Kontrol Pasca Melahirkan dan Perpanjang SIM

Monday, April 01, 2019
01 April 2019, Hari ini aku ada jadwal kontrol ke dokter kandungan pasca persalinan 23 Maret lalu. Berhubung jadwal kontrolnya beda dengan si bayi, maka aku berangkat sendiri. Bayi? Ditinggal di rumah, ditemani salah satu simbahnya (adik Bapak).

Meski bukan pertama kalinya, tapi rasanya beraaaaaatttt banget saat harus meninggalkan anak, padahal stok asi lebih dari cukup, tapi mengingat waktu di rumah sakit dia begitu susah minum asip pakai sendok dan belum pernah dikenalkan dot, maka ada rasa khawatir jika si bayi nanti kelaparan karena tidak mau minum asip, takut rewel, nangis terus, dan segala macam kecemasan lainnya.

Akan tetapi, aku ingin percaya pada bayiku; percaya bahwa dia akan mengerti kondisiku dan percaya bahwa dia akan baik-baik saja selama aku tinggal. Dua hari sebelum hari ini, aku mencoba sounding ke dia tiap kali menyusu. Aku tak tahu apakah sounding bisa berhasil untuk anak yang umurnya baru hitungan hari. Tapi lagi-lagi, aku harus percaya pada anakku. Lagipula aku memutuskan untuk tetap bekerja setelah punya anak. Jadi aku juga tak boleh kalah dengan diriku sendiri. Everythings will be OK, cukup serahkan kembali semuanya pada Sang Pemilik Kehidupan, Alloh SWT, nanti Dia yang akan menjaganya. Awalnya mata sudah berkaca-kaca ingin menangis, tapi atas dasar percaya tadi, akhirnya aku bisa berangkat dengan kuat hati.

Pukul 09.15 WIB aku diantar Bapak dengan motor untuk kemudian melanjutkan perjalanan dengan naik angkot. Sebenarnya bisa sih naik motor sendiri, tapi kok agak ngeri, mengingat beberapa waktu yang lalu masih terasa nyeri di jahitan, takut robek atau semacamnya. Bisa juga berangkat bareng suami, tapi terlalu pagi, mending sedikit lebih lama dengan si buah hati.

Sebelum berangkat niat hati ingin menyusui bayi hingga kenyang, tapi apa daya, meski sudah dipaksa-paksa, dia tetap lelap dalam tidurnya. Yasudahlah ya.

Pukul 10.00 WIB aku sudah sampai di rumah sakit dan langsung menuju poli. Suami sudah melakukan registrasi pagi tadi. Di ruang poli, tunggu sebentar hingga perawat melakukan anamnesa; mengkonfirmasi persalinan, bertanya soal nyeri jahitan, mengukur berat badan dan tekanan darah.

Berapa berat badanku? 52kg. WOW. Amazing. Ini mah berat rata-rata waktu dulu masih kerja di Bekasi. Hahaha. Bukan macam orang habis lahiran. Wkwkwk.

Menunggu sebentar lagi karena dokter utama sedang berdiskusi dengan salah satu dokter residen. Sembari menunggu tak ku sangka ternyata suami menghampiriku di ruang poli. Uh senangnya. Dia selalu menemaniku dari awal kehamilan hingga sekarang ini.

Diskusi antardokter telah usai. Tak lama kemudian namaku dipanggil. Aku ditangani oleh dokter residen. Aku ditanya apa yang dirasakan pasca persalinan untuk kemudian dilakukan pengecekan jahitan pada jalan lahir. Masih ada rasa ngilu/nyeri karena memang ada bagian yang lecet. Ujung benang yang terasa saat disentuh pun dipotong (meski masih saja terasa tapi lebih pendek). Kekhawatiranku soal BAB yang bisa merobek jahitan pun aku sampaikan. Kata dokter, semuanya masih aman. Jahitan tidak terbuka. Mungkin butuh waktu seminggu lagi agar nyeri nya tak lagi berasa. Soal hemoroid juga masih wajar, tak perlu cemas berlebihan.

Pukul 10.40 WIB pemeriksaan selesai. Aku tak perlu kontrol lagi dan hanya diresepi Emibion Kap. Melihat waktu yang belum terlalu siang, aku bilang ke suami kalau aku ingin perpanjang SIM. Suami pun siap mengantar. Dia menyarankanku untuk membuat surat keterangan sehat di IGD saja.

