Monday, March 29, 2021

Drama Menyapih Part 2 : Rencana VS Realita

Rencana

 

Sejak usia 18 bulan, aku sudah mulai sounding anakku untuk berhenti nenen. Menjelang tanggal 23 selalu ku jelaskan padanya. "Adek, besok tanggal 23 umur adek udah 18 bulan. Nanti kalau udah 2 tahun berhenti nenen ya. Sekarang masih ada 6 bulan lagi. 6 bulan lagi kita berhenti nen ya." Berulang terus tiap bulan, hingga kurang 1 bulan.


Februari akhir, aku mencetak kalender bulan Maret. Ku beri tahukan ke dia kalau tanggal 23, ia akan ulang tahun, sudah 2 tahun. Dia pernah menghadiri acara ulang tahun tetangga. Jadi mungkin dia udah ada gambaran ulang tahun itu apa; tiup lilin dan potong kue. Ku jelaskan juga kalau di tanggal tersebut, kita akan berhenti nen. Setiap hari kita beri tanda centang untuk hari yang sudah dilewati. Sounding ulang berkali-kali, "Nen nya kurang sekian hari lagi."

 


Dari umur 21 bulan, aku mulai mengurangi intensitas nen. Nen kalau pulang kerja, mau tidur, dan malam kalau kebangun. Selebihnya kalau bisa dialihkan, dialihkan dulu, kalau tidak bisa baru diberikan. Ternyata hal ini memberikan efek samping, ASI ku berkurang, khususnya ketika anakku usia 23 bulan. Untuk mancing LDR butuh waktu yang lama dan ketika datang nggak lama 😕 Keadaan ini membuatku merasa tak nyaman saat menyusui anak, berasa ngempeng doang. Sebenarnya ada rasa bersalah, tapi udah terlanjur. Jadi aku benar-benar mantap untuk mengakhiri momen mengASIhi ini tepat di hari ulang tahunnya.


Realita

 

H-3 Uti yang momong anakku selama aku kerja, mengabari kalau beliau ingin pergi menemui saudara selama beberapa hari. Otomatis aku harus ke rumah orang tuaku. Disana ada sepupuku (bude anakku) yang bisa bantu momong. Kami kesana berangkat hari Minggu.


Hari pertama (H-1) berjalan lancar. Dia nggak rewel saat bersama bude nya. Padahal sebelumnya jarang banget ketemu. Hari kedua (H) dia mulai merajuk "mau sama ibuk aja". Aku merasanya anak ini kurang merasa nyaman dengan budenya. Ya karena emang nggak terbiasa. Tiba-tiba dititipkan ke orang asing gimana sih rasanya.


Kondisi itu yang membuatku galau, jadi lanjut sapih atau tidak. Teorinya kan 'jangan melatih anak (toilet training, sleeping training, atau apapun itu) saat terjadi perubahan kondisi di keseharian anak (pindah rumah, sedang sakit, ortu sering lembur, dsb.). Pada akhirnya, saat ulang tahunnya tiba, aku masih lanjut menyusuinya.


Akan tetapi, setiap pagi aku ditanya ibuku,"Gimana semalam? Udah nggak nen lagi?" Begitu tahu aku masih ngasih nen, mulai keluar lah petuah itu 'brotowali, plester, lipstik'. Apa yang aku rasakan? Tertekan. Aku masih menyusui tapi jadi nggak fokus. Kepikiran banyak hal, kalut, stress, nggak nafsu makan. 


Segitunya ya, lalu apa yang terjadi? Part berikutnya ya!

Thursday, March 25, 2021

Drama Menyapih Part 1 : Perasaan Ibu

"Kalau mau beneran disapih, pakai aja tuh pohon yang di belakang rumah. Brotowali, itu kan pahit banget."

"Hmm, kalau pakai pahitan ya nanti dulu."

"Wah, ya berarti kamu nya belum ikhlas."

 ðŸ’”💔💔


Lillahi ta'ala, aku ikhlas kalau anakku memutuskan untuk berhenti nenen sekarang juga. Aku nggak akan menawari dan juga tak akan memaksa untuk nen lagi. Insyaallah, aku rela, ikhlas, ridho. 


