Drama ASI No. 1010 : Freezer Kulkas 2 Pintu Penuh
"Udahlah kau tak perlu pompa asi lagi. Kau kan tau kapasitas bayimu seberapa. Lagian freezer juga sudah penuh, cukuplah."
Bayiku usia 2 bulan, ku tinggal kerja dari jam 07.00 s/d 14.00 WIB. Sebelum berangkat ku pastikan dia dalam kondisi kenyang dan dalam kurun waktu 7 jam, ia hanya minum +/- 200ml. Di kantor aku pompa 2 kali, rata-rata dapat 300ml. Di rumah, aku pompa minimal sekali lagi sebelum tidur. Jadi sehari aku bisa menyimpan 400-500ml. Surplus dong, Bahagia pastinya.
Akan tetapi, menyusui dan memberi ASI belum lengkap rasanya kalau belum ada drama 😑 (kenapa harus gitu sih?)
Melihat freezer yang penuh dan tiap hari ada surplus, ibu mertua memberi komentar seperti di atas. Sekali bicara, masih bisa masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Tapi hingga tiga kali bicara, aku mulai kepikiran dan jadi kesal sendiri.
Satu, aku yang capek-capek pompa. Dua, aku yang keluar biaya beli kantong asi. Tiga, aku yang rempong cuci steril pompa dan botol. Disini aku cuma numpang pakai freezer dan juga gas yang dipakai untuk rebus 'alat tempur'.
Dengan segala ilmu ASI yang ku pelajari sedari hamil, aku merasa denial. Awalnya aku merasa terpacu dengan kalimat di atas. Aku merasa tertantang untuk terus pompa. Tapi karena dikatakan lebih dari sekali, setiap kali pompa, kata-kata itu selalu terngiang-ngiang. Hasilnya? Asi jadi seret karena hormon oksitosin menghilang 😣 Padahal aku pompa hanya 3-4kali sehari, tanpa power pumping, dan tidur nyenyak di malam hari. Dengan kondisi itu saja aku kepikiran, apakah produksi akan turun? Lha ini, jadwal mana yang harus ku pangkas? Apa karena freezer penuh dan setiap harinya hanya berkurang 2 kantong, aku harus menghentikan aktifitas pumping?
Sekarang aku masih merasa aman karena belum lewat 3 bulan. Kalau seret masih bisa banget dikejar karena hormon prolaktin masih dalam masa kejayaan. Tapi setelah itu, aku tak tahu. Jujur aku takut. Takut tak bisa memenuhi hak anakku untuk mendapatkan ASI selama 2 tahun karena ASI tak keluar lagi gara-gara permintaan menurun.
Aku tak tahu apakah kebutuhan anakku akan meningkat atau tidak. Dan aku tak tahu apakah nantinya ASI ku masih selancar sekarang atau tidak. Selagi masih bisa diusahakan maksimal, kenapa tidak. Biarlah sekarang aku buang-buang ASI yang tak bisa lagi dimuat di freezer, merelakan kantong ASI yang harganya lumayan. Semua itu tak seberapa jika aku harus membeli susu formula untuk menyambung ASIku yang kurang.
Please lah, ibu menyusui hanya butuh support. Proses menyusui dan memompa itu sudah sangat melelahkan, apalagi harus berjuang melawan rasa malas. Tak perlulah dikomentari yang akhirnya jadi beban pikiran si ibu. Mungkin ada yang tambeng (keras kepala), tapi tak jarang banyak ibu yang mudah rapuh hanya karena omongan orang lain.
Pada akhirnya, tulisan ini hanyalah sebagai stress release. Drama selesai dengan kalimat "Kalau tak dipompa jadi bengkak dan sakit." Mana ada sih orang tua tega lihat anaknya sakit. Hihi.
No comments:
Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^