Andai Aku Menjadi Ketua KPK

Friday, November 09, 2012

Korupsi itu seperti jamur di musim penghujan. Banyak, dimana-mana, susah untuk dimusnahkan hingga tak bersisa satu pun. Bukan hal yang mudah untuk membasmi hingga ke akar-akarnya. Begitu pula dengan korupsi. Terlalu banyak kasus korupsi di negeri ini membuat aparatur negara tak kuasa tuk mengatasinya. Apalagi puluhan hingga ratusan koruptor mulai dari kelas teri hingga kelas kakap membuat masyarakat gerah, mempertanyakan hukum di Indonesia, dimanakah para pemberantas korupsi?
KPK atau Komisi Pemberantas Korupsi merupakan badan yang dibentuk Negara untuk menyelidiki adanya sindikat yang mengarah ke kasus korupsi. Adanya badan negara seperti KPK merupakan wujud nyata dari usaha pemberantasan korupsi di Indonesia.
Organisasi yang bagus tak akan berjalan lancar tanpa adanya seorang pemimpin yang tegas. Demikian pula dengan KPK. KPK membutuhkan pemimpin yang cakap, tak hanya menyelesaikan kasus korupsi yang ada, namun membuat jera para koruptor dan menjadikan Negara ini terbebas dari kasus yang memangkas uang rakyat itu.
Andai aku menjadi ketua KPK. Andai aku menjadi orang nomor satu di komisi pemberantas korupsi itu, aku pasti punya banyak wewenang, otoritas, dan cara tersendiri, bagaimana aku menyelesaikan masalah itu.
Hal pertama yang aku lakukan yaitu membangun hubungan baik. Dengan siapa? Untuk apa? Tentu saja aku akan membangun hubungan yang baik dengan bawahanku, menjadi pemimpin yang bisa jadi panutan, bermitra baik dengan mereka. Hal ini penting agar ke depannya tidak ada pengkhianat, musuh dalam selimut. Selain itu, kerjasama yang baik tidak hanya berlaku di internal di KPK, namun juga eksternal, menjalin hubungan baik dengan aparatur negara yang lain. Jangan sampai pertengkaran antara KPK dengan aparatur negara menjadi lebih penting dibandingkan memberantas kasus korupsi itu sendiri. Kalau mereka terbukti ikut/tergabung dalam sindikat itu, maka tak tak perlu menunggu waktu lama lagi untuk segera memasukkannya ke dalam Corruptor List. Tak perlu ragu dalam membela kebenaran. Aku takkan takut dan gentar. Ini demi negaraku, aku cinta tanah airku. Aku ingin seperti Superman. Apakah ia ragu membela kebenaran? Apakah ia gentar menghadapi musuh-musuhnya? Tidak. Ia bahkan tidak takut saat orang-orang menghinanya, memperolok-oloknya karena tampilannya yang tak wajar. Tapi, apa yang dipikirkannya? Penampilan bukanlah segalanya, namun aksi-lah yang dibutuhkan. Demikian pula aku, seorang gadis kecil dari desa, yang tak akan takut berjuang untuk negaranya, memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya. Namun, aku tak bisa berjalan sendiri. Aku butuh bala tentara yang banyak, itulah mengapa menjalin hubungan baik ini begitu penting. Semakin banyak orang yang berpihak pada kita, semakin kuat kita menghadapi segala sesuatunya.

