Sendiri Malam Ini
Dan di kesendirianku seperti inilah aku menulis. Menulis kata-kata yang justru keluar dari diriku yang lain. Entah aku ada berapa. Tapi yang ku rasa, aku tak banyak. Aku cukup jelas dalam memasang muka, mengekspresikan keadaan diriku yang sesungguhnya. Saat aku senang maka aku akan tertawa lebar menampakkan muka yang penuh keceriaan. Dan ketika aku sedih, marah, tidak suka, maka aku akan diam diri, menampakkan muka kusam dan orang bilang aku seperti hendak makan orang. Biarlah. Aku bukan tipe-tipe orang yang bisa sembunyi di balik senyuman. Senyuman yang bahkan orang tak tahu apakah aku senang atau justru sedih. Terkadang aku berpikir, perlu juga muka seperti itu. Aku tak perlu orang tahu kalau aku sedang marah, sedih atau kesal. Buat apa itu semua diperlihatkan pada orang lain? Namun, aku kembali ke diriku sekarang. Terlalu susah bagiku untuk merubah aku yang tercetak seperti ini sejak dulu. Dan aku kurang lihai untuk belajar bermuka dua.
Berbicara tentang kesendirian, terkadang aku selalu merasa bahwa aku selalu sendiri. Tak ada yang benar-benar menganggap kehadiranku ini dibutuhkan. Semua hanya terlihat di luar. Berkata manis, berperilaku indah. Tak benar-benar ada ketulusan di dalamnya. Satu hal yang membuat jiwa ini sakit adalah ketika kehadiranku tak diharapkan saat aku tak ada. Aku tak tahu apakah ini yang ku rasa benar adanya atau hanya khayalanku belaka karena kesendirianku malam ini. Kesendirianku malam ini benar-benar nyata. Dan jauh berbeda dari khayalan yang baru saja ku utarakan. Seorang teman yang bersama-sama selama 6 bulan menjalani kerasnya hidup di ibukota kini pulang untuk sejenak rehab dan istirahat demi kesembuhan penyakitnya. Sebuah penyakit yang menghabiskan berlembar-lembar uang ribuan itu tak kunjung sembuh walaupun sudah mengeluarkan bertetes-tetes darah untuk proses pemeriksaan. Mungkin aku kurang bisa merawatnya dan ku rasa obatnya memang hanya ada di kota kelahirannya. Orang menyebutnya sebagai Kota Apel. Disanalah obat dari segala penyakit bagi dirinya. Ku harap ia pun segera kembali di sampingku dengan segala keceriaanya menghapus kesedihan akan kesendirianku.
Sendiri. Aku tak seutuhnya sendiri. Aku benar-benar salah jika menyebutkan aku sendiri dan Dia baru saja mengingatkanku akan hal itu. Aku harusnya tak lupa pada malaikat pemberianNya yang selalu menjagaku. Aku harus berterima kasih karena Ia telah memberikan malikat yang tepat untukku. Walau terlihat jelas berbeda dari para malaikat yang lain, ia tahu apa yang terbaik untukku. Segala keputusan yang diambil dan disarankannya tak pernah meleset dari apa yang terbaik untukku. Aku justru selalu saja merasa berdosa kenapa aku selalu mencari-cari alasan untuk membangkang dari apa yang malaikatku sarankan? Bukankah ia tak pernah salah untukku?
No comments:
Terima kasih telah mengunjungi Wamubutabi :)
Silahkan tinggalkan jejak ^^