Friday, December 24, 2021

[Resensi] Bedebah di Ujung Tanduk - Tere Liye

Judul : Bedebah di Ujung Tanduk
Penulis : Tere Liye
Penerbit : PT Sabak Grip Nusantara 
Tebal Buku : 415 hlm; 20,5 cm
Kota Terbit : Depok - Jawa Barat 
Tahun Terbit : 2021
Harga : Rp. 89.000,-
Sinopsis Buku:

Di Negeri Para Bedebah, pencuri, perampok, bagai musang berbulu domba. Di depan wajah mereka tersenyum penuh pencitraan. Di belakang penuh tipu-tipu.

Di Negeri Ujung Tanduk, pencuri, perampok, berkeliaran menjadi penegak hukum. Di depan, di belakang, mereka tidak malu-malu lagi.

Tapi setidaknya, Kawan, dalam situasi apapun, petarung sejati akan terus memilih kehormatan hidupnya. Bahkan ketika nasib di ujung tanduk. Dia akan terus bertarung habis-habisan bersama sahabat sejati. Karena esok, matahari akan terbit sekali lagi. Bersama harapan.


***

Apa ekspektasimu terhadap buku ini? Kalau aku, ku pikir Bujang akan membantu Thomas menyelesaikan konflik di negara asalnya. Dan ternyata tidak sesuai ekspektasi, haha. Bujang memang membantu Thomas, tapi tidak di negara Thomas dan tidak pula di keluarga shadow economy.


Thomas baru saja menyelesaikan transaksi keuangan terhebat yang pernah ia lakukan. Ada kebanggaan tersendiri ketika dia bisa berhasil menuntaskan transaksi yang rumit. Akan tetapi, dia tidak sadar bahwa transaksi tersebut sangat berbahaya. Ia telah membantu salah satu keluarga shadow economy untuk membeli pegunungan. Yang ia tidak tahu, di pegunungan itu ada satu kelompok yang sudah ada sejak dulu, yang tak ada satu orangpun yang mengusik, yaitu kelompok Teratai Emas. Thomas pun diburu oleh kelompok tersebut. Sangat kebetulan, saat itu ia tengah bersama Bujang, Tuan Salonga, dan Junior. Mereka pun kembali menyatukan kekuatan dan mengumpulkan bala bantuan. Di petualangan kali ini, turut hadir Nyonya Ayako, istri dari Tuan Yamaguchi, tak ada yang mengira ternyata dia adalah seorang ninja hebat.

Thursday, December 23, 2021

Pengalaman Tes Mantoux di Puskesmas

Bulan Oktober lalu, salah satu anggota keluarga yang tinggal serumah denganku, dinyatakan positif TB. Umurnya saat itu masih 5,5 tahun. Saat mengetahui hal tersebut, aku bingung, kalut, takut, karena bagaimanapun aku punya anak yang usianya 2,5 tahun dan sangat kontak erat. Wajar dong ya, kalau aku takut anakku ketularan, apalagi BB nya seret dan makannya susah. Waktu itu aku kepikiran untuk screenning anakku juga, tapi ternyata hanya sebatas wacana. Seiring berjalannya waktu, aku berdamai dengan keadaan, dan yaudahlah, tanpa ada tindak lanjut.


Bulan Desember, tanggal 5 hari Minggu sore, anakku mulai demam, lanjut batuk dan pilek. Tanggal 11 ingus nya sudah mulai menguning kental. Ku pikir sudah mau sembuh, ternyata belum. Tanggal 13 aku ketularan. Aku demam, batuk, dan pilek, tapi sudah mendingan karena minum obat dari dokter. Tanggal 17, anakku kembali demam selama 3 hari, dan masih batuk dan pilek. "Harus ke dokter nih!" kataku. Tapi karena saat itu aku juga sedang kepikiran ibuku yang sedang rawat inap, akhirnya ku tunda dulu.


Aku baru ke puskesmas hari Senin, tanggal 20 Desember. Saat itu anakku sudah tidak demam, tapi pileknya masih dan sesekali batuk. Aku juga mengeluhkan tangan anakku yang gatal. Bidan yang memeriksa menyarankan untuk tes darah karena dikhawatirkan terkena DBD, apalagi kasusnya memang sedang tinggi.


Anakku hebat sekali, saat diambil darahnya dia tidak menangis. Dengan berani pula dia melihat jarum suntik yang menusuk tangannya. Alhamdulillah hasilnya masih di angka normal. Tapi tetap dirujuk untuk bertemu dengan dokter umum.


Saat bertemu dokter, kami ditanya apakah ada riwayat kontak TB? Aku jawab ya. Dokter pun menanyakan ke rekannya, apakah bisa jika anakku di tes mantoux. Ada riwayat kontak TB dan sudah batuk pilek selama 2 minggu.


Ku semangati anakku karena lagi-lagi jarum suntik harus menembus kulitnya. Alhamdulillah dia sangat kooperatif sekali. Dia terlihat menahan tangisannya. Ku bilang padanya, kalau sakit nangis aja nggak apa-apa. Akhirnya pecah juga tangisannya setelah tangannya selesai disuntik. Kami diminta untuk datang lagi hari Kamis untuk melihat hasilnya.

sesaat setelah disuntik

Kali ini, aku sudah di level pasrah. MISAL, dia ternyata positif, ya sudah, kita obati. Mau nunggu sampai kapan hingga berani untuk ke dokter? Sampai berat badannya di garis merah? Jadi ya, sebenarnya aku sedikit bersyukur dipaksa keadaan untuk melakukan tes mantoux. Oia, karena kami pakai BPJS, tes ini gratis.


Setiap harinya kuperhatikan tangan yang dilingkari hitam, bekas suntikan. Alhamdulillah tidak terlihat ruam atau apapun. Meski demikian hidungnya tetap meler.


Hari Kamis kami kembali ke puskesmas. Anakku tuh bersemangat sekali. Entahlah dia sangat excited ketemu dokter atau dia senang karena biasanya ditinggal kerja, kali ini diajak jalan-jalan (ke puskesmas).


Alhamdulillah dokter menyatakan anakku negatif TB dan ada kemungkinan pileknya itu karena alergi. Karena ditunggu berhari-hari pileknya tetap bening dan juga, selama di puskesmas hidungnya sama sekali tidak meler. Kami pun diberikan obat alregi. Semoga cocok dan segera sembuh pileknya. Bangkit lagi selera makannya. Tambah lagi berat badannya. Aamiin.

hampir 72 jam setelah disuntik