Aku menuju IGD, melakukan pendaftaran layaknya pasien umum biasa. Aku menghabiskan waktu sekitar 30 menit untuk menunggu, pemeriksaan TB, BB, dan tensi, serta menunggu lagi hingga terbitnya surat keterangan sehat. Tapi, sebelum surat itu terbit, aku diberitahu oleh perawat senior bahwa surat keterangan sehat yang terbit dari rumah sakit ini tidak berlaku untuk perpanjang SIM. Eladalah, ngapain aku buang-buang waktu disini.

Aku langsung menuju kantor (ruang kerjaku) bermaksud untuk nunut fotocopy KTP dan SIM, masing-masing 2 lembar. Begitu selesai, langsung colek suami untuk segera bergegas mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 11.30 WIB. Takutnya petugas samsat keburu istirahat.

Tak lama, kami sudah berada di samsat yang lokasinya tak jauh dari rumah sakit. Kami langsung menuju informasi, menanyakan bagaimana prosesnya.

"Fotokopi KTP dan SIM sudah ada?" Sudah.
"Surat sehat sudah ada?" Belum. "Buat dulu di sebelah sana, depan SMK".

Kami jalan kaki keluar samsat menuju tempat yang dimaksud. Disana kami diminta untuk menyerahkan fotokopi KTP dan SIM. Selanjutnya, ketemu dengan dokter, ukur tekanan darah, urik-urik, surat sehat selesai dibuat. Biaya yang dikeluarkan Rp 35.000,-

Kembali ke samsat, aku menyerahkan fotokopi KTP dan SIM, surat sehat, dan SIM asli. Semuanya dijadikan satu ke dalam sebuah map disertai formulir yang harus diisi.

Selesai mengisi formulir, aku menyerahkan berkas ke bagian Pendaftaran, selanjutnya ke Pembayaran. Biaya yang dikeluarkan Rp 75.000,- Beres urusan pembayaran, lanjut ke Asuransi. Disana ditawari keikutsertaan asuransi Bhayangkara dengan membayar Rp 30.000,- Karena sifatnya tidak wajib, kami tidak ambil asuransi tersebut. Berkas kembali ke Pendaftaran dan aku diminta menunggu di depan Ruang Foto. Di sesi ini aku menunggu beberapa menit hingga namaku dipanggil bersama dengan 4 orang lainnya. Aku di urutan ketiga. Di dalam ruangan, dilakukan scan jempol telunjuk kanan kiri, tanda tangan digital, dan foto. Selesai, aku keluar ruangan. Tak lama, namaku dipanggil di bagian Pengambilan SIM. Selesai!

WOW. Prosesnya hanya sekitar 30 menit. Aku sampai terheran-heran dengan prosesnya yang begitu cepat, no antri-antri. Entah hari ini memang sedang sepi atau memang setiap harinya seperti itu? Bersyukur sekali aku hari ini.

Sebelum pulang aku dan suami mampir ke Ind*maret, beli Caladine untuk biang keringat si bayi. Suami girang sekali saat nemu Point Cafe, apalagi masih baru, pasti ada promonya. Ku lihat dia duduk santai saat kopinya selesai dibuat, seakan memberi kode 'ngopi-ngopi cantik dulu yuk!' Tapi rupanya dia bisa membaca raut wajahku yang penuh kecemasan meninggalkan anak. Dia pun mengemasi kopinya dan segera mengantarku ke drop point menunggu angkot, sementara dia kembali ke kantor.

Aku sampai rumah pukul 13.15 WIB. Ku lihat anakku sedang dipangku simbahnya sambil mencoba minum asip pakai dot, tanpa tangisan. Ku tanya bagaimana dia selama ku tinggal. Anaknya tak mau tidur, minum susunya lumayan meski belum pintar, beberapa kali BAB dan BAK. Aku pun mengambil alih bayiku, segera menyusuinya agar dia bisa terlelap tidur. Simbahnya pamit pulang, tak lupa ku ucapkan terima kasih banyak padanya.

***

4 comments:

  1. Waaaaahh seneng baca cerita ade disini.. sekali lagi selamat untuk si cantik mungil yaaa... ���� peluuk kangen

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih embaaakkk... Peluuukk juga 😘😘😘

      Delete
  2. Makan telor rebus mah, putihnya aja... ntar jahitannya cepet kering insya Allah.. selamat ya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, kemaren bidannya juga bilang gitu.. Makasih yaaa 😊

      Delete

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.