Itu hal pertama yang akan aku lakukan. Tak ada hubungannya dengan kasus korupsi yang saat ini tengah terjadi di Indonesia bagian mana. Selanjutnya, jika aku menjadi ketua KPK, apa yang akan aku lakukan sebagai upaya untuk membuat para koruptor menjadi enggan melakukan tindakan kotor itu?
Kasus korupsi menjamur. Mengapa? Karena lemahnya hukum di Indonesia. Hukuman untuk para pelaku korupsi sudah diatur dalam undang-undang Negara. Penjara. Denda. Apakah para koruptor itu takut dengan hukuman seperti itu. Para koruptor itu justru bersedia menyediakan uang lebih agar mereka tinggal lebih singkat di dalam bui. Mereka juga tak ragu untuk menambahkan sedikit supaya bui mereka diperbagus, dipercantik bak kamar pribadi. Sungguh terlalu, mereka merendahkan hukum di Indonesia. Sungguh terlalu, hukum di Indonesia mudah untuk direndahkan.
Lantas, apa yang akan aku lakukan? Aku sebagai ketua KPK.
Aku tak akan mengubah hukuman-hukuman itu. Penjara. Denda. Aku hanya akan menambah sedikit hukuman itu, menambah sesuatu yang lebih mengesankan dibandingkan penjara dan denda. Penjara dan denda ratusan juta rupiah tidak akan membuat jera. Mereka yang belum ‘masuk’ dalam kasus ini, tak akan ragu untuk terjun ke dalam kasus serupa jika hukumannya hanya berupa penjara. Malu? Tidak. Mencuri uang rakyat saja tidak malu, apalagi untuk tidur di dalam penjara.
Hukuman mati? Tidak. Itu terlalu ringan. Setelah rakyat menderita bertahun-tahun karena uangnya digunakan untuk bermewah-mewahan oleh para koruptor itu, maka dalam waktu sekejap mereka hilang di dunia ini, beberapa detik setelah peluru itu bersarang di jantung mereka. Terlalu sederhana. Mereka membutuhkan sesuatu yang lebih mengesankan.
Aku setuju jika ada yang memberikan usulan “Kebun Koruptor”. Layaknya binatang yang berada di dalam kandang di kebun binatang, para koruptor dimasukkan ke dalam penjara dimana mereka dapat dikunjungi oleh siapa saja. Tak perlu mahal-mahal memasuki Kebun Koruptor itu. Gratis, agar semua masyarakat dari berbagai kalangan bisa bertemu langsung dengan mereka. Pengemis, pengamen, pemulung, siapapun bisa berhadapan langsung dengan para pencuri uang mereka. Mereka bisa curhat, cerita, mengeluarkan unek-unek mereka kepada para koruptor tersebut. Rakyat jauh lebih puas dibandingkan melihat mereka di balik jeruji besi yang hanya bisa dilihat di balik layar televisi atau di koran-koran. Namun, para koruptor itu tetap mendapat perlindungan hukum. Jangan sampai rakyat menjadi brutal dan melakukan tindakan yang melanggar hukum karena saking gemasnya melihat para pemakai uang mereka.
Aku juga setuju jika ada yang memberikan usulan “KTPK” atau Kartu Tanda Pengenal Koruptor. Tujuan utamanya bukan agar mereka dikenal sebagai koruptor oleh masyarakat. Namun, lebih kepada pengawasan. Mereka yang memiliki KTPK tidak layak menjabat di pemerintahan. Mereka yang memperlambat pembangunan, tak boleh (lagi) memperoleh tempat dalam jabatan di pemerintahan Negara Indonesia. Apabila pemilik KTPK ingin mencari pekerjaan, maka orang yang memperkerjakannya akan berpikir dua kali apakah orang ini layak mendapatkan pekerjaan tersebut. Demikian pula, saat melakukan transaksi-transaksi lain yang membutuhkan tanda pengenal. Biarkan rakyat yang menghukum mereka. Biarkan rakyat memilih cara yang tepat untuk memberikan pelajaran bagi mereka.
Akan tetapi, sebelum para koruptor itu dibiarkan berkeliaran dalam masyarakat, memiliki KTPK sebagai tanda pengenalnya, alangkah baiknya jika para koruptor tersebut dibimbing, diarahkan menuju jalan kebenaran. Mungkin salah satunya melalui pesantren. Seberapa lama para koruptor itu berada di pesantren? Mungkin sampai mereka bisa menghapalkan seluruh ayat dalam Al-Quran. Hukuman ini tentu saja berlaku untuk semua koruptor, menyesuaikan agama masing-masing. Salah satunya menjadi ‘pelayan’ di rumah ibadah mereka. Buat mereka lebih dekat dengan Tuhannya dengan harapan, inilah awal sebuah perubahan. Berubah menjadi yang lebih baik tentunya.
Andai aku menjadi ketua KPK. Aku akan menjalankan tugas dan amanah ini dengan sepenuh hati. Aku tidak ingin menangkap para koruptor karena aku berharap tidak ada lagi koruptor di negeri ini. Namun, jika itu merupakan salah satu langkah yang harus aku lakukan untuk memberantas korupsi di negeriku, maka aku tidak hanya akan menangkap mereka. Aku akan memberikan ‘pelajaran’ bagi para koruptor itu agar mereka jera. Tidak hanya itu. Aku juga akan memberikan ‘pengarahan’ bagi mereka yang tidak atau belum tersangkut dalam kasus ini, tidak menyusul mereka, para pencuri uang rakyat. Aku akan mencari cara membuat mereka "kapok" dan merasa "tidak penting" untuk terlibat (lagi) dalam kasus yang sama. Oleh karena itu, aku butuh dukungan dari semua pihak, terutama rakyat Indonesia, dan lembaga-lembaga negara lainnya untuk bersatu dalam mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi. ^^

http://lombablogkpk.tempo.co/index/tanggal/525/Zaitun%20Hakimiah%20NS.html

No comments:

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.