Salah satu cerpen favoritku. . .
SIMBOL PAKU LAMBANG LOVELY
Lambang. Lambang Fernandez nama lengkapnya. Ketenarannya melebihi presenter Indra Herlambang karena dirinya mempunyai tampang yang tak kalah keren dengan Nino Fernandez, artis berwajah Indo yang sering menghiasi layar kaca. Mungkin itulah harapan orang tuanya memberi nama Lambang Fernandez. Lambang pun bangga dengan filosofi dirinya itu dan dia cukup percaya diri untuk mengatakan dirinya keren. Soal ketenaran memang bukan sekedar khayalan belaka. Yah, walau baru di kalangan sekolahnya saja. Bukan hanya karena ketampanannya saja, namun, karena ia juga punya prestasi yang membanggakan orang-orang di sekitarnya. Tak lama lagi ia akan mengikuti Olimpiade Matematika tingkat Nasional. Tak heran kalau semua cewek rela menurunkan harga diri untuk meminta Lambang menjadi pacarnya. Bahkan ibunda Lambang sempat kebingungan karena banyak sahabatnya ingin menjodohkan putri kesenangannya dengan Lambang.
Akan tetapi, di balik semua cewek-cewek yang rela mengantri untuk Lambang, ada saja cewek yang tak suka padanya. Ia bahkan berani bertingkah usil dan selalu mencari perkara dengan Lambang. Padahal ia bukanlah cewek yang merasa tersaingi atas kepandaian Lambang. Lovly, nama cewek itu. Cantik, populer, anak orang kaya, perfect, itulah tanggapan Lambang untuk Lovly, cewek yang seakan tak pernah kehabisan akal untuk menghabiskan kesabaran Lambang. Hanya satu yang kurang dari dirinya. Otak. Lovly memang tak pernah mengikuti remidial test. Nilainya pun selalu di atas rata-rata. Tapi sayang, ia memperoleh semua nilainya itu dengan cara yang tak benar.
“Gue heran. Salah gue sama cewek itu apa ya? Cari perkara terus sama gue? Maunya apa coba? Apa jangan-jangan dia naksir gue? Hahaha... LOVLY! Loe emang cantik, tapi idiih males banget punya cewek kayak loe! Kalau aja loe nggak selalu nyontek gue waktu ulangan, mungkin gue bisa suka sama loe! Aduuh, mikir apa sih gue? Gue kan suka sama Lessy!” pikir Lambang suatu ketika. Memang ia sekarang sedang dekat dengan Lessy, seorang cewek manis yang baru saja gagal meraih kesempatan untuk mengikuti Olimpiade Kimia tingkat Nasional. Namun, rasa cinta Lambang belum diutarakan pada cewek pintar itu. Ia justru memikirkan Lovly yang selama ini duduk di belakang bangku Lambang karena memudahkannya menyontek saat ulangan tiba. Mulai dari memanggil Lambang, melempar kertas, dan sengaja menjatuhkan pensil, Lovly bisa dengan mudah melihat jawaban Lambang. Lambang yang kesal atas sikap Lovly justru yang paling sering mendapat teguran dari guru karena suara yang ia keluarkan untuk memperingatkan Lovly mengganggu suasana ulangan.
Ingin sekali Lambang mengadu pada Tuhan, mengapa selama ini ia selalu disatukelaskan dengan Lovly. Ia pun tak bisa berbuat apa-apa karena ini sudah menjadi keputusan sekolah.
Seperti hari-hari biasanya, pagi ini Lovly sedang menunggu kedatangan Lambang untuk segera melancarkan aksi-aksinya.
“Simbol!” Lovly memanggil Lambang dengan panggilan kesayangan.
“Hah, apalagi hari ini?” keluh Lambang dari kejauhan, mengingat kemarin ia telah adu mulut dengan Lovly di ruang BK.
“Mbol. Kamu dicari Bu Lativah tuh di ruang guru!” kata Lovly tanpa menunjukkan tanda-tanda kebohongan.
Lambang pun segera melangkahkan kakinya menuju ruang guru. Akhir-akhir ini Bu Lativah, guru matematikanya, memang sering memanggil dirinya untuk membicarakan olimpiade yang akan segera diikutinya.
“Pagi Bu. Ibu panggil saya?” tanya Lambang dengan suara yang sedikit keras.
