Drama Menyapih Part 1 : Perasaan Ibu

Thursday, March 25, 2021

"Kalau mau beneran disapih, pakai aja tuh pohon yang di belakang rumah. Brotowali, itu kan pahit banget."

"Hmm, kalau pakai pahitan ya nanti dulu."

"Wah, ya berarti kamu nya belum ikhlas."

 ðŸ’”💔💔


Lillahi ta'ala, aku ikhlas kalau anakku memutuskan untuk berhenti nenen sekarang juga. Aku nggak akan menawari dan juga tak akan memaksa untuk nen lagi. Insyaallah, aku rela, ikhlas, ridho. 


Akan tetapi, kalau harus pakai oles-oles pakai pahit-pahitan, minyak, lipstik, dan sebagainya, aku belum ikhlas.

 

Sebenarnya hal yang lumrah ya ketika orang merekomendasikan berbagai cara untuk menyapih anak. Metode "Weaning With Love (WWL)" atau menyapih dengan cinta masih belum popular di kalangan masyarakat. Tapi tetap saja aku merasa kecewa dan cukup sedih ketika ibuku mengucapkan hal di atas. Padahal sebelumnya beliau yang menasehati untuk mengurangi frekuensi menyusu. Ku pikir ibuku akan mendukungku pakai metode WWL.


Tapi, mungkin karena aku sudah cerita kalau aku sudah sejak sebulan lalu mengurangi intensitas nenen, tapi belum ada hasil yang signifikan, jadi ibuku merasa kasihan, dan akhirnya menawari cara pintas. Huft, kompleks sekali ya urusan per-nenen-an ini.


Ku pikir-pikir, tujuan utama dari menyapih kan anak berhenti nen ya, jadi apapun metode nya ya nggak masalah selama tujuannya tercapai. Tapi dengan mengambil jalan pintas, rasanya kayak ada penyesalan gitu nggak sih udah bohong ke anak.


Gimana ya, entahlah, sekarang rasanya lagi kalut. Di satu sisi udah merasa nggak nyaman saat menyusui, di satu sisi masih idealis pengen WWL yang mana salah satu prinsipnya 'jangan menawari tapi jangan menolak'. Selama ini aku nggak menawari, tapi aku juga menolak.


Apa memang harus ku ambil jalan pintas?


Tunggu part berikutnya aja deh! Pelan-pelan, semua ada prosesnya!

No comments:

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.