Akan tetapi, kalau harus pakai oles-oles pakai pahit-pahitan, minyak, lipstik, dan sebagainya, aku belum ikhlas.

 

Sebenarnya hal yang lumrah ya ketika orang merekomendasikan berbagai cara untuk menyapih anak. Metode "Weaning With Love (WWL)" atau menyapih dengan cinta masih belum popular di kalangan masyarakat. Tapi tetap saja aku merasa kecewa dan cukup sedih ketika ibuku mengucapkan hal di atas. Padahal sebelumnya beliau yang menasehati untuk mengurangi frekuensi menyusu. Ku pikir ibuku akan mendukungku pakai metode WWL.


Tapi, mungkin karena aku sudah cerita kalau aku sudah sejak sebulan lalu mengurangi intensitas nenen, tapi belum ada hasil yang signifikan, jadi ibuku merasa kasihan, dan akhirnya menawari cara pintas. Huft, kompleks sekali ya urusan per-nenen-an ini.


Ku pikir-pikir, tujuan utama dari menyapih kan anak berhenti nen ya, jadi apapun metode nya ya nggak masalah selama tujuannya tercapai. Tapi dengan mengambil jalan pintas, rasanya kayak ada penyesalan gitu nggak sih udah bohong ke anak.


Gimana ya, entahlah, sekarang rasanya lagi kalut. Di satu sisi udah merasa nggak nyaman saat menyusui, di satu sisi masih idealis pengen WWL yang mana salah satu prinsipnya 'jangan menawari tapi jangan menolak'. Selama ini aku nggak menawari, tapi aku juga menolak.


Apa memang harus ku ambil jalan pintas?


Tunggu part berikutnya aja deh! Pelan-pelan, semua ada prosesnya!

Tuesday, March 23, 2021

Orang Baik

Pernah nggak sih, ketemu orang baik, yang meski tak mengenalmu, ia dengan suka rela menolongmu? Aku pernah, baru beberapa hari yang lalu. Nih lihat bapak yang pakai baju biru.

Hari Minggu kemarin, kami berencana pergi ke rumah orang tua. Sebelum berangkat, suami mengecek mobil. Kata dia, 'Ada yang aneh, mobilnya nggak mau ngangkat. Mungkin bensinnya habis.' Setelah diisi, alhamdulillah mobil bisa jalan. 


Bismillah kami tetap berangkat, meski suami tetap mengeluh mobilnya nggak enak. Mesinnya beda dari biasanya, ternyata businya lepas. 


Kami mampir dulu di pom bensin untuk isi bahan bakar. Selesai diisi, mobil tak mau di-starter. Suami mulai panik. Aku akhirnya turun mobil dan mengatakan ke petugas kalau mobil kami mogok. Kebetulan disana ada Pak Satpam yang langsung ambil ancang-ancang untuk mendorong mobil kami. Sementara itu, pengendara mobil yang ada di belakang kami, alih-alih membunyikan klakson karena kami cukup lama tak bergerak, ia justru turun dari kemudi dan ikut mendorong mobil kami. Dialah Si Bapak Baju Biru.


Mobil kami didorong sampai pinggir jalan. Kata Bapak itu, 'tunggu ya, saya isi bensin dulu, nanti saya bantu.' begitu kurang lebihnya.


Sambil menjaga anakku, aku menatap haru pemandangan itu. Begitu Allah sayang kami, Dia mendatangkan orang baik untuk menolong kami. Aku hanya bisa berdoa semoga kebaikan Bapak itu terbalaskan juga dengan kebaikan.


Alhamdulillah, mobil kami bisa menyala kembali. Ku tanya suami, kok nggak ngasih imbalan. Kata dia, 'Udah, tapi dia menolak. Kata dia, dia udah sering bantu, dan sering ditolong orang juga." MasyaAllah.

Usia 24 Bulan

Akhirnya sampai di usia 24 bulan alias 2 tahun ya. Nangis banget waktu diingatkan Google foto anak ini sesaat setelah lahir. Kayak 'Hah secepat ini!', meski kenyataannya setiap waktu yang terlewati dilalui dengan penuh perjuangan. Saat ia sakit, saat BB nya tak naik sesuai kurva, saat ia tumbuh dan berkembang berusaha melewati semua milestone nya, ya Allah, terima kasih atas segalanya.
 


