Week 10 : Janin, ISK, dan Buku KIA

Tuesday, September 11, 2018
Menuju pemeriksaan kehamilan yang kedua, ada sedikit rasa khawatir yang ku rasakan. Pasalnya per tanggal 31 Agustus (menuju UK 8 minggu), aku tak lagi merasakan kembung, mual, muntah. Bahkan aku sempat merasa kekenyangan sepulang dari kondangan. Malamnya aku makan rujak es krim yang di dalamnya ada nanas, buah yang kata orang memicu keguguran.

Sejak hari itu, aku benar-benar merasa baik-baik saja. Aku bisa makan dengan lahap. Tapi keadaan itu justru membuatku merasa takut. Seketika aku merasa bersalah karena sudah makan buah nanas. Pikiran buruk mulai menghantui, jangan-jangan buah nanas yang tak seberapa ku makan itu menimbulkan efek yang tak baik bagi janin. Tapi untungnya tak ada tanda-tanda buruk, seperti flek dan pendarahan. Meski demikian, aku tetap waspada karena menurut info yang aku baca, hamil tanpa mual muntah bisa jadi indikasi janin tidak berkembang.

Aku pun mencari tahu tentang janin tidak berkembang atau istilah medisnya disebut BO (Blighted Ovum). Wallahu 'alam ya, aku hanya mencoba menyiapkan mental jika hal buruk itu terjadi padaku. Ikhlas, pasrah, dan terus berdoa agar semua baik-baik saja.

Beberapa hari kemudian, pikiranku sedikit tenang setelah membaca forum di aplikasi kehamilan. Ada yang bertanya apakah saat hamil harus minum obat penambah darah? Karena penambah darah tersebut justru memicu mual muntah. Seketika aku teringat sesuatu, aku berhenti mual itu setelah obat dan vitamin dari dokter (saat pemeriksaan pertama) sudah habis. Dokter hanya meresepi 20 tablet dan aku sudah menghabiskannya. Langsung penasaran apakah Emibion Kap termasuk penambah darah dan memicu mual. Aku positive thingking saja, mungkin karena sudah tak minum obat, aku jadi tak mual-mual lagi.

Perasaan itu sudah berhasil ku lewati, kejadian lain datang lagi. Aku jadi lebih sensitif dan gampang uring-uringan. Karena itu pula, tiga hari aku menangis, nggak sepanjang waktu sih, tapi lumayan menguras tisu berlembar-lembar.

Selain itu aku juga ada masalah di saluran kemih. Aku bolak-balik ke kamar mandi untuk berkemih. Katanya wajar karena rahim yang semakin membesar. Tapi kok ya berkemihnya nggak tuntas. Searching di google, bisa jadi aku terkena Infeksi Salurah Kemih (ISK). Duh. Yaudahlah nanti dikonsultasikan saat periksa saja.

10 September 2018

Berhubung masih dapat surat kontrol, aku langsung menuju ke Loket Pendaftaran dan dapat nomor antrian ke enam di Poli Obsgin. Sembari menunggu, kerja dulu lah di ruangan. Enak ya kerja di rumah sakit, menunggu antriannya bisa sambil kerja, nanti tinggal jalan aja kalau udah giliran periksa.

Pukul 10.00 WIB aku menelpon Poli, memastikan dokter ada di tempat. Alhamdulillah ada. Sekitar pukul 10.30 aku menuju Poli, ditemani suami. Masuk ke ruangan, aku langsung ke meja perawat, diukur tensi dan berat badan. Berat badanku saat itu 47 kg. Tak berapa lama aku dipanggil ke ruang dokter dan langsung dibawa ke ruang USG.


Alhamdulillah, runtuh sudah kekhawatiranku. Di layar ku lihat si jabang bayi yang mungil. Calon kepala, tangan, dan kaki sudah terlihat. Aku pun bertanya soal detak jantungnya.

Dug dug dug. 

Masyaallah, terharu sekali rasanya.

Akan tetapi, sebenarnya agak kecewa karena dokternya kurang komunikatif. Waktu USG pun hanya sebentar saja. Dan aku sendiri bingung harus bertanya apa. Mendengar dokter berkata 'normal sesuai usianya', rasanya sudah cukup bagiku.

Aku pun mengeluhkan soal berkemih yang tidak tuntas. Karena masih hitungan hari, jadi tak apa kata dokter. Nanti kalau janin makin besar, maka intensitas untuk berkemih juga lebih sering. Dokter kemudian meresepkan Amoksilin untuk mengatasi keluhanku tersebut, tanpa perlu melakukan tes laboratorium.

Ku pikir Amoksilin itu semacam Parasetamol ya, ternyata bukan. Amoksilin merupakan antibiotik yang digunakan untuk meredakan infeksi bakteri, salah satunya bakteri yang menyerang saluran kemih. Selain itu, aku juga diberi resep Profolat.

Selesai konsultasi, aku kembali ke meja perawat dan diberi Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Ku pikir buku itu mintanya harus ke puskesmas atau klinik. Pasalnya sewaktu UK 7 minggu, aku sempat demam, menggigil, pusing, dan suami mengantarku periksa di Puskesmas. Waktu ditanya sudah punya buku KIA atau belum, aku menjawab belum punya dan disarankan untuk minta di Puskesmas yang berada di area sesuai alamat KTP.



Dan ternyata, buku KIA tesebut bisa ku peroleh di rumah sakit. Yey ku senang. Pengen banget punya buku ini karena lihat punya Mbakku dan pernah lihat punya temanku yang saat itu hamil.

Selesai semuanya, kami keluar ruang poli tanpa diberi surat kontrol untuk pemeriksaan selanjutnya. Ya, meskipun aku karyawan rumah sakit ini, bukan berarti aku bisa nego dokter/perawat untuk bisa memberikanku surat kontrol (sehingga tak perlu minta rujukan Faskes 1 lagi). Tapi tak apa, besok-besok bisa minta lagi.

Makasih ya Nak, sudah bertahan sejauh ini. Mari lanjutkan perjuangan kita :)

No comments:

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.