Suka Duka Menjadi Programmer di Rumah Sakit

Thursday, January 18, 2018
Rumah sakit identik dengan dokter dan perawat. Padahal jika dilihat dari profesi yang ada di rumah sakit, ada banyak sekali jenis profesi yang ada disini. Secara garis besar, profesi yang ada di rumah sakit dibagi menjadi dua:
  1. Tenaga Medis
  2. Tenaga Non Medis
Salah satu contoh tenaga non medis yang tak banyak diketahui orang adalah programmer. Biasanya mereka ditempatkan di instalasi Teknik/Sistem Informasi. Di rumah sakit tempatku bekerja, kami sebagai programmer ditempatkan di Instalasi Pengolah Data Elektronik (IPDE). Kenapa programmer tak cukup dikenal sebagai tenaga non medis rumah sakit? Karena tak semua rumah sakit memiliki instalasi khusus untuk tim IT.

Nah, meski demikian, bekerja di rumah sakit walau dengan jabatan profesi yang tak begitu dikenal, rasanya tetap menyenangkan. Ada suka dan duka selama menjalaninya. 

Kita awali dengan cerita duka terlebih dahulu. 

#1. Dianggap Tahu tentang Semua yang Ada di Rumah Sakit
Saat mengetahui kita bekerja di rumah sakit, masyarakat menilai kita tahu segala apa yang ada dan apa yang terjadi di rumah sakit. Misalnya ada kecelakaan hebat, korban dilarikan ke rumah sakit. Kalau kalian tanya aku kronologis ceritanya, aku belum tentu tahu, karena aku tidak bekerja di bagian IGD yang menangani pasien tersebut. 

Tak jarang pula aku mendapat keluhan masyarakat yang mengadukan ketidakpuasan terhadap layanan rumah sakit. Misalnya, "Saya ambil nomor antrian dari jam 05.30 pagi, nomor yang saya dapat 295. Ckck.", "Masak saya periksa ke dokter X, sama dokternya cuma disuruh istirahat aja.", dan sebagainya, dan sebagainya. 

Ada banyak hal yang tak ku ketahui dari rumah sakit (khususnya yang berkaitan dengan medis), bukan karena ku tak peduli. Tapi karena pekerjaanku memang tak berhubungan langsung dengan itu semua. 😁

#2. Susah Menjelaskan tentang Profesi yang Dijalani
"Bulek Mia kerja di rumah sakit jadi dokter ya? Dokter apa?" tanya keponakan yang duduk kelas 3 SD. 

Bukan Dek. Bukan dokter 😂 Gimana jelasinnya ya 😔 kalau aku bilang kalau aku seorang programmer, makin tak mengerti lah dia. Akhirnya ibu dari keponakan itu yang menjelaskan "Bulek Mia bukan dokter, tapi karyawan rumah sakit" dan seketika aku merasa gagal, tak bisa menginspirasi. 

'Cita - cita nggak sebatas ingin jadi dokter ya Adek-adek. Hihihi.'

😂😂😂

Dan bukan hanya ke anak kecil saja aku susah menjelaskan posisiku di rumah sakit. Di benak mereka, kalau bukan tenaga medis ya berarti mengurus administrasi. Padahal kerjaanku bukan seperti itu 😭 

#3. Dianggap Ahli IT
Kedua poin sebelumnya lebih kepada pandangan masyarakat terhadap profesiku. Di poin ketiga ini, menceritakan bagaimana pandangan sesama tenaga kerja di rumah sakit. Bagi mereka, semua yang masuk ke dalam tim IPDE, dianggap menguasai segala hal yang berkaitan dengan komputer, mulai dari komputer mati, aplikasi tidak bisa login, kirim email, minta tolong print, semua harus bisa dilakukan oleh tim IPDE. Padahal di IPDE sendiri tugasnya sudah dibagi-bagi. Ada programmer yang mengurusi pengembangan sistem informasi, ada pula bagian hardware yang menangani kerusakan perangkat komputer.
Meski demikian, sebagai tim PDE kami pun berusaha memberikan pelayanan terbaik meski sebenarnya bukan tugas utama kami. Aku sebagai programmer kadang ke tempat user yang CPU nya tidak menyala atau ikut mengganti pita printer LX300 atau membantu ibu-ibu perawat yang datang ke PDE untuk mengeprint. 