Bulan ini rasanya tak banyak perkembangan yang terlihat.

Mengenal Warna

Sekarang anak ini sudah mampu membedakan warna dengan tepat, yang mana merah, hijau, kuning, biru, pink, orange, ungu, hitam, putih, dan abu-abu. Sebelumnya asal nyeletuk warna apa, sekarang sudah bisa menyebutkan dengan benar.


Cara ngajarinnya gimana?

Kasih tahu, terus diulang-ulang sampai khatam.

"Kerudung Ibuk warna apa? Ku-ning. Sama ya kayak warna ciduk."

"Warna kuning mana ya? Ini dia warna kuningnya."

 "Ibuk pake baju warna apa dek? Ku-ning."

Lama-lama dia akan ngeh itu warna kuning dan warna lainnya. 


Bisa Buka Kulkas

Pencapaian terbaru sih ini. Dia suka saat kulkas terbuka, apalagi kalau mainan lampu. Dia paham sekali di dalam kulkas ada banyak makanan dan minuman. Dia suka meminta orang dewasa untuk membukakannya.

 

"Buka. Buka. Buka."

Kalau tidak ada yang merespon, dia akan teriak "Bukaa. Bukaa. Bukaaaaa."

Sambil teriak dia akan menarik pintu kulkas dan taraaaa pintu kulkas terbuka.

Kuat ya anak Ibuk!


Merasa Keren

Anak ini sedang suka menguji kemampuannya sendiri dan kalau berhasil wajahnya terlihat bahagia seakan berkata 'Aku keren ya!'


Misal buka tutup botol (yang awalnya ku pikir ia tidak akan bisa karena lumayan keras), eh ternyata dia bisa. Membuka kran air, mencoba melepas celana sendiri, dan sebagainya.


Tugasku sebagai orang tua, memberikan ia kesempatan untuk melakukan sesuatu secara mandiri, memberi semangat saat ia gagal, dan mengapresiasi usahanya saat ia berhasil melakukannya.


***


Mungkin ini postingan terakhir tentang milestone bulanan. Menuliskannya dari usia 13 - 24 bulan membuatku lebih aware dan perhatian pada perkembangan anak.

Monday, March 01, 2021

Berjuang

Pukul 20.30 WIB anak ini belum mau beranjak tidur padahal sudah mengantuk. Ia justru ingat mainan pasir dan ingin memainkannya. Aku yang sudah tak mau kalau harus bersih-bersih, malas sekali mengambilkan mainan pasir yang ada di atas lemari.


Ambil jangan? 


Ku katakan padanya untuk main besok saja. Dia merengek. Yah, kalau cuma merengek atau menangis sih aku nggak akan kalah. Udah kebal dengan rayuan berupa tangisan. Tapi kali ini ia tak hanya sekedar menangis. Ia mengambil toples kecil dan meletakkan dekat lemari. 


Untuk apa? Untuk menambah ketinggian nya sehingga bisa menggapai mainan pasir di atas lemari. 


Apakah bisa? Tentu saja tidak. Lihatlah tinggi lemari ini. Pasir ada di tray warna putih. Dia belum setinggi itu untuk menggapai nya, apalagi cuma dibantu toples kecil. 


Sambil merengek dia berkata,"Ibu bisa. Ibu bisa. Payus (menyebut nama sendiri) nggak bisa. Nih. Nih. (Tangannya masih sambil menggapai ke atas)." 


Akhirnya ku ambilkan mainan pasir dan kami bermain bersama. Yeay. 


Bukan kalah atau menang, bukan masalah tega atau nggak tega, tapi aku menghargai usahanya. Ia sudah berjuang mendapatkan apa yang dia inginkan.


***


Hallo Anakku Sayang,

Terima kasih sudah berusaha, berjuang mendapatkan apa yang kamu impikan.

Kelak di masa mendatang, tantangan yang akan kamu hadapi jauh lebih besar. Tetaplah semangat mengejar mimpimu. Jangan berhenti. Mungkin Ibu tidak bisa membantumu secara langsung. Tapi Ibu akan selalu mendoakanmu.


“Hasbunallah wani’mal wakiil” (Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah sebaik-baik Sandaran)