“Tidak!”
“Sialan. Kurang ajar si Paku.” Kata Lambang lirih.
“Apa kamu bilang? Sepatu saya bau?” Bu Lativah merasa tersinggung.
Lambang pun segera minta maaf pada Bu lativah yang memang pendengarannya kurang dan kemudian mendekati Lovly yang tertawa terbahak-bahak bersama kawan segenknya.
“Paku. Loe bohongin gue ya?” teriak Lambang pada Lovly.
“Simbol, simbol. Loe itu calon juara Olimpiade Matematika Nasional. Tapi kok bodoh sih. Mudah banget dibohongin!”
Bel pun berbunyi. Lambang pun masuk kelas dengan perasaan kesal karena belum sempat menanggapi omongan Lovly.
$+++$
Istirahat kedua akan segera berakhir. Lambang yang baru saja di kantin segera kembali ke kelas. Rupanya Lovly sudah menunggunya sedari tadi.
“Simbol, dicari Pak Lobert tuh?”
“Hah. Bohongin gue pake cara yang sama. Gue nggak bakal tertipu lagi. Lagian, ngapain pak kepala sekolah nyariin gue? Apa gue udah jadi artis ya?” kata Lambang.
“Emm, siang Pak.” Lovly menyapa lembut. Pandangannya tertuju pada seseorang yang berdiri tepat di belakang Lambang.
Dengan hati-hati Lambang yang gemetaran membalikkan badannya. Raut wajahnya menunjukkan ketakutan.
“HuaHh.” Livia, sahabat Lovly, mengagetkan Lambang.
“Sialan loe. Jantung gue mau copot nih!” Lambang yang nafasnya tersengkal-sengkal memarahi Livia yang selama ini menjadi anak buah Lovly dalam mengerjai dirinya.
“Hahaha.... bagus Liv, hahaha....” Lovly tak bisa berhenti menertawakan muka konyol Lambang.
“Sssstt, Lov, sssttt. Itu!” Livia menghentikan tawa puas Lovly. Jari di samping jempolnya menunjuk ke arah belakang Lambang. Seakan-akan Pak Lobert, sang kepala sekolah, tengah berdiri di belakang Lambang.
“Ha. Ha. Ha. Nggak lucu! Kalian bohong lagi kan? Udah ya, gue masuk dulu!”
“Ehm...ehm!” seseorang bersuara keras berdehem di belakang Lambang.
Tak ingin tertipu untuk ke sekian kali, Lambang tak sedikit pun menoleh ke belakang.
“Udah lah Paku! Gue nggak bakal tertipu lagi. Kalau emang itu Pak Kepsek, bilangin, kalau mau minta tanda tangan besok aja kalau gue beneran udah jadi artis!”
“LAMBANG!!!” Terdengar suara laki-laki dewasa memanggil seseorang yang namanya baru saja diteriakkan.
“Pak... Pak Lobert!” kata Lambang gugup bercampur kaget.
“Dari tadi saya menunggu kamu di ruang saya. Eh, kamu malah disini. Menghina saya pula. Sekarang kamu ikut Bapak! Kita bicara di ruangan saya!” perintah Pak Lobert keras.
Lambang pun mengikuti langkah Pak Lobert yang panjang. Mereka menuju ruang kepala sekolah. Sepertinya ada hal penting yang akan disampaikan Pak Lobert hingga beliau rela menuju kelas Lambang untuk menemuinya.
“Bubuy, Simbol!!!” teriak Lovly sambil melambaikan tangannya.
Sepulang sekolah Lambang tak segera mengendarai Tiger kesayangannya. Ia luangkan sedikit waktunya untuk menemui Lovly. Lovly yang saat itu tengah memasukkan buku-buku ke tas hijaunya dengan senang hati melayani Lambang.
“Paku, jangan pulang dulu.”
“Ada apa, Mbol? Loe udah punya ide buat bales perbuatan gue?”
“Nggak. Gue mau ngomong!”
“Aiih, mau ngomong! Ngomong kalau tadi dihukum Pak Lobert. Kasihan banget sih lu! Dihukum apaan sih?”
“Eh, anak pinter itu jauh dari kata hukuman!”
“Terus, mau ngomong apa dong!”
