Tantrum

Tuesday, December 08, 2020

Hari ini anakku tantrum, untuk kesekian kalinya. Bermula saat dia mengantuk dan minta nenen, tapi tak langsung ku kasih karena aku ingin ia membereskan mainannya terlebih dahulu. Kalau kondisi normal, ia tak akan protes, justru dengan senang hati bilang "beresin dulu", bahkan pernah suatu hari, tanpa ku minta ia sudah inisiatif merapikan mainannya. Tapi tidak untuk malam ini. Mungkin karena saking ngantuknya, ia jadi males, dan menangis. Tantrum pun dimulai. Permasalahan lain muncul, ia mengambil HP dan meminta nonton "sesuatu" , sayangnya aku nggak bisa menangkap "sesuatu" itu apa, makin marahlah ia. 


Ku coba berbagai cara untuk menenangkannya. Mulai dari berhitung, tarik napas - meniup, memeluk, tak ada yang berhasil. Akhirnya setelah kurang lebih 30 menit menangis sambil teriak, tangisan nya berhenti. 


Fiyuh!


Suami masuk kamar dan mengabarkan kalau Si Kakek pergi meninggalkan rumah karena tak tega mendengar tangisan cucunya. 


Maaf dan terima kasih ya Kakek (dan juga Nenek) 


Perasaanku mengatakan bahwa 'mungkin di mata mereka aku anak yang ndableg, kok tega membiarkan anak menangis lama, kok nggak bisa menenangkan anak, kok nggak diserahkan ke Kakek-Nenek aja biar tangisan nya cepat reda'. 


Sudah dua kali anakku berhasil diterangkan kakek nya saat tantrum. Bukannya senang, aku justru merasa kesal dan kecewa pada diriku sendiri. Pada akhirnya ku putuskan kalau anak ini tantrum, akan ku biarkan dia menangis di kamar saja. Kalau di luar kamar, takut diintervensi lagi oleh orang tua. Biarlah bodo amat mereka akan beranggapan apa. 


Di usianya sekarang ini, anakku memang rawan mengalami tantrum. Sedikit saja tidak pas dengan keinginannya, dia akan menangis dan mengamuk. Pernah, hanya karena dia gagal menyusun mainannya, dia kesal dan menangis. Semakin dia menangis, semakin gagal mainannya tersusun. Gitu aja terus. Susah ya jadi anak (menuju) dua tahun. Tapi nggak apa-apa, semuanya normal karena usianya memang sedang memasuki tahap perkembangan emosi. 


Emotions are what makes us human.


Aku tak mau proses ini diintervensi. Mungkin aku terkesan tega, tapi ini caraku mengajarkan anak tentang emosi nya. Selain itu, aku merasakan ada manfaatnya mendampingi ia saat tantrum. 


1. Menegakkan aturan 

Seperti yang ku contohkan di awal, aku ingin anakku belajar sebuah aturan. 

"Oh, kalau aku nggak membereskan mainan, ibuk nggak mau kasih nenen." 

"Oh, kalau aku nggak bicara baik-baik, ibuk nggak memberikan apa yang ku inginkan." 


Kalau sering diintervensi, gimana coba? "Ah Ibuk nggak mau ngasih, aku minta ke kakek aja ah. Kakek kan baik." 


2. Meningkatkan kelekatan

Ini nih yang penting. Ketika kita jadi tempat berlabuh saat tantrum nya mereda, kelekatan pada anak akan tercipta. Anak merasa perasaannya diterima dengan baik, dan setelahnya ia akan merasakan pelukan hangat yang bisa menenangkan.


Itulah kenapa aku ingin mendampingi anakku saat tantrum, meskipun ia terlihat menolak saat ku sentuh karena pada akhirnya pelukan akan tetap ia terima di akhir sesi. 


Ketika pelukan itu jatuh ke orang lain, runtuh lah mental ku sebagai ibu, langsung merasa gagal dan bersalah, serta kehilangan kelekatan. "Kok anakku lebih memilih dia daripada aku?" 


😭😭😭



Perjalanan ini masih panjang. Semoga kita bisa melewati bersama ya Nak. Semoga engkau bisa mengelola emosimu dengan baik. 

No comments:

Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^

Powered by Blogger.