Dia yang Spesial
Dia. Dia begitu spesial. Meski kulitnya gelap, dia mampu membuatku memandangnya sebagai sosok yang istimewa.
Perkenalan singkat waktu itu tak cukup mampu membuatku mengenalnya. Tak banyak obrolan di antara kami. Bahkan mungkin tak pernah.
Wajahnya seperti tak asing bagiku. Ku pikir kami terikat dalam satu almamater beda angkatan. Tapi, tak pernah dia membahas almamater kami.
Setiap hari aku bisa menatap wajahnya dengan jelas. Meski terhalang dua orang di depanku, aku masih bisa melihatnya. Terkadang mata kami saling beradu saat masing-masing dari kami sedang memikirkan sesuatu. Tak ada kata. Tak ada senyuman.
Hingga waktu itu datang. Saat dimana kami mengulang perkenalan dalam sebuah acara di luar rutinitas harian.
"Lulusan mana?"
"Trisakti."
Aku baru menyadari bahwa kami bukan berasal dari almamater yang sama. Namun, wajahnya benar-benar tak asing bagiku.
Dia begitu baik. Setelah perkenalan kedua itu, aku lebih dekat dengannya. Ia menceritakan tontonan TV kesukaannya. The Comment di NET TV. Hingga kini, ketika aku nonton The Comment, maka seketika aku mengingatnya. Cara dia berbicara dan cara dia tertawa mengikuti host yang ada di acara TV tersebut.
Sore itu, di hari yang sama di perkenalan kedua kami, aku tengah berdiri di pinggir jalan, menanti kendaraan umum (angkot berwarna merah) yang mengantarku pulang ke 'rumah'. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depanku. Dia menawariku tumpangan.
Aku sungguh tak menyangka. Meski kami saling mengenal sudah cukup lama, tak banyak bicara, dan baru di perkenalan kedua kami terlihat cukup akrab, dia dengan tangan lebar mempersilahkanku masuk ke dalam mobilnya.
Aku duduk di depan, disampingnya. Tak lupa dia mengingatkanku untuk memakai sabuk pengaman. Kami terlibat percakapan kecil. Dia yang lebih banyak bercerita. Sambil menyetir, ku lihat tangan kanannya sibuk memegang sesuatu. Batang rokok. Rupanya dia seorang perokok. Meski demikian, dia terlihat memesona.
Setelah perkenalan kedua itu, aku kembali ke rutinitas. Duduk diam, tanpa banyak bicara. Aku masih sering mencuri pandang ke arahnya. Dia tidak tampan. Dia tidak manis. Namun, dia memiliki 'sesuatu' yang mampu menarik perhatianku.
Sebagai orang yang baru mengenal, aku tertarik untuk mencari tahu sosoknya di dunia maya. Dia bukan orang yang gila sosmed dengan jutaan status. Aku hanya menemukan twitternya dan situlah aku menemukan rahasia kecilnya. Dia punya blog dengan nama Jeritan Udang Darat. Sayangnya blog itu kini tak terawat lagi. Mungkin dia lelah.
Sebelum aku punya motor seperti sekarang, beberapa kali aku nebeng di mobilnya. Aku pernah ikut di mobilnya selama satu jam. Kami hanya berdua. Saat itu sedang ada acara di kantor pusat. Sepanjang perjalanan dia lebih banyak bercerita. Cerita tentang dia yang pernah bekerja di Lombok. Cerita saat dia memutuskan 'berlibur' setelah lulus kuliah sebelum akhirnya dia memutuskan bekerja, dia pun bercerita mengapa ia saat ini berada di kantor yang sama denganku. Tak lupa dia menyisipkan cerita tentang pacarnya.
Aku menyukainya. Suka dalam artian berbeda. Lagi-lagi aku tak bisa menjelaskan tentang 'sesuatu' yang membuatnya begitu spesial. Aku suka ketika dia meminta pin BB ku. Aku bisa melihat status dan display picturenya. Dan aku sangat suka ketika foto yang dipajangnya adalah foto dia bersama pacarnya. Semoga mereka segera menuju ke pelaminan dan bahagia selamanya.
Ahh... aku ingat sesuatu. Ku rasa ini sebagai salah satu alasan mengapa dia terlihat spesial di mataku. Aku yang terhitung baru beberapa bulan bekerja, terkadang masih takut ketika mengangkat telepon kantor. Itulah mengapa aku sering ragu-ragu dan sedikit gemetar mengatakan "hallo". Ketika orang diseberang telepon sedang menanyakan sesuatu dan aku tak mampu menjawab, maka ku tutup gagang telepon, dan aku menanyakan ke orang-orang di sekitar. Di saat itulah, aku merasa dia tengah memperhatikanku. Meski dia bukan orang yang mampu menjawab pertanyaanku, dia seolah meletakkan sedikit perhatian kepadaku. (Aku merasa) dia khawatir ketika orang yang di seberang telepon memarahiku. Senyuman dari bibirnya yang tipis dan picingan matanya sedikit menenangkanku. Meski sebenarnya, senyuman itu seperti senyuman ngece.
Walau aku tak begitu akrab (aku memang masih menutup diri dari lingkungan baruku), aku senang telah mengenalnya. Aku senang setiap hari bisa melihat wajahnya. Dan aku senang ketika berpapasan dia selalu bilang, "Eh.. Mia."
Nice to meet you :)
Paragraf pembuka membuat saya sempat ke-GR-an. Hehe..
ReplyDeletewhooh, maniiiis banget kakaa >.<
ReplyDeletesecret admirer nih ceritanya ? :p
lamaa gak main kesini :D
hemm... padahal aku pinginnya ada aroma manis-manisnya.. Eh emang manis sih, tapi manis yang berbeda. hahaha :D
ReplyDeleteeherrrm
ReplyDeletehehehe... jadi maluu >.<
ReplyDelete