Pengalaman Pergi ke Pati (Part 1)
Aku mengenalnya bukan sehari dua hari. Kami sudah berteman sejak 5 tahun yang lalu. Berawal dari facebook, ketemu langsung, jadi teman sekelas, teman sekamar, teman setempat magang, teman se-TA, hingga kini kami harus berpisah karena berbeda kota, bahkan beda propinsi. Meski demikian, kami masih sering bertemu karena kami kembali menjadi teman sekelas dan se-skripsi.
Awal mula kenal dengannya (bahkan hingga sekarang), ia amat membanggakan kota kelahirannya, Pati. Saking cintanya, kita bahkan bisa melihat tulisan PATI di jidatnya.
Lima tahun persahabatan kami, baru kali ini aku bisa berkunjung ke rumahnya, di kota tempat ia menghabiskan masa kecilnya. Biasanya, ketika dia pulang kampung ke Pati, aku juga pulang kampung. Ini yang mengakibatkan kami belum bisa mengunjungi satu sama lain. Tapi, kali ini aku sedang tidak ingin pulang, maka jadilah aku ikut dia pulang.
Awalnya kami bingung, harus naik bus, kereta, atau pesawat. Naik bus, sepertinya akan macet karena saat ini banyak perbaikan jalan. Naik kereta, turun Semarang dan harus lanjut naik bus menuju Pati karena di Pati tidak dilalui kereta. Naik pesawat, mahal. Akhirnya pilihan kami jatuh kepada ..... kereta.
Dia pesan kereta pulang pergi Jakarta - Semarang. Pergi dengan kereta Menoreh, pulang dengan kereta Gumarang. Aku terima jadi. Ikut dengan sepenuh hati tanpa banyak komentar dan keluhan.
Menoreh 27 Nov 2015 19:45 Eko 2; 8C
Jumat itu aku berjanji untuk menjemputnya di kantor. Sayangnya aku pulang telat karena di kantorku ada farewell yang membuatku pulang telat. Aku dari kantor pukul 17.25 WIB dan sesampainya aku di kantornya, dia ternyata sudah pulang di kosan naik Gojek. Yasudahlah aku langsung menuju kosannya.
Tanpa ba-bi-bu, kami langsung bersiap diri. Kami harus tiba di St. Pasar Senen pukul 19.00 karena tiket belum kami cetak.
Kami masing-masing membuka HP. Dia memesan ojek via GrabBike. Sementara aku memesan ojek via Gojek. Rasanya ini kendaraan yang cukup efektif dibanding naik taksi yang kemungkinan akan terjebak di kemacetan ibukota. Selain itu, ini pertama kalinya aku menggunakan fasilitas GoRide dari Gojek, kendaraan yang lagi kekinian.
Kami sampai stasiun tepat waktu. Kami cetak tiket dan stand by di peron yang sudah disediakan.
"Kita di gerbong berapa?"
"Gerbong 8." Jawabku.
"Masak sih? Kayaknya aku ga milih gerbong 8 deh."
"Beneran kok."
Ketika kereta datang, kami menuju gerbong 8, mencari nomor kursi 8C & 8D. Kami sudah duduk cantik hingga tiba-tiba kami disapa orang asing.
"Mbak, mbaknya nomor berapa?"
"8C, 8D Pak."
"Wah, ga mungkin Mbak." Kata dia sambil menunjukkan tiket.
Aku pun segera mengeluarkan tiketku dan ....
"Wah, embak gerbong 2 Mbak."
Ku lihat tiketku sekali lagi. EKO 2; 8C
Tetiba aku merasa malu. Duh, kayak baru pertama kali aja naik kereta, ga bisa baca nomor kursi -_- akhirnya aku dan dia berjalan dari gerbong 8 ke gerbong 2. Setelah menemukan kursi kami, akhirnya kami bisa duduk cantik dan pesan nasi goreng seharga Rp. 20.000,-
Kereta melaju dengan gagahnya. Meski demikian, kami telat sampai Semarang. Dari stasiun Semarang Tawang, kami tak lantas naik bus. Rupanya, orang tuanya bersedia menjemput kami. Mereka dari Pati jam 22.00 WIB dan sekarang menemui kami sekitar pukul 03.30 WIB. Mobil kami melaju. Sepanjang jalan aku ditunjukkan banyak tempat.
"Ini masjid agung Demak."
"Kalau kesini, nanti ngelewatin menara Kudus."
Dan tak terasa kami sampai di Pati Bumi Mina Tani.
"Ini SMA ku dulu." Katanya.
"Ini ini. Ini itu."
Sekitar pukul 06.00 WIB, kami tiba di rumahnya. Desa Kuniran. Dekat sebuah SD.
Namanya siapa, punya blog juga nggak. Aku orang pati juga lho
ReplyDeleteini blog temenku yang dari Pati mas;
ReplyDeletehttps://adininggarkhintana.wordpress.com/
Rumah mbah aku jg di desa kuniran.
ReplyDeleteDeket pasar.
kenal Intan gak mbak?
DeleteAku mau ke pati juga dari jakarta ni tp bingung takut dari semarang malah ga ada bis
ReplyDeleteAda bis yang menuju Pati kok kak, tapi mungkin dari stasiun harus ke terminal dulu
Delete