Saturday, December 26, 2020

Hari Kejepit

Sedihnya kerja di instansi yang menerapkan enam hari kerja. Kalau ada libur di hari Jumat tidak bisa menikmati long weekend karena hari Sabtu tetap masuk seperti biasa. Begitu pula akhir tahun 2020 ini, libur Hari Natal tanggal 24 dan 25 Desember, dan libur tahun baru tanggal 31 Desember dan 1 Januari. Keduanya jatuh di hari Kamis dan Jumat. Menyebalkan adalah ketika di hari Sabtu alias hari kejepit tidak diperbolehkan mengajukan cuti. Apalagi aturan tersebut mendadak baru keluar di tanggal 23 Desember.

 

Aku rencana pergi ke rumah orang tua selama liburan. Tadinya mau cuti tanggal 26 Desember, tapi ku pikir pasti banyak yang mengajukan cuti, akhirnya ku putuskan untuk mengambil cuti tanggal 2 Desember saja. Tapi begitu dengar aturan tanggal 24 Desember - 8 Januari tidak boleh mengajukan cuti, akhirnya kalang kabut, ubah rencana. Tanggal 23 Desember sore langsung pergi ke rumah orang tua.


Kamis, Jumat libur. Sabtu gimana? Mau berangkat kerja, anak sama siapa? Mau ijin saja, takut cutinya ditolak dan dianggap bolos.


Sebenarnya, aku bisa saja menitipkan anakku ke tetangga seperti bulan-bulan sebelum Corona melanda. Tapi, ada krisis kepercayaan dari keluarga suami, yang mana kalau dititipkan ke orang lain, anaknya nggak keurus dan jadi sakit. Suami juga cenderung mendukung aku untuk bolos saja, jaga anak, toh cuma sehari. Tapi jauh di lubuk hatiku, ada perasaan mengganjal disana.


'Apa aku datang absen saja ya? Setelah itu langsung pulang.' terbesit ide seperti itu. Tanya ke suami, dia mengijinkan. Aku juga tanya ke ibuku, apakah bersedia menjaga anakku sebentar. Ternyata ibuku menyanggupi dengan mantap hati. Aku jadi lega. Kenapa nggak seharian saja dengan ibuku? Karena sedari awal, beliau sudah wanti-wanti nggak mau momong cucu. Bahkan sebelum aku menikah, ibuku sudah mengatakannya. Aku jadi garuh (rikuh) kalau mau nitip anak.


Akan tetapi, rencana berubah. Dari yang tadinya mau absen aja, jadi setengah hari. Setidaknya kelihatan lah kalau masuk kerja. Kalau ada apa-apa nanti bisa diremote dari rumah. Dan karena aku hanya kerja setengah hari, sementara suami sehari penuh, maka kami berangkat dengan motor masing-masing.


Sekian lama, dua tahun lebih, aku berangkat kerja bareng suami terus, kemana-mana juga sama suami, hari ini bisa motoran sendiri rasanya bahagia sekali. Berasa nostalgia dengan masa-masa sebelum menikah, yang mana selalu sendirian kemana-mana. SERU!!!

 

Sepulangnya aku ke rumah, disuguhi pemandangan seperti ini. Alhamdulillah, dia tidak merepotkan simbahnya. Anak baik :)

Wednesday, December 23, 2020

Usia 21 Bulan

Bulan ini termasuk bulan yang berat dalam pengasuhan anak. Perkembangan emosi nya terlihat sangat pesat hingga membuat ku sering menghela napas panjang.


Bertindak Sesuai Kehendak 

Tiap kali melakukan sesuatu, anak ini tidak bisa dikasih tahu. Pokoknya harus sesuai apa yang diinginkan. Dia ingin belajar sebab akibat dengan merasakan apa yang dirasakan, bukan dari apa yang ia dengar. Semakin dilarang, semakin semangat untuk melakukan nya. 


Contoh:

"Jajan nya jangan ditumpah ya." 

Tetap saja ditumpah kan nya, bahkan ketika ku mulai tegas pun, dia tetap melakukan nya. 


Posesif

"Aku sayang ibuk. Ibuk adalah milikku. Tak ada yang boleh menyakiti ibuku, termasuk menyentuh nya." Demikianlah yang ingin ia sampaikan ke bapaknya. Kalau Si Bapak tetap memaksa pegang ibuk, dia akan teriak "Jaangaaaan. Gak boleeeh." 


Semua Serba Ibuk

"Pokoknya ibuk. Nggak mau yang lain." 

Apa saja, kalau ada ibuk, semua harus ibuk. Membukakan jajan, menyalakan HP, mencuci tangan, semuanya. 


Sebenarnya ini tanda kelekatan yang baik yah. Si anak bergantung pada ibunya. Tapi jujur, benar-benar melelahkan. Ya kalau anaknya nurut sih masih mending, tapi kan sekarang masih fase ngeyel, nggak bisa dikasih tahu. Apa-apa harus ibu, tapi nggak mau dengerin apa kata ibu. Huh, benar-benar menguras emosi, jadi gampang marah. 😔😔😔 Minta tolong suami buat gantian jaga, anaknya nggak mau dong 😌😌😌 kan aku jadi 😵😵😵


Tapi nggak apa-apa, semua pasti akan berlalu. 


Berimajinasi

Terlalu sering nonton HP ternyata ada manfaatnya juga. Salah satunya bisa memberikan gambaran drama yang ada di kehidupan. Misalnya 

- Beli dan makan eskrim

- Pakai perban saat terjatuh


Dari tontonan tersebut, kami pun mulai bermain peran. 

"Aduh sakit, teban (perban)." 


Kemudian melihat barang/mainan/rumput, dia akan menganggapnya sebagai eskrim. Sayangnya, 'eskrim' tersebut benar-benar masuk mulut. Jadilah ia sering memasukkan barang-barang ke mulutnya, dan ketika dilarang dia akan tetap melakukannya. 


Sabar. Sabar. 


Bisa Menyusun 2 atau 3 Kata

"Mau nen" 

"Yuz (menyebut namanya sendiri) nta (minta)" 

"Yok naik obil yuk."

"Peyut ibuk nyi." (perut ibuk bunyi) 

"Ni hape ibuk ni."


Dia mulai berusaha menyusun kalimat panjang tapi masih belum jelas. Pengucapan untuk beberapa kata pun masih belum terdengar tepat, tapi nggak apa-apa, sedang belajar. 

 

Suka Berbagi

Anak ini kalau punya sesuatu, misal makanan/mainan, ia akan membagikan kepada ibu atau bapaknya. Misal lagi main eskrim,"Ini bapaknya (buat bapak), ini fayuz."

 

Pernah juga tetangga menawari setoples kue nastar. Dia mendekat dan mengambil kue. Ambil satu pakai tangan kanan, kemudian bilang "satu lagi" terus ambil pakai tangan kiri. Setelah itu dia mendekat padaku, terus bilang "Ni Ibuk" sambil memberikan satu kue. Ya Allah, manis banget.

Saturday, December 19, 2020

Perihal Barang Lungsuran

Beberapa waktu yang lalu, tetangga datang membawakan seplastik celana bekas layak pakai yang diberikan untuk anakku. Padahal sebelumnya ia sudah memberikan baju, jilbab, dan juga sepatu. Tetangga ini memang dikenal suka memberi. Berbagai jenis makanan suka sering dibagikan kepada kami sekeluarga.

Seneng ya, punya tetangga seperti ini. Tapi, tahu nggak sih, lebih dari 50% baju anak pertamaku ini kebanyakan lungsuran, bahkan sejak ia bayi. Popok, kain bedong, dan segala perlengkapan bayi milik sepupunya ia kenakan. Semakin besar, ia mendapatkan baju dan segala macamnya dari pemberian tetangga sekitar.
 
Aku sungguh sangat berterima kasih, tapi jauh di lubuk hatiku ada perasaan yang susah dijelaskan. 
 
1. Kenapa anakku? 

Apakah karena ia selalu mengenakan baju yang itu-itu saja? 

Apakah karena baju yang dipakainya terlihat kekecilan? 


Aku memang jarang membelikan baju untuk anakku karena aku sadar ruang penyimpanan kami terbatas. Area bebas kami hanya di kamar saja. Apabila ada barang baru, maka barang lama harus keluar agar tidak penuh. Nah aku bingung, barang lama kami mau ditaruh dimana? Itulah sebabnya aku jarang beli baju, baik untuk diriku sendiri, maupun untuk anakku. Jadinya ya pakai baju yang itu-itu saja. Tak masalah. 


Lalu kenapa harus anakku? Kenapa nggak didonasikan aja ke yang benar-benar butuh? Karena rasanya masih ada yang lebih membutuhkan dibandingkan kami.


Tapi, mari berbaik sangka! Keluarga terdekat itu kan tetangga. Jadi daripada ribet kemas dan kirim untuk donasi, kenapa nggak dikasih ke keluarga terdekat aja?! Dan kenapa anakku, ya karena dari segi usia dia yang paling mendekati dan mungkin cocok dengan style anakku. Lagipula, memberi itu tanda sayang kan? Terima kasih tetangga 😊


2. Insecure dan Beban

Baju yang diberikan untuk anakku kondisinya masih bagus-bagus. Apa mungkin mereka telaten merawat baju seperti halnya ibu mertuaku? Yang kalau ada noda harus direndam seharian? Yang bajunya harus diikat saat dicuci agar tidak melar? Aku? Mana sempat, keburu rebahan 😂 Bagiku, yang penting dicuci bersih. Kalau ada sisa noda, yaudah nggak apa-apa. Kalau melar, ya beli lagi. 


Kalau baju itu aku yang beli, rasanya nggak masalah ya. Tapi kalau pemberian dari orang lain, rasanya jadi beban. Kok baju itu di aku jadi tidak terawat, jadi cepet melar, jadi kelihatan tidak cantik, keliahatan kotor, dan sebagainya. Kok kayak nggak menghargai yang memberi ya.


Tuh kan, nggak cuma jadi insecure, tapi jadi overthinking juga. Duh! 


3. Merasa Bersalah ke Anak

Aku sebagai orang tuanya kok kayak nggak mampu memberikan sandang untuk anak. Kenapa ia mendapat sesuatu yang bekas padahal bisa saja dapat yang baru. Gimana perasaannya kalau ia selalu mendapat lungsuran, baik baju maupun mainan. Kalau diberi pilihan, aku pun pasti lebih milih sesuatu yang baru dibanding yang bekas, meski nggak masalah juga sih kalau pakai yang bekas.


Seperti itulah kiranya rasa yang ku rasakan. Mungkin kelihatan berlebihan, tapi nggak apa-apa, semua perasaan ini valid. Berhubung semua barang sudah diterima, mari kita ambil manfaatnya saja. Tak lupa bersyukur, oke? Budgeting untuk baju kita alihkan saja ke dana pendidikan. Eh, tapi kalau budgeting untuk mainan, tetep dong, meski mainan lungsuran juga banyak banget!

Tuesday, December 08, 2020

Tantrum

Hari ini anakku tantrum, untuk kesekian kalinya. Bermula saat dia mengantuk dan minta nenen, tapi tak langsung ku kasih karena aku ingin ia membereskan mainannya terlebih dahulu. Kalau kondisi normal, ia tak akan protes, justru dengan senang hati bilang "beresin dulu", bahkan pernah suatu hari, tanpa ku minta ia sudah inisiatif merapikan mainannya. Tapi tidak untuk malam ini. Mungkin karena saking ngantuknya, ia jadi males, dan menangis. Tantrum pun dimulai. Permasalahan lain muncul, ia mengambil HP dan meminta nonton "sesuatu" , sayangnya aku nggak bisa menangkap "sesuatu" itu apa, makin marahlah ia. 


Ku coba berbagai cara untuk menenangkannya. Mulai dari berhitung, tarik napas - meniup, memeluk, tak ada yang berhasil. Akhirnya setelah kurang lebih 30 menit menangis sambil teriak, tangisan nya berhenti. 


Fiyuh!


Suami masuk kamar dan mengabarkan kalau Si Kakek pergi meninggalkan rumah karena tak tega mendengar tangisan cucunya. 


Maaf dan terima kasih ya Kakek (dan juga Nenek) 


Perasaanku mengatakan bahwa 'mungkin di mata mereka aku anak yang ndableg, kok tega membiarkan anak menangis lama, kok nggak bisa menenangkan anak, kok nggak diserahkan ke Kakek-Nenek aja biar tangisan nya cepat reda'. 


Sudah dua kali anakku berhasil diterangkan kakek nya saat tantrum. Bukannya senang, aku justru merasa kesal dan kecewa pada diriku sendiri. Pada akhirnya ku putuskan kalau anak ini tantrum, akan ku biarkan dia menangis di kamar saja. Kalau di luar kamar, takut diintervensi lagi oleh orang tua. Biarlah bodo amat mereka akan beranggapan apa. 


Di usianya sekarang ini, anakku memang rawan mengalami tantrum. Sedikit saja tidak pas dengan keinginannya, dia akan menangis dan mengamuk. Pernah, hanya karena dia gagal menyusun mainannya, dia kesal dan menangis. Semakin dia menangis, semakin gagal mainannya tersusun. Gitu aja terus. Susah ya jadi anak (menuju) dua tahun. Tapi nggak apa-apa, semuanya normal karena usianya memang sedang memasuki tahap perkembangan emosi. 


Emotions are what makes us human.


Aku tak mau proses ini diintervensi. Mungkin aku terkesan tega, tapi ini caraku mengajarkan anak tentang emosi nya. Selain itu, aku merasakan ada manfaatnya mendampingi ia saat tantrum. 


1. Menegakkan aturan 

Seperti yang ku contohkan di awal, aku ingin anakku belajar sebuah aturan. 

"Oh, kalau aku nggak membereskan mainan, ibuk nggak mau kasih nenen." 

"Oh, kalau aku nggak bicara baik-baik, ibuk nggak memberikan apa yang ku inginkan." 


Kalau sering diintervensi, gimana coba? "Ah Ibuk nggak mau ngasih, aku minta ke kakek aja ah. Kakek kan baik." 


2. Meningkatkan kelekatan

Ini nih yang penting. Ketika kita jadi tempat berlabuh saat tantrum nya mereda, kelekatan pada anak akan tercipta. Anak merasa perasaannya diterima dengan baik, dan setelahnya ia akan merasakan pelukan hangat yang bisa menenangkan.


Itulah kenapa aku ingin mendampingi anakku saat tantrum, meskipun ia terlihat menolak saat ku sentuh karena pada akhirnya pelukan akan tetap ia terima di akhir sesi. 


Ketika pelukan itu jatuh ke orang lain, runtuh lah mental ku sebagai ibu, langsung merasa gagal dan bersalah, serta kehilangan kelekatan. "Kok anakku lebih memilih dia daripada aku?" 


😭😭😭



Perjalanan ini masih panjang. Semoga kita bisa melewati bersama ya Nak. Semoga engkau bisa mengelola emosimu dengan baik. 

Tuesday, November 24, 2020

[Resensi] Selamat Tinggal - Tere Liye


Judul
: Selamat Tinggal
Penulis : Tere Liye
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 360 hlm; 20 cm
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2020
Harga : Rp. 85.000,-
Sinopsis Buku:

 

Kita tidak sempurna. Kita mungkin punya keburukan, melakukan kesalahan, bahkan berbuat jahat, menyakiti orang lain. Tapi beruntunglah yang mau berubah. Berjanji tidak melakukannya lagi, memperbaiki, dan menebus kesalahan tersebut.

 

Mari tutup masa lalu yang kelam, mari membuka halaman yang baru. Jangan ragu-ragu. Jangan cemas. Tinggalkanlah kebodohan dan ketidakpedulian. "Selamat Tinggal" suka berbohong, "Selamat Tinggal" kecurangan, "Selamat Tinggal" sifat-sifat buruk lainnya.


Karena sejatinya, kita tahu persis apakah kita memang benar-benar bahagia, baik, dan jujur. Sungguh "Selamat Tinggal" kepalsuan hidup.


Selamat membaca novel ini. Dan jika kamu telah tiba di halaman terakhirnya, merasa novel ini menginspirasimu, maka kabarkan kepada teman, kerabat, keluarga lainnya. Semoga inspirasinya menyebar luas.


***


Buku ini rasanya segar sekali, berbeda dari buku Tere Liye lainnya. Latar belakang waktu dan tempat terasa sangat dekat dengan pembaca, bahkan mungkin pembaca bisa merasakan dan mengalami apa yang terjadi sesuai alur cerita buku tersebut.


Baru membaca Bab 1, pikiranku seakan ditarik mundur 10 tahun yang lalu, dimana dulu aku dan kawanku pergi ke Pasar Senen untuk membeli buku kuliah dengan kualitas rendah dan harga murah alias B-A-J-A-K-A-N.


Ya, buku ini menceritakan tentang Sintong, sang penjaga toko buku bajakan. Dia seorang mahasiswa yang belum lulus-lulus karena tak kunjung mengerjakan skripsi. Hidupnya tak lagi menggairahkan sejak patah hati pada cinta pertamanya. Akan tetapi, dia masih punya kesempatan satu semester saja untuk menyelesaikan skripsinya. Dia pun mulai bangkit. Semangatnya kembali membara, mengumpulkan setiap informasi demi mendukung data di skripsinya. Dalam perjalanannya, Sintong menemukan banyak kepalsuan, sama halnya dengan buku bajakan yang ia jual.


***


Baca buku ini, kita harus siap-siap tersindir (bagi yang merasa sih);

1. Para pembaca dan pembeli buku bajakan.

2. Seseorang yang suka posting di media sosial dengan gaya yang glamor, ternyata barang yang dipakai KW semua.

3. Orang-orang yang suka mengomentari film kesukaan padahal hasil download di internet (bukan dari aplikasi legal)

4. Orang yang suka streaming pertandingan/liga dari media ilegal

 

Aku termasuk yang tersindir. Pernah beli buku bajakan dan juga suka nonton film/drama yang beredar di internet.


Tapi khusus buku bajakan, kacau banget sih, asli. Aku pernah datang ke pameran buku di daerahku, tempatnya di area milik pemerintahan, tapi buku yang dijual ada yang bajakan. Taunya dari mana? Ya masak iya, di tempat yang sama, dengan judul yang sama, penulis yang sama, cover yang sama, harga yang dijual berbeda. Aku nggah ngeh buku apa saja, tapi yang jelas Tere Liye adalah salah satunya. Satu harganya Rp 30.000, satu lagi harganya Rp 65.000, padahal covernya sama persih loh. 


"Yang penting kan isinya. Nggak peduli kualitasnya gimana."


Ya benar juga. Tapi para penulis dan orang-orang di belakangnya (editor, penerbit, dsb) nggak akan mendapatkan keuntungan apapun, padahal mereka yang punya karya. Kalian tega? Kalian ikhlas kalau karya kalian diambil oleh pihak yang tidak bertanggung jawab?

Monday, November 23, 2020

Usia 20 Bulan

Perkembangan Bahasa Meningkat

Anak mengalami peledakan kosakata dari umur 18 - 24 bulan. Perkembangan ini bertahap, nggak langsung tiba-tiba bisa bicara menyusun kalimat dengan lebih dari 2 kata. Nah, yang terlihat sekarang ini, anakku mulai suka mem-beo alias mengulang apa yang ku katakan. Nggak semua kata mau dia ucapkan, tapi aku yakin dia paham.


Kata-kata yang sudah pernah diajarkan, tapi waktu diajarin dia tidak merespon, cenderung diam, kini bisa dia sebutkan. Contohnya saat main flashcard dia pegang gambar buah kiwi.

"KIWI"

"Ki-wi"

Ku ulang-ulang terus, tapi dia diam saja. Kemarin ku tanya, "Ini apa?"

"Uwi." kata dia.

😭

Bukti bahwa sebenarnya di otak dia sudah tersimpan banyak memori kosakata, hanya saja nunggu waktu yang pas untuk dikeluarkan.


Akhiran "r" Berubah jadi "s"

Kosakata yang diucapkan mulai meningkat, hanya saja pengucapannya masih belum jelas. Satu hal yang menarik perhatianku yaitu kata dengan akhiran "r" diucapkannya jadi "s". Contohnya:

kamar => kamas

kejar => kejas

Allahu Akbar => Aloh abas

kumur => kumus

lempar => lempas

luar => luas 


Eh, ternyata lumayan beragam juga ya kosakatanya, banyak dan bervariasi. Tinggal dilatih saja pengucapannya.


Suka Bilang "Ga Mau"

Adek maem ya? Gak mau.

Adek gosok gigi yuk? Gak mau.

Gemes banget 😭😭😭 Levelnya masih di level "Ih, kok lucu amat, anakku udah bisa bilang gak mau", belum di level "kok susah amat diatur."


Awal mulanya saat ku suapi dia tapi susahnya minta ampun, ku ajari dia; "Gak mau, Bu." Eh keterusan. Waktu digodain bapaknya juga dia sudah bisa bilang gak mau. Lucu banget.


 

Welcome to "Terrible Two"

Meski belum genap usia 2 tahun, rasanya udah mulai terlihat tanda-tanda "Terrible Two". Pertama, dia sudah bisa bilang 'gak mau' dan 'jangan'. Kedua, dia akan menangis kalau keadaan tidak sesuai dengan keinginannya. Pernah dia duduk di keset, dia bilang "duduk.duduk.duduk." sama bapaknya, tubuhnya diangkat (biar nggak duduk di keset). Ngamuk dong dia. Nangis sampai badannya dingin. Padahal juga udah dibiarin kalau mau duduk di keset, ya duduk aja, tapi kayaknya udah sakit hati sih, jadi nangis ajalah.

 

Sudah Tahu Malu 

Kalau lihat bapaknya keluar kamar mandi dengan telanjang dada, lihat ibunya ganti baju, atau lihat temennya angkat baju sampai perutnya kelihatan, dia bilang "malu."


Pintar sekali anakku 😆


Perihal Makan

Anak ini, misal sedang disuapi tapi dia menolak dan ogah-ogahan, kemudian aku berubah ekspresi seperti sedang menahan emosi, dia tiba-tiba bilang "maem. maem." terus mau lagi maemnya. Sepertinya dia sedang menguji emosi apa gimana ya (?) atau sebenarnya dia memang sudah tak mau lagi, tapi karena takut dimarahi dan bikin kecewa jadi mau lagi disuapi.


Di lain kesempatan, dia minta sesuatu misal buka tutup botol, sementara tanganku sedang membawa sendok siap menyuapi, kemudian ditolaknya. Tapi ketika ku bilang, "Ini maem dulu, nanti Ibuk buka botolnya." Eh, dia nurut dong. Kayak lagi belajar sebab akibat gitu. 'Oh kalau aku mau makan, nanti permintaanku dipenuhi.'


Pernah juga, di suatu sore, dia sudah nenen, lanjut ku beri makan. Baru beberapa suap, kok udah minta nenen lagi. Dia merengek. Tapi dengan tegas ku tolak, "Gak mau! Habisin dulu maemnya, baru nen lagi."

 

Suapan pertama. Mau, tapi habis itu "nen. nen."

Aku gak boleh kalah.

Suapan kedua. Mau, tapi habis itu "nