Saturday, September 25, 2021

Saat Kamar Berantakan

Anakku sudah 2,5 tahun. Ingin rasanya membuatkan jadwal harian untuknya, agar aktivitas bermain ada unsur belajarnya. Aku sudah nyicil cari berbagai jenis kegiatan dan beli tray/nampan untuk meletakkan mainan. Tapi apa daya, aku belum bisa menjalankan rencanaku.


Melihat kamar yang sudah sesak, penuh dengan barang dan mainan, rasanya udah bingung duluan mau mulai atur dari mana. Idealnya, mainan yang di-display adalah mainan yang dijadwalkan untuk seminggu kedepan (jadi tidak semua mainan dikeluarkan karena anak jadi tidak fokus karena terlalu banyak mainan). Tapi aku bingung, mainan yang nggak ada dijadwal mau ditaruh mana? Ingat, aku belum tinggal terpisah.


Pada akhirnya, mainan tertumpuk di pojokan. Anakku main ya sesuai kehendaknya. Main ini sebentar, lanjut main itu. Jadilah semua berhamburan.


Aslinya nggak apa-apa kamar berantakan. Tapi kalau kondisi capek, apalagi sudah jam tidur tapi anak masih mau main, apalagi main yang berantakan macam playdoh kering, rasanya HIH. Tapi yaudahlah.


Bangun tidur, lihat kamar berantakan oleh mainan, rasanya males banget. Tapi, saat aku membereskannya dengan sadar, ternyata, rasanya menyenangkan. Mengembalikan buku ketempatnya, membereskan puzzle, mengumpulkan playdoh. Ada rasa syukur, 'Alhamdulillah, anakku sehat, mainan yang ku belikan, dimainkan dan bermanfaat.'


Sabar. Sabar. Semoga dalam waktu dekat bisa pindah rumah sehingga bisa lebih leluasa mengaturnya.

Tuesday, September 21, 2021

Menjadi Dokter

Pagi tadi, saat berjalan menuju ruang kerja, di depan ku ada dua orang dokter koas memakai baju warna warni, langsung membayangkan anak gadisku kelak akan memakainya juga. Mata ini jadi berkaca-kaca. Kayak "Hah, anak yang ku lahirkan, kini sudah besar."

Aku tidak menargetkan anakku untuk jadi dokter. Biarlah kelak dia menentukan sendiri mau jadi apa. Biaya ada, otak mumpuni, tapi kalau hati tidak terpanggil, pasti akan berat tuk menjalaninya.


Yang bisa ku lakukan sebagai orang tua, hanyalah mendoakan, memfasilitasi, memotivasi, agar ia semangat belajar, mengejar apa yang dia inginkan.

Friday, September 10, 2021

Menggunting dan Menempel

Beberapa waktu yang lalu, aku beli baju yang berhadiah worksheet. Baju belum pernah dipakai dan worksheet pun juga belum serius dimanfaatkan. Malam ini aku coba salah satu lembar kerja menggunting dan menempel. Alhamdulillah, bocahnya tertarik.

Semua berjalan lancar. Anakku semangat menempel, bahkan pengen ikut menggunting juga.

Kurang satu bagian (kaki kiri), dia meminta jeda. Dia ingin memainkan mainan yang lain.

Tak lama, dia bisa menyelesaikan semua bagian. Dia pun membalik lembar kerja dan mengoleskan lem. 'Buat apa?'

Ternyata dia kepikiran untuk menempel hasil kerjanya di dinding.

Setelah itu, dia melepaskan satu persatu bagian yang ada di lembar kerja, untuk kemudian ditempel ke lantai. 'Entah apa maksudnya kali ini?'


Semua bagian sudah tertempel di lantai. Kemudian dia lepas lagi dan menjadikannya sebagai perban.

Sekian.

Hasil observasi:
  1. Anak ini sudah paham, bagian ini harus dipasang dimana, bagian itu dimana.
  2. Ada keinginan kuat untuk meletakkan bagian agar tidak keluar dari garis. Tapi manajemen penggunaan lem nya masih kurang, kadang terlalu sedikit, kadang terlalu banyak, sehingga dia kesulitan untuk bisa memasang bagian dengan tepat. Awal-awal dia masih bisa santai "Ini gimana sih Ibuk?" lama-kelamaan dia frustasi, lalu teriak dan menangis.
  3. Berinisiatif tinggi dan kreatif. Aku tidak kepikiran kalau hasil kerjanya bisa ditempel di dinding dan sesudahnya bisa dijadikan perban.
  4. Rentang waktu fokus, menurutku sudah lumayan. Nggak begitu gampang terdistraksi.

Thursday, September 09, 2021

Main Dimana?

 

Main kotor-kotoran kok di kamar sih?

Ya maklum lah, kami tinggal di rumah orang tua yang sangat menjunjung tinggi nilai kebersihan, kerapian, dan keindahan. Ada barang-tidak-sedang-dipakai tidak berada pada ditempatnya, langsung dibereskan.


