Drama Menyapih Part 3 : Lepas ASI
Day #1
Jumat, 26 Maret, aku pulang kerja, seperti biasa disambut oleh putri kecilku yang lucu. Dia tertawa riang. Setelah cuci tangan, ganti baju, langsung minta jatah nen. Kata Mbahnya, sekarang udah jadwalnya tidur. Ku susui dia, tapi tak kunjung tidur. Akhirnya kita main-main dulu. Setelah lelah, dia minta nen lagi. Melihat wajahnya yang sudah mengantuk, ku berikan. Setelah matanya tertutup, ku tarik nennya, lanjut tepuk-tepuk. Bukannya lanjut tidur, malah nangis, dan minta gendong.
Kejadian seperti ini sudah cukup sering dan cukup menguras emosi. Gimanapun gentong sudah kosong. Rasanya nggak enak kalau hanya ngempeng doang. Biarlah nggak jadi tidur, kita ajak main aja.
Rasanya capek banget. Setelah tiga hari galau, posisi masih di rumah orang tua, tiap hari ditanya masih nen atau enggak, dan hari itu anak nggak mau lepas nen padahal udah ngantuk berat, akhirnya aku menghubungi teman yang sudah berhasil menyapih, minta saran dan pendapat.
Kata dia "Tipsnya harus TEGA."
Benar! Mungkin aku bukan tak ikhlas, tapi aku tak tega. Tiap kali memelas, anakku mengeluarkan jurus untuk merayuku, ia berhasil meluluhkan hatiku, dan akhirnya ku berikan.
Akan
tetapi, ada kalanya aku juga tega. Misal sebelum tidur jatah nen satu
kali aja. Kalau udah nen tapi dia belum tidur, tetap nggak boleh nen
lagi. Nangis silahkan. Contohnya juga hari ini, daripada harus menyusui sepanjang dia tidur, aku lebih memilih melepasnya dan main bersama.
"Harus tega, kalau kita kasih harapan, kasihan anaknya."
Relate banget sih sama keadaanku. Jadi makin yakin mau melangkah kemana.
Sore harinya, anakku belum minta nen lagi, padahal gelagatnya sudah menunjukkan bahwa dia mengantuk. Sampai akhirnya dia minta nonton HP dan ia tertidur. WOW, hebat. Apakah sekarang ini saat yang tepat untuk memulainya? Memulai untuk mengakhiri.
Ku pikir akan tidur sampai pagi, tapi tentu tak kan semudah itu. Sekitar pukul 23.00 WIB anakku terbangun, minta nen. Karena sudah mengumpulkan tekad, ku tolak permintaannya. Apa responnya? NGAMUK dong. NANGIS. Segala cara ia coba untuk meluluhkanku;
- bilang baik-baik. "Bu, nen Bu. Mau nen Bu." -- nulis ini kok nangis ya
- minta gosok gigi
- berontak
Dengan keteguhan hati, ku tolak baik-baik;
- jelaskan kenapa nggak boleh nen lagi -- biasanya akan ikut nangis juga
- alihkan dengan mainan
Setelah puas nangis, ia berhasil dialihkan. Pertama, ngopek cat tembok yang sudah terkelupas, lanjut main kartu, setelah itu buka-buka album foto pernikahan. Setelah capek main, akhirnya dia minta nen lagi. Rasanya udah terlambat untuk mundur ke belakang, jadi biarkanlah dia menangis. Hingga di momen aku harus berbohong "Nen nya habis, Dek." Kemudian ku lihatkan nen nya yang tinggal setetes, dua tetes. Jadi nggak sepenuhnya berbohong sih karena kan emang udah tiris.
Nangislah sejadi-jadinya.
Nangis agak reda, ajak ngobrol.
Nangis agak reda, ajak ngobrol.
Gitu aja terus.
Sampai akhirnya ia capek, dan minta susu UHT. Apakah dikasih? TENTU SAJA. Dia minum sampai habis, setelah itu dia berkata, "Bu, maaf Payus, bu, maaf Payus."
