Gn. Gede The Series - Pemeriksaan SIMAKSI
<< Cerita sebelumnya
26 Desember 2016
26 Desember 2016
Angkot yang membawa kami berjalan dengan lancar. Hanya butuh waktu sekitar 30 menit untuk menuju basecamp Gunung Putri. Kami sempat berhenti di pasar untuk membeli sayuran seperti bayam, kacang panjang, dan tauge.
Sesampainya di basecamp, kami mulai mempersiapkan diri, mengecek kembali segala perlengkapan. Yang ingin ke toilet, segera ke toilet.
Sekilas aku melihat papan informasi, pendakian Gn. Gede via Gn. Putri hanya berjarak 6 km. Sekali lagi aku merasakan keraguan; bisakah aku sampai puncak? bagaimana jika keraguan ini justru membuatku celaka? tapi aku bisa apa sekarang? kembali ke Jakarta?
Setelah semua orang siap, dari basecamp kami menuju pos pemeriksaan SIMAKSI (Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi). Pos ini tidak terlalu jauh dari basecamp tapi cukup membuatku kelelahan dan detak jantung mulai meningkat.
Sesampainya di pos SIMAKSI, segala perlengkapan kami dicek.
Sesampainya di pos SIMAKSI, segala perlengkapan kami dicek.
Pemeriksaan SIMAKSI |
"Tidak diperbolehkan membawa barang yang mengandung bahan kimia seperti odol, sabun cuci muka, dan sebagainya. Apakah ada yang membawa?"
Jawab saja "TIDAK", toh bapaknya juga tidak akan mengecek masing-masing tas.
"Yang wanita apakah ada yang sedang haid? Kalau iya, mending pulang aja, bobok-bobok cantik. Biasanya wanita yang haid akan kekurangan hemoglobin sehingga akan lemas."
Jawab saja "TIDAK", toh bapaknya juga tidak akan mengecek. Tapi jika memang dirasa badannya tidak sanggup, sebaiknya jangan dipaksakan.
"Apakah semua anggota sudah memakai sepatu? Jika belum, silahkan dipakai."
Bapak itu memandang ke arah kami semua. Ada dua orang yang memakai sandal, aku dan Amel.
"Yah, sepatunya ditinggal di Cibodas, Pak." Bang Irul sebagai anggota yang dituakan sedang melakukan nego dengan bapaknya.
"Kenapa ditinggal? Kan peraturannya disini jelas, harus mengenakan sepatu. Kalian tidak baca? Di hutan banyak pohon dengan akar-akarnya yang besar. Kalau kalian kesandung, kaki kalian akan terlindungi sepatu. Kalau pakai sandal, terus kaki kalian kenapa-kenapa, siapa yang akan bertanggung jawab?" kata Bapaknya galak.
"Kita akan jaga kok Pak. Mohon kebijakannya ya Pak."
"Semuanya juga bilang gitu. Kebijakan saya sudah habis buat yang lain."
"Terus gimana nih Pak enaknya."
"Yaudah sana beli sepatu dulu. Berapa sih harga sepatu? 200ribu juga udah dapat, nggak sebanding sama keselamatan kalian."
"Kita udah nggak ada uang Pak."
"Sewa aja. Di warung pertama dari bawah biasanya menyewakan sepatu."
"Sewa aja. Di warung pertama dari bawah biasanya menyewakan sepatu."
Akhirnya kami mengalah. Aku dan Amel dengan ditemani Bule harus turun menuju warung pertama dari bawah. Dalam hati 'Sial, belum juga naik gunung, tapi rasanya udah capek gini disuruh bolak balik basecamp ke SIMAKSI.'
Sesampainya di warung, yang ada hanyalah sepatu kets dengan ukuran jumbo. Bagaimanalah ini? Masak iya kami harus menggagalkan perjalanan ini hanya karena urusan sepatu?
Bapak pemilik warung pun memberi solusi, "Kalian pakai saja sepatu ini. Nanti setelah agak jauh dari SIMAKSI, kasih saja sepatu ini ke anak saya. Nanti kalian pakai lagi sandal kalian. Sepatu ini hanya untuk lolos SIMAKSI saja."
Aku, Amel, Bule, dan Banjar yang ikut menyusul ke bawah pun akhirnya menjalankan rencana itu. Dan taraaaa...... kami berhasil melewati pos pemeriksaan SIMAKSI dan diperbolehkan untuk melakukan pendakian.
*Pengalaman ini tidak boleh ditiru ya. Sebaiknya dari awal memang menggunakan sepatu gunung karena sepatu memang lebih aman dibandingkan sandal*
Kami pun mulai berjalan. Sementara itu anak pemilik warung pun juga sudah berada di depan sana. Cukup jauh dari pos SIMAKSI, kami pun melakukan transaksi. Sepatu kami kembalikan dan berganti ke sandal :p
Mulai mendaki |
Di awal perjalanan, kami melewati perkebunan warga, sedikit mengembalikan memoriku saat mendaki Gunung Prau di Wonosobo. Perjalanan selanjutnya lebih menantang.
Cerita selanjutnya >>
No comments:
Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^