi) memperoleh tempat dalam
jabatan di pemerintahan Negara Indonesia. Apabila pemilik KTPK ingin mencari
pekerjaan, maka orang yang memperkerjakannya akan berpikir dua kali apakah
orang ini layak mendapatkan pekerjaan tersebut. Demikian pula, saat melakukan
transaksi-transaksi lain yang membutuhkan tanda pengenal. Biarkan rakyat yang
menghukum mereka. Biarkan rakyat memilih cara yang tepat untuk memberikan
pelajaran bagi mereka.
Akan tetapi, sebelum para
koruptor itu dibiarkan berkeliaran dalam masyarakat, memiliki KTPK sebagai
tanda pengenalnya, alangkah baiknya jika para koruptor tersebut dibimbing, diarahkan
menuju jalan kebenaran. Mungkin salah satunya melalui pesantren. Seberapa lama
para koruptor itu berada di pesantren? Mungkin sampai mereka bisa menghapalkan seluruh
ayat dalam Al-Quran. Hukuman ini tentu saja berlaku untuk semua koruptor, menyesuaikan
agama masing-masing. Salah satunya menjadi ‘pelayan’ di rumah ibadah mereka.
Buat mereka lebih dekat dengan Tuhannya dengan harapan, inilah awal sebuah
perubahan. Berubah menjadi yang lebih baik tentunya.
Andai aku menjadi ketua KPK. Aku akan
menjalankan tugas dan amanah ini dengan sepenuh hati. Aku tidak ingin menangkap para
koruptor karena aku berharap tidak ada lagi koruptor di negeri ini. Namun,
jika itu merupakan salah satu langkah yang harus aku lakukan untuk
memberantas korupsi di negeriku, maka aku tidak hanya akan menangkap
mereka. Aku akan memberikan ‘pelajaran’ bagi para koruptor itu agar mereka jera. Tidak hanya itu. Aku juga
akan memberikan ‘pengarahan’ bagi mereka yang tidak atau belum tersangkut dalam
kasus ini, tidak menyusul mereka, para pencuri uang rakyat. Aku akan mencari cara membuat mereka "kapok" dan merasa "tidak penting" untuk terlibat (lagi) dalam kasus yang sama. Oleh
karena itu, aku butuh dukungan dari semua pihak, terutama rakyat
Indonesia, dan lembaga-lembaga negara lainnya untuk bersatu dalam
mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi. ^^
http://lombablogkpk.tempo.co/index/tanggal/525/Zaitun%20Hakimiah%20NS.html
http://lombablogkpk.tempo.co/index/tanggal/525/Zaitun%20Hakimiah%20NS.html
No comments:
Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^