Tangisan Pertama Setelah Menikah
Setiap kali menghadiri atau melihat akad nikah yang sedang berlangsung, ada rasa haru yang ku rasakan. Betapa hanya dengan satu kalimat ijab kabul, seluruh tanggung jawab wanita berpindah dari orang tua ke suami, orang asing yang dikenal tak lebih lama dari orang tua yang membesarkan anaknya.
Gimana coba perasaan orang tua?
Pokoknya, saat akad nikah, aku ingin ibuku duduk di sebelahku. Itu impianku jika aku menikah. Aku akan menggenggam erat tangan ibuku selama prosesi akad berlangsung. Aku akan mengucapkan banyak terima kasih dan meminta maaf sedalam-dalamnya pada ibu. Mungkin air mata akan tumpah ruah disana. Tapi sayangnya impian itu tidak terwujud karena keterbatasan tempat untuk pelaksanaan akad.
Baca : Aku Menikah
selesai akad |
Ketika ijab kabul selesai dan orang disekitar meneriakkan kata "SAH", ternyata mata ini tak otomatis langsung menangis. Ya gimana mau nangis kalau Si Ibu justru menggoda kami yang duduk penuh ketegangan.
Usai foto setelah akad, kami diarahkan ke pelaminan untuk foto lagi sebelum nantinya berganti baju. Sebelum berjalan kesana, aku menuju ke ibuku, cium tangan, cium pipi kanan kiri. Hwaaaaa kok sedih yaa. Air mata ini hampir jatuh, apalagi melihat raut wajah ibu yang juga sedih seperti akan menangis. Tetapi, mata kami saling bertemu dan berkata "Semua baik-baik saja!" Aku lanjut menyalami bapak ibu mertua dan berjalan ke pelaminan tanpa membiarkan air mataku jatuh.
***
11 Juli 2018
Kami mengadakan acara "temu besan" di tempat suami. Aku yang setelah menikah masih tinggal di rumah orang tua, harus di-boyong ke rumah mertua dengan diantar oleh sanak saudara dan tetangga sekitar rumah.
Acara temu besan |
Seorang teman cerita bahwa malam setelah boyongan, ia menangis tiada hentinya. Bagaimana denganku?
Setelah acara selesai, orang tuaku bersama rombongan pamit pulang. Aku ditinggal di rumah mertua. Adik iparku menggoda "Mbak, nggak nangis kan?"
Hee? Kok aku biasa saja ya? Bahkan malamnya juga tidur nyenyak, tanpa air mata.
***
12 Juli 2018
Aku dan suami pergi ke KUA kecamatan untuk merevisi kesalahan pada buku nikah. Berhubung kami datang ke KUA bertepatan dengan jam istirahat (petugas ybs tidak ada di tempat), maka kami tinggal prosesnya dan menunggu konfirmasi dari petugas yang berjaga. Kami pun pergi ke rumah orang tuaku yang lokasinya tak jauh, sekitar 5 km. Disana kami hanya makan, sholat, dan istirahat sebentar karena tak lama petugas KUA menghubungi kami, mengabarkan bahwa buku nikah sudah siap diambil.
Kami pun kembali ke KUA, dilanjutkan jalan-jalan ke tempat wisata terdekat. Kami baru sampai rumah lagi sekitar jam 16.30 WIB dan langsung siap-siap untuk pulang.
Saat berpamitan, ibu dengan muka kecewa berkata,"Lah, takpikir nginep."
DEG. Hatiku tertusuk dalam. Sakit tapi tak berdarah.
Aku baru merasakan sedih yang sesedih-sedihnya. Sepanjang perjalanan pulang naik motor, aku menangis. "Dulu pas pergi merantau aja aku nggak pernah sesedih ini, kenapa ini sedih banget. (Padahal rumah suami masih satu kabupaten dengan rumah orang tua, naik motor tak ada satu jam)"
Aku sesenggukan. Menangis.
Ahh, kenapa terlambat sekali mengalami kesedihan ini.
Kami pun kembali ke KUA, dilanjutkan jalan-jalan ke tempat wisata terdekat. Kami baru sampai rumah lagi sekitar jam 16.30 WIB dan langsung siap-siap untuk pulang.
Saat berpamitan, ibu dengan muka kecewa berkata,"Lah, takpikir nginep."
DEG. Hatiku tertusuk dalam. Sakit tapi tak berdarah.
Aku baru merasakan sedih yang sesedih-sedihnya. Sepanjang perjalanan pulang naik motor, aku menangis. "Dulu pas pergi merantau aja aku nggak pernah sesedih ini, kenapa ini sedih banget. (Padahal rumah suami masih satu kabupaten dengan rumah orang tua, naik motor tak ada satu jam)"
Aku sesenggukan. Menangis.
Ahh, kenapa terlambat sekali mengalami kesedihan ini.
No comments:
Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^