“Gue bosen loe kerjain terus!”
“Terus?” kata Lovly centil.
“Gue pengen loe berhenti ngerjain gue! Sehari aja!”
“Kalau gue nggak mau?”
“Loe suka sama gue ya?”
“Hah, suka sama loe? Ya nggak mungkin lah!” wajah Lovly memerah. Marah atau beneran cinta susah dibedakan.
“Eh, walaupun semua cowok di sekolah ini bilang kalau loe Miss Universe-nya SMA Syailendra, gue nggak bakal suka sama loe! Tau kenapa? Karena loe oonk! Gue akui nilai loe bagus-bagus, tapi itu semua hasil nyontek semua kan? Malu dong sama pita ijo di rambut loe itu!” terlihat Lambang begitu marah. Ia sudah tak tahan atas semua sikap Lovly selama ini. Dan karena Lovly lah perhatiannya teralihkan dan mengganggu program PDKT Lambang ke Lessy, cewek idamannya.
“Gue tau loe suka cewek pinter macam Lessy. Tapi jangan ngatain gue dong! Gue bisa kok buktikan ke elo, kalau gue bisa dapat nilai bagus TANPA nyontek!” kata Lovly tegas. Ia pun beranjak dari kursi yang ia duduki selama ngobrol dengan Lambang.
“Oke. Buktikan itu di ulangan matematika besok!” teriak Lambang pada Lovly yang sedang berjalan keluar kelas.
Keesokan harinya ulangan benar-benar diadakan. Keadaan tenang. Diam. Sunyi. Lovly benar-benar menepati janjinya pada Lambang. Ia mengerjakan dengan tenang. Soal ulangan hanya 10 nomor dalam waktu 45 menit atau selama satu jam pelajaran. Satu jam pelajaran berikutnya soal-soal itu dibahas dan langsung dikoreksi. Tanpa diragukan lagi Lambang mendapat nilai sempurna. 100.
“Lovly, ibu kecewa dengan kamu. Nilai kamu 50. Selama ini kamu selalu dapat nilai 80!” kata Bu Lativah selaku guru matematika.
“Maaf, Bu!” kata Lovly lirih.
“Apa? Kamu bilang mulut saya bau?”
“MAAF, Bu!” teriak semua anak-anak dalam kelas Lovly.
“Ya, sudah. Sekarang kalian boleh istirahat. Sebentar lagi bel istirahat!” kata Bu Lativah sembari meninggalkan kelas.
Lovly pun mengikuti jejak Bu Lativah, meninggalkan kelas. Lambang buru-buru mengejar Lovly sebelum ia benar-benar menghilang dari hadapannya.
“Paku. Mau kemana loe? Malu ya?”
“Nggak.” Jawab Lovly singkat.
“Yah, walaupun nilai loe jelek, tapi aku hargai sikap loe yang jujur tadi!”
“Makasih.” Kata Lovly pelan.
“Haih. Tumben lembut!” goda Lambang.
“Lov, jadi ke UKS kan?” Livia yang baru saja keluar dari kelas kini berdiri di samping Lovly.
“Iya, jadi. Sorry ya Mbol. Hari ini aku nggak nafsu buat ngerjain kamu!”
“Paku, loe kenapa?” tanya Lambang penuh kehangatan.
“Loe nggak liat muka Lovly pucat banget!” teriak Livia.
“Gue nggak papa, Lambang Fernandez!” kata Lovly.
“Alhamdulillah. Puji Tuhan. Akhirnya, setahun lebih gue mengenal loe, baru sekarang loe tahu nama asli gue! Cek, cek, cek! Ya, walaupun ‘simbol’ punya arti yang sama dengan lambang, tapi gue seneng kalau loe bisa panggil gue ‘Lambang’!”
“Aku sayang kamu, Lambang!” kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Lovly. Suaranya begitu kecil sehingga hanya mereka bertiga yang mendengarnya.
“Hahaha.... aneh banget sih loh? Garing tau nggak sih tipuan loe kali ini! Lagian kalau emang loe beneran suka gue, gue nggak bakal suka sama loe!”
“Lambang, loe kok gitu sih. Lovly ini udah nolak puluhan cowok termasuk Lafonso, anak SMA Sanjaya yang jadi best drummer di kota kita. Alasannya cuma satu, karena dia suka sama loe!” Livia membela Lovly. Suaranya yang lantang membuat semua orang di sekitar mereka mengarahkan pandangannya pada mereka.