Heh? Aku nggak tahu aku salah denger atau gimana, tapi itu yang terdengar di telingaku. Terenyuh sekali hati ini. Ya Allah, pengen nangis rasanya, tapi aku tahan demi menjaga stabilitas emosi anak.
Setelah itu, aku elus-elus dia, sampai tertidur kira-kira jam 01.00 dini hari.
Day #2
Sabtu, 26 Maret, aku pulang kerja sekitar pukul 14.15 WIB. Sampai di rumah, ia masih menyambutku dengan hangat. Sesekali masih minta nen dengan nada lirih. Ketika ku tolak, ia tidak menagis. Langsung ku alihkan ke kegiatan lain agar ia tidak ingat nen lagi.
Malam harinya, meski sudah terlihat sangat ngantuk, ia menolak tidur. Padahal tadi siang tidur selama 2 jam dari jam 11.00-13.00. Ada aja yang ia mainkan. Waktu kami sedang aktivitas menggambar, ia minta digambarkan dirinya sedang nenen. Aku berusaha untuk menanggapinya dengan netral dan tenang.
Akhirnya dia tidur jam 21.40 WIB, minta digendong sebentar, dan langsung tertidur. Sekitar pukul 02.30 dini hari, ia terbangun minta nen. Ku tolak baik-baik, dia merengek sebentar, lalu minta gendong. Tak lama langsung tertidur kembali, tanpa drama. Subuh-subuh, jam 04.30 ia kembali terbangun. Aku elus-elus sebentar, dia tidur lagi. Alhamdulillah.
Di hari kedua ini, nen ku sebelah kanan mulai mengeras (sebelah kiri abaikan saja, sudah kosong). Sungguh godaan sekali untuk menawarkan ke anak. Tapi tentu saja tidak ku lakukan.
Day #3
Minggu, 27 Maret, bangun tidur ku pompa asi karena sudah mulai sakit. Ku dapati sekitar 20ml, nggak ku kosongi karena anak sudah nyariin, dan sengaja disisakan (karena tujuannya untuk mengurangi kebutuhan), yang penting udah nggak sakit.
Hari ini karena libur kerja, aku mengajaknya ke pantai. Puas sekali dia main disana.
Selama perjalanan pulang, dia tertidur. Sesampainya di rumah, tidurnya masih berlanjut. Tidur siang aman. Pukul 13.00 WIB, ia bangun.
Sore hari, setelah mandi, dia kembali teringat dan minta nen. Untungnya masih bisa dialihkan. Malamnya, saat sedang asyik main bersama, ia mengkonfirmasi "Nen Ibuk habis ya?" Rasanya nyesss sekali, ternyata itu yang tersimpan di memori anak. Yaudahlah, mau gimana lagi.
Saat jam tidur tiba, ku coba bacakan buku. Gagal. Bukunya malah diinjak-injak untuk mainan. Sampai tenaganya habis, ku ajak tidur di kasur dan ku ceritakan hal-hal yang terjadi seharian. Kalau aku diam, dia pasti minta "lagi,lagi". Cerita panjang lebar, kesana kemari, sampai aku bingung harus ngomong apa lagi, akhirnya dia tertidur, YES!!! Dia bisa tidur tanpa harus digendong.
***
Hari-hari berikutnya sama aja sih. Kalau mati gaya, masih minta nen, atau sekedar bertanya nen ibu mana, atau hal-hal lain yang berkaitan dengan nen. Tapi tak ada lagi tangisan drama saat tak diperbolehkan nen.
Malam hari kalau kebangun, kadang minta gendong, kadang dielus-elus aja bisa tidur lagi, kadang juga gelisah sampai harus minta makan, padahal pas dikasih cuma mau sesuap aja 😵
Oke, next part lagi ya untuk kelanjutan ceritanya!
No comments:
Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^