Itu sedikit cerita duka menjadi programmer di rumah sakit. Selanjutnya kita bahas cerita sukanya, meski nggak suka suka banget sih 😂

#1. Lebih Mudah Bersyukur 
Meski tak berkaitan langsung dengan kedokteran, bahkan tak ada hubungannya dengan tindakan medis, tapi setiap hari melihat pasien terkulai lemah saat didorong portir atau perawat, keluarga pasien yang duduk lemas. Sesekali melihat kereta jenazah yang dibelakangnya diikuti keluarga pasien dengan isak tangis. Melihat suasana seperti itu membuat ku terus bersyukur karena saat ini masih diberi nikmat sehat. 

#2. Mengetahui Banyak Profesi
Rumah sakit itu tidak sebatas dokter dan perawat. Ada ahli gizi yang memberikan edukasi tentang makanan apa yang seharusnya dikonsumsi. Ada para juru masak yang menyiapkan makanan bagi para pasien. Selanjutnya makanan tersebut diantarkan oleh bagian distribusi. Selain itu bagian Farmasi, Laboratorium, Hemodialisa, Rehab Medik, Bank Darah, Radiologi. Mereka memiliki disiplin ilmu yang berbeda-beda. 

Lebih menarik lagi untuk tenaga-tenaga non medis. Ada bagian penyedia sarana dan prasarana (biasa disebut bagian Teknik), di dalamnya termasuk urusan perlistrikan, perteleponan, apar, dan semua yang terkait dengan sarana prasarana rumah sakit. Di depan ruangan mereka banyak sekali kayu, besi, dan alat-alat per-tukang-an. 

Selanjutnya ada bagian Rumah Tangga dan Produksi. Bagian ini menyediakan keperluan rumah tangga, seperti sabun cuci tangan, tisu, sandal, kertas, tinta printer, dan sebagainya. Bagian ini juga memproduksi kertas-kertas yang digunakan untuk dokumen rekam medik dan keperluan dokumen-dokumen lain.

Selain itu ada tempat untuk laundry, yang digunakan untuk pencucian linen, seprei, korden, dan sebagainya. Ada bagian khusus lho yang mengurus itu semua. Di rumah sakit ada juga bagian Kesehatan Lingkungan (Kesling) yang (kalau tidak salah) mengurus pengelolaan limbah.

Di dunia per-komputer-an ada instalasi PDE yang siap menyelesaikan apabila ada komputer mati, mouse minta diganti, dan sebangsanya.

Lengkap ya?! 

Tenaga-tenaga non medis ini, meski kesannya remeh, tapi kalau tak ada mereka, kacaulah dunia per-rumah-sakit-an. Hehe. Dan menjadi bagian dari mereka itu rasanya 'WOW'.

Demikianlah kesanku selama bekerja di rumah sakit ini yang hampir genap 10 bulan ku jalani. Sudah lumayan lama ya?! Dibawa happy aja, pasti semuanya akan terasa menyenangkan. 
 
Jangan lupa bersyukur ya ;)

7 comments:

  1. Oh, jadi profesinya seorang IT di rumah sakit. Di rumah sakit saya pun sudah menerapkan program khusus untuk IT-nya. Dan saat ini sudah dipegang 2 staf yang dikontrol tim IT pusat. Kalau tanpa mereka, entahlah bagaimana. Jaring lemot, panggil mereka. Printer macet, panggil mereka. Dan masih banyak lainnya.

    ReplyDelete
  2. Yang kasus nomer antrian itu, apa bener ada calo nya to mbak?^^ Pernah denger dari tetangga, katanya pas mau periksa terus ngantri buat nomer antrian itu, tetiba ada bapak-bapak yang nawarin nomer antrian yang lebih kecil terus disuruh bayar dengan harga tertentu? *tanya aja sih*

    Kalau ada lowongan buat staff desain, kabar-kabar ya mbak...Hehehe

    ReplyDelete
  3. Bagaimana dengan gaji kak? Apakah benar tak sebanyak di software house/IT consultan

    ReplyDelete
    Replies
    1. kemungkinan iya. saya gak tau gaji di software house/IT consultan berapa, tapi kalau disini gajinya ya mengikuti aturan yg ada, S1 sekian rupiah, D3 sekian rupiah

      Delete

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.