“Oh ya? Sayangnya gue nggak suka sama cewek bodoh, mempergunakan cara yang salah untuk memperoleh yang benar!”
“Sebenernya gue nggak sebodoh yang loe pikirkan. Selama ini nilai-nilai gue bagus bukan karena gue nyontek loe. Gue emang sering ganggu loe saat ulangan, seakan-akan gue mau nyontek loe, tapi itu semua cuma buat narik pehatian loe!”
“Oh ya? Apa buktinya?”
“Gue buktinya.” Livia angkat bicara. “Selama ini Lovly emang sering liat pekerjaan loe saat ulangan, tapi itu setelah Lovly mengerjakan pekerjaannya. Gue tau itu karena gue duduk di sebelahnya.”
“Terus, kenapa kali ini nilainya jelek?”
“Perut gue sakit. Biasa cewek, nyeri haid! Makanya tadi gue nyuruh Livia nemenin gue ke UKS!” Lovly terlihat begitu lemas.
“Hah, ada-ada aja alasan loe! Gue masih tetap nggak percaya!”
“Hadwuuh, Lambang, harus bagaimana sih biar loe percaya kalau Lovly beneran suka sama loe dan dia nggak sebodoh yang loe kira. Oh, iya. Selama ini loe belum tahu kan kalau sebenarnya Lovly lah yang dipilih untuk mengikuti Olimpiade Kimia. Tapi berhubung waktu itu Lovly sedang dapat musibah maka Lessy lah yang dipilih. Loe masih ingetkan waktu Lovly kesrempet mobil.” Kata Livia semakin berapi-api.
“Paku, bener apa yang dikatakan Livia?” pandangan mata Lambang yang tajam mengarah ke Lovly.
“Liv, seharusnya kamu nggak perlu cerita semua itu pada Lambang.” Kata Lovly yang dari tadi lebih banyak memilih diam.
“Sebenarnya gue juga sayang loe, Paku.” Kata Lambang kemudian.
“EihH, Kalau sayang, loe kok masih panggil Paku sih, Lovly dong!” Livia tambah bersemangat.
“Heh. Ya iyalah. Gue kan cuma bohong. Huih akhirnya setelah sekian lama gue bisa juga mbales bohongin kalian!”
“Kurang ajar loe ya, mainin perasaan Lovly!”
“Udah lah Liv. Biarin aja dia. Dan kamu, Lambang Fernandez, terserah tanggapan kamu apa. Yang jelas aku udah coba ungkapkan isi hati aku ke kamu. Liv, Sekarang anter gue ke UKS ya!” kata Lovly menggeret tangan Livia yang emosi meninggalkan Lambang yang tertawa puas.
Menyadari Lovly pergi dari hadapannya, Lambang pun segera menghentikannya. “PAKUU!! Sepertinya mulai sekarang nggak akan pernah dengar kata simbol keluar dari mulut loe, karena Simbol sudah tidak digunakan lagi untuk menggantikan makna Lambang.”
“Apa itu berarti ‘Simbol dan Paku’ sudah berakhir?” Lovly yang masih mendengar teriakan Lambang kini berbalik arah menuju Lambang.
“Yes, Lovly. Lovely Paku Tribuwani!”
“Benarkah itu?” kata Lovly yang masih tidak percaya.
“Iya. Lambang-Lovely!” teriak Livia yang berdiri di belakang Lovly.
Tepuk tangan pun mengiringi teriakan Livia karena teriakannya tadi menghasut semua perhatian anak-anak yang melihat mereka dan spontanitas mereka bertepuk tangan sebagai tanda selamat pada Lambang-Lovely, walau sebenarnya mereka begitu kecewa karena para cewek gagal mendapatkan Lambang Fernandez dan para cowok tidak berhasil merebut hati Lovely Paku Tribuwani.
tHe_EnD
29/10/2010 21:37:24
apik pol...
ReplyDeletekeren mi..
teruskan bakatmu dan jdilah lampion baru yang menerangi dunia novelis..
amin ya Alloh....
Keren banget :D wajar deh kalo jadi favoritnya abang :D hehhe
ReplyDelete