Oleh karena itu, demi menjaga kuping agar tidak panas, hati tidak berdebar kencang, dan tentu saja bisa bermain dengan tenang dan nyaman, kami memutuskan untuk bermain di dalam kamar saja. Di dalam kamar, ku bebaskan anakku bermain apa saja, tentu tetap dalam pengawasan.


Coret-coret di tembok, di kasur, di tangan, di kaki, silahkan. 

Berlatih menggunting tapi hasil guntingannya berantakan, nggak apa-apa. 

Main pasir sampai pasirnya menyebar ke karpet, it's okay.


Segala yang kotor, bisa dibersihkan, segala yang berantakan, bisa dirapikan, meski tidak harus saat itu juga.


Di usia anakku yang hampir 2,5 tahun, dia suka sekali memainkan banyak hal. Imaginasinya mulai berkembang. Yang cukup terasa, emosinya sedang meledak-ledak. Mainan digeser sedikit dari tempat semula, dia bisa marah tidak terima. Semua harus seijin dia dan seringnya dia akan menolak kalau mainannya akan dibereskan (meski sudah tak dimainkan). Ya sewajarnya anak seusianya lah.

Mengajari anak beberes, tentu saja ku lakukan. Tapi ya jangan pasang ekspektasi terlalu tinggi, berharap selalu bersih dan rapi. Selama mata anak terbuka, maka ia akan selalu berpikir 'main apa nih sekarang?' Dan aku benar-benar nggak masalah atas kondisi seperti ini. Yang aku permasalahkan adalah ketika baru mulai bermain sudah terdengar peringatan "Awas ya, nanti harus diberesin. Kalau enggak, nggak usah main lagi, mainannya dibuang aja."

Saturday, September 04, 2021

Berhenti Insecure Soal Perkembangan Anak

Lihat ibu-ibu posting anaknya di media sosial bikin insecure ya Bunda. Anak usia segini sudah bisa ini dan itu. Sementara anak kita gini-gini aja. Auto pengen beli mainan edukasi nggak sih? Begitu dibeliin, eh anaknya nggak tertarik. Yah 😌


Tenang Ibu-ibu, Anda tidak sendirian, karena aku pun demikian. Apa jangan-jangan cuma aku aja. Hahaha.


Walaupun sudah melekat dalam hati untuk tidak membandingkan anak sendiri dengan anak orang lain, tapi tetep aja ya kan.


Walaupun sadar kalau yang diposting di media sosial hanya yang baik-baik saja, tapi tetep aja ya kan.


Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Sabar dan fokus pada anak kita. Fokus pada apa yang sudah anak kita bisa, bukan pada apa yang belum ia kuasai. 


Ada anak usia 3 tahun sudah bisa baca ABC dan belajar mengaji, sementara anak kita dikasih buku aja kabur-kaburan. Sabar, semua ada waktunya, mungkin memang belum saat nya. Seperti dulu ia bayi, langkah pertama setiap anak kan beda-beda, ada yang 10 bulan bisa jalan, ada yang 12 bulan, 15 bulan, dan seterusnya.


Intinya, gitu aja sih 😋


Btw, hari ini main pewarna lagi dan lumayan takjub dengan karyanya. Lumayan lah anak 2 tahun 5 bulan sudah bisa bikin garis lurus begini. 


Gimana? Bikin insecure nggak? Biasa aja? Anaknya malah udah bisa menggambar, mewarnai? Yaudah nggak apa-apa, kan fokus nya pada anak sendiri.


Nih, anakku juga udah bisa mewarnai, lututnya sendiri dan lutut ibunya. Wkwkw. 

Friday, September 03, 2021

Kertas 'Perban'

Sudah jam 22.00 WIB, mata sudah sepet, tapi dia belum mau tidur. Ada saja yang ingin ia mainkan.


Ia menemukan papan puzzle yang isinya sudah entah kemana. Papan tersebut terbuat dari kertas. Karena tak ada puzzle yang bisa ia pasang, dia copoti pinggiran papan. 

'Eh kok kayak perban ya, pura-pura sakit ah, entar di perban.' begitu  batinnya. 

Ia mulai memasang perban 'ala-ala' ke sikut dan ke lutut. 

'Eh kok nggak nempel ya, pakai lem kali ya.' 

"Ibu, lem nya dimana?" ia bertanya setelah mencoba mencari tapi tak menemukannya. 

Setelah mendapatkan lem, dia pun mengoleskan ke kertas 'perban' dan ditempelkan ke bagian yang luka, ke sikut, ke lutut dan ke dahi. Nempel sih, tapi gampang lepas. 


Tak lama kemudian, ia tak kuat menahan kantuk nya, akhirnya tidur. 

Sekian. 

Bebas Berkreasi

Dear Anakku, 

Berkreasilah sesuka hatimu.

Lakukan apapun yang bisa membuatmu senang, selama masih di jalan yang benar.




Yang kotor masih bisa dibersihkan.

Yang basah masih bisa di lap.

Buatlah kenangan indah sebanyak-banyaknya.

Selama Ibu mampu, Ibu akan terus mendukungmu.