Hari Kedua Puasa
Alhamdulillah, kemarin aku berhasil puasa penuh di hari pertama. Begitu juga di hari kedua ini.
Hari ini aku merasa lebih kuat. Aku menyusui tanpa bantuan asi perah. Akan tetapi, entah kenapa Si Bayi sedikit lebih rewel dari hari kemarin. Dia seperti kesulitan untuk buang air besar. Berulang kali mengejan, tapi hanya sedikit sekali yang keluar, dan itu membuatnya menangis.
Melihat kondisi bayi yang tak seperti biasa, Utinya langsung khawatir dan berkata "Mungkin karena puasa, asinya jadi dingin. Biasanya makan langsung jadi asi. Ini puasa, perut kosong."
Asi dingin? Ditaruh kulkas kali ah jadi dingin. Masak iya asi yang masih dalam tubuh ibu bisa dingin.
"Kasihan cucuku, minumnya asi basi."
Sayup-sayup ku dengar dari dalam kamar. Seketika hancur hatiku. Aku tak masalah dikatai seperti itu kalau misal bayi minum asi perah, lalu dia menolak sambil menangis. Mungkin memang basi karena salah penyimpanan atau penyajiannya. Lha ini asi masih mengalir dalam tubuh, dibilang basi. Huhuhu.
Saking khawatirnya Uti, begitu masuk waktu berbuka, aku langsung disuruh makan besar. Tapi aku tak menurut, karena makan takjil sudah cukup mengisi perutku. Makan besar nanti saja setelah sholat maghrib.
***
Aku tahu Islam memberi kemudahan bagi wanita menyusui untuk tidak berpuasa Ramadhan, bisa dengan mengqadha ataupun membayar fidyah. Tetapi, aku merasa kuat untuk berpuasa dan bayiku, aku merasa kondisinya masih wajar, belum mengkhawatirkan. Dia pernah di kondisi ini waktu umurnya 3 - 4 minggu. Saat itu dia jauh lebih rewel dari hari ini. Awalnya ku pikir dia kembung karena kena angin dan tidak sendawa setelah menyusu. Setelah menghindari kipas angin dan sering sendawa, ternyata masih kembung juga, susah BAB. Ibuku pun kepikiran, mungkin ada yang salah dengan apa yang ku makan. Sejak saat itu aku perbanyak makan sayuran hijau dan ternyata ada pengaruhnya pada bayi.
Nah, untuk kondisi sekarang, mungkin aku juga kurang makan sayur. Secara sahur ketemu sahur kemarin menunya hanya telur. (Apa anakku alergi telur?) Jadi yang perlu diperbaiki adalah menunya, bukan puasanya.
Ah, tapi yang namanya nenek/kakek, tak bisa melihat cucunya sedih/sakit/menangis. Pasti langsung ambil tindakan agar cucunya senang dan bahagia. Ini baru soal menyusui saat puasa, belum perkara pola asuh anak yang mana biasanya orang tua lebih tega dalam mendidik anak. Semoga Allah permudah segala urusan.
***
Update!
Pukul 19.45 WIB bayiku bangun. Ku susui, ajak bercanda, akhirnya tidur lagi jam 21.00 WIB. Aku ikut tidur.
Pukul 22.00 WIB, aku terbangun. Niat hati ingin pumping, tapi belum sempat beranjak dari kasur, si bayi ikut terbangun. Kali ini dia terlihat kesakitan saat mengejan ingin kentut dan BAB. Berulang kali dia mencoba, gagal, berakhir dengan tangisan. Wajahnya memerah.
Berbagai cara ku coba agar bayiku tenang. Aku tak ingin tangisannya membangunkan neneknya dan nanti ujungnya aku yang disalahkan. Ku pijit, gendong, tengkurapkan, susui, gendong lagi, susui lagi, semua itu hanya mempan beberapa saat. Dia mulai terlelap, tapi kemudian merasa sakit lagi dan menangis.
Aku mulai ikut menangis, tak tega melihatnya, dan mulai berpikir "Apa besok aku tak usah puasa?" Tentunya bukan karena aku membenarkan bahwa asiku basi. TIDAK ADA ASI BASI SELAMA MASIH DI PAYUDARA IBU. Tapi mungkin aku kurang bisa memenuhi nutrisi dalam asi hanya dengan makan saat malam hari. Lagipula mengapa aku begitu ambisius berpuasa padahal bayi baru berusia 1,5 bulan. Mengapa tak ambil rukhsah untuk tidak berpuasa? Tak perlulah menjadi sok kuat, tapi mengorbankan kesehatan si bayi.
Akan tetapi, masih timbul pertanyaan dalam diriku, apa iya bayiku kembung karena aku berpuasa? Bukankah kualitas asi tetap terjaga meski berpuasa?
Pukul 00.30 WIB akhirnya bayiku tertidur. Aku pun ikut tidur dan tak jadi pumping. Rasanya percuma memompa dengan suasana hati seperti ini.
Jadi, besok puasa nggak ya?
No comments:
Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^