Mengajari Anak Mengelola Emosi
Anak umur 5 tahun, jatuh dari sepeda langsung nangis histeris, padahal lukanya tak seberapa. Mengadulah ia ke orang tuanya. Apa yang terjadi? Ia justru dimarahi. "Yaelah, luka segitu doang nangis. Udah, diam! Kamu sudah besar, kayak gitu aja nangis, lihat tuh anak tetangga, jatuh nggak nangis!"
Aku di posisi anak, 'Sedih banget. Pengennya disayang, malah kena marah.'
Aku di posisi orang tua, 'Ini anak kenapa sih? Cengeng banget. Udah umur segini kok masih suka nangis terus.'
Aku di posisi orang lain, 'Ya gimana anakmu nggak cengeng, kamu aja nggak ngajari dia gimana mengelola emosi yang baik.'
Waktu anakmu kecil, kamu manja-manja dia. Jatuh sedikit, kau langsung tenangkan hatinya, "Udah ya nggak usah lari-lari ya, nanti jatuh, sakit. Nggak usah nangis ya!" Begitu terus sampai anaknya sudah besar dan kamu mulai sadar sudah bukan saatnya anakmu suka menangis hanya karena hal-hal tertentu yang kesannya sepele.
Harusnya gimana dong?
Ajari dia untuk mengelola emosinya. Saat jatuh, katakan padanya, "It's OK. Nggak apa-apa jatuh. Sakitnya kita obatin ya. Kalau masih merasa sakit, silahkan nangis."
Jangan suka menghentikan tangisan anak > 1 tahun. Biarkan ia mengenali emosinya. Biarkan ia menumpahkan segala yang dirasakan lewat tangisan. Setelah itu, ajari gimana seharusnya ia menyalurkan emosinya. Kalau bisa nya cuma membentak anak untuk diam dari tangisannya, mah, ya udah, bakal gitu terus siklusnya. Nangis, DIAM! Nangis, DIAM!
Halah, tahu apa kamu? Kamu kan belum punya anak seusia anakku!
Yowis.
No comments:
Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^