Demam dan Diare
Berawal dari demam yang ku kira karena tumbuh gigi, tapi ternyata diiringi diare, kemudian ku putuskan untuk membawanya ke dokter.
Sabtu, 04 Januari, semua masih berjalan normal. Si Kecil BAB 2 kali dengan tekstur padat.
Minggu, 05 Januari, pagi-pagi jam 05.30 WIB dia sudah bangun dan BAB. Selang beberapa jam sudah BAB lagi. Warnanya kuning cerah dan agak encer, berbeda dari hari sebelumnya. Siang harinya ku bawa dia ikut ke kondangan dengan cuaca yang mendung disertai hujan tipis. Di acara ku berikan dia semangka. Pulang kondangan ku rasakan badannya mulai semlenget (hangat). Ku coba berpikiran positif, "Ah, mau tumbuh gigi kali."
Akan tetapi, ketika malam harinya dia BAB sebanyak 3 kali, pikiran positif tadi menguap. Jangan-jangan demamnya ini karena sedang melawan infeksi yang ada di perutnya. Aku masih bertahan tanpa obat, meski badannya demam panas.
Senin, 06 Januari, pagi sebelum mandi dia BAB. Sebelum aku berangkat kerja, dia BAB lagi. Selama aku tinggal kerja BAB 2 kali. Hiks.
Malam hari kembali demam, tapi tidak BAB hingga akhirnya malam-malam dia terbangun jam 23.30 WIB dan BAB. Aku ganti popoknya, sementara ia sudah tertidur kembali.
Selasa, 07 Januari, tidurnya agak gelisah dan seperti biasa, langsung ku susui agar merasa nyaman. Tak lama ku dengar suara "brrrroootttt". Ku lirik jam dinding, pukul 02.00 WIB. Si bayi tertidur dan aku pun ikut tidur karena mata sudah lengket sekali. Pukul 03.30 WIB aku bangun dan mengintip popoknya, ternyata memang ada bekas BAB nya. Ku ganti popoknya di saat dia masih tidur.
Selama ditinggal kerja, dia BAB 2 kali. Akhirnya kami pergi ke dokter anak.
Awalnya suami menawarkan untuk berobat ke puskesmas saja. Tapi entah mengapa aku kurang yakin. Gara-gara waktu posyandu ada bidan yang menginformasikan "menghisap jempol/jari membuat gigi tonggos" aku jadi skeptis untuk berobat di puskesmas. Padahal ya nantinya anakku akan ditangani dokter umum, bukan bidan. Iya gak sih? Akan tetapi, di dekat rumah ada praktek dokter anak. Ya kenapa nggak langsung kesana saja. Pikirku seperti itu.
Pukul 16.00 WIB kami berangkat dari rumah dan langsung mendaftar. Nggak tahu deh dapat antrian nomer berapa, yang jelas kami menunggu cukup lama, 1 jam lebih mungkin. Begitu masuk ruangan, diperiksa cuma 5 menit dan rasanya terburu-buru. Ku pikir aku bisa konsultasi lebih dalam, ternyata ..., ah sudahlah. Mungkin sih karena waktu ditimbang anakku nangis, waktu ditaruh di kasur untuk dilakukan pemeriksaan, dia juga nangis. Dengar tangisan anakku, aku juga serasa diburu-buru untuk segera mengakhiri pemeriksaan.
Keluar ruangan, aku menunggu dokter meracik obat di ruangannya. Sekitar 15 menit, aku dipanggil untuk ambil obat dan bayar tagihan... sebesar Rp 115.000,- Obat yang diberikan ada 2 macam, obat racikan untuk mencret dan obat botol untuk turun panas.
Daaaann... PR terbesar adalah gimana caranya minumkan dia obat. Gak tega! Huhu. Dengan sedikit paksaan, akhirnya masuk juga obatnya, meski aku jadi takut kalau-kalau anakku jadi trauma dengan sendok. Hiks.
Alhamdulillah, malam hari bisa tidur, meski nggak nyenyak, tapi nggak harus ganti popok tengah malam.
Rabu, 08 Januari, bangun tidur langsung BAB, masih encer. Minum obat, siangnya BAB 1 kali. Malam BAB lagi 1 kali, lanjut minum obat. Malam jam tidur, aman.
Ku pikir drama diare ini sudah berakhir, tapi Kamis, 09 Januari, bangun pagi lanjut BAB. Dan yang mengejutkan di pagi hari ini, muncul putih-putih di balik bibirnya. Gigi seri atas Si Bayi akan segera keluar di usia 9m17d.
Semoga sehat-sehat selalu ya Nak :*
No comments:
Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^