Week 14 : Bidan, LILA, dan Doppler

Tuesday, October 09, 2018
Bulan ini aku berencana periksa kehamilan ke bidan. Mengapa?

Pertama, aku teringat perawat di Faskes I yang memberi penjelasan bahwa BPJS hanya menanggung 4 kali pemeriksaan. Sebagai anak baik-baik dan penurut, maka aku mulai berhitung kapan sebaiknya ku gunakan kesempatan itu. Mungkin 2 bulan sekali adalah waktu yang tepat. Itu sebabnya, bulan ini aku pilih opsi ke bidan.

Kedua, cari alternatif tenaga medis. Dengar cerita orang, mereka berkali-kali ganti dokter/bidan untuk mencari yang sreg di hati. Jadi ya apa salahnya juga aku periksa beda tempat dan beda tenaga medis. Siapa tahu cocok dan nyaman di hati kan?

Ternyata proses menemukan praktek bidan itu penuh lika likunya.

08 Oktober 2018
Sore itu kami menuju rumah bidan yang lokasinya tak begitu jauh dari rumah. Beliau adalah istri dari salah satu rekan kerja kami di rumah sakit. Temanku juga pernah lahiran di klinik beliau, jadi recommended lah.

Kami berangkat selepas ashar. Begitu sampai sana, kami cukup kecewa karena bidan tidak ada di tempat karena sedang ada pelatihan di luar kota dan baru kembali tiga atau empat hari kedepan.

Yah.

Rasanya tak sabar harus menunggu selama itu, apalagi aku tidak konsumsi vitamin apapun setelah obat yang diresepkan dokter bulan lalu sudah lama habis. Mau cari bidan lain kok ya nggak punya referensi.

Bermodal Google, kami cari bidan terdekat dari lokasi saat itu. Ada! Kami pun menyusuri alamat yang ditunjukan Google Map. Masuk ke gang, muter-muter, kok nggak ketemu. Akhirnya keluar gang dan kembali ke jalan raya. Haha.

Coba cari lagi, ada, tapi lokasi cukup jauh. Yaudah nggak apa-apa, kami coba datangi. Kalau zonk lagi seperti tadi, kami hentikan pencarian ini karena hari semakin gelap. Agak nggak yakin juga sebenarnya, dan sedikit merasa bersalah 'kenapa asal sekali memilih bidan/dokter untuk kehamilan pertama?'.

Akhirnya ketemu rumah bidan yang ditunjukkan Google. Ada beberapa pasien sebelum aku datang. Sepertinya sih warga sekitar yang ingin KB dan imunisasi anaknya.

Tak lama menunggu, aku masuk ruangan, segera diukur tekanan darah dan berat badan. Berbeda dari pemeriksaan sebelumnya, kali ini aku diukur LILA atau lingkar lengan atas yang ternyata masih di bawah standar normal ibu hamil. LILA ini sebagai indikator status gizi pada ibu hamil. Apabila LILA kurang dari normal beresiko membuat berat janin kurang, kelahiran prematur, kecacatan janin, dll. Ngeri ya.

Selesai diukur, aku pun diminta untuk berbaring. Bidan memeriksa perutku, bertanya apakah sudah berasa gerakan janin dari dalam? Aku jawab belum. Selanjutnya, perutku diolesi gel seperti saat akan di USG. Tapi tidak, di bidan hanya ada doppler, alat yang digunakan mengukur detak jantung janin. Awalnya krusuk-krusuk, tapi kemudian terdengar detaknya. Dug dug dug dug.

Semua normal, tinggi fundus juga normal.

Bu bidan bertanya apakah aku punya asuransi kesehatan? Kalau punya, sebaiknya manfaatkan fasilitas yang ada untuk melakukan skrining antenatal, yakni tes laboratorium bagi ibu hamil untuk mengecek Hb dan Hbsag (hepatitis), agar kalau memang positif, sebelum bayi lahir bisa ditangani sedini mungkin (pemberian obat dan sebagainya). Biasanya skrining ini dilakukan di puskesmas.

Aku pun menjelaskan bahwa aku punya BPJS tapi faskes I nya bukan di puskesmas, melainkan di klinik yang tidak ada bidan/dokter kandungan. Bu bidan pun tak bisa memberikan solusi, tapi beliau tetap menyarankan untuk melakukan skrining tersebut.

Selesai memeriksa, Bu bidan memberikan dua jenis obat ;
1) Hufabion (penambah darah)
2) Trifacalc (kalsium)

Aku cukup membayar Rp 35.000,- untuk biaya obat dan pemeriksaan.


Bulan depan kita ketemu di layar USG ya Nak :)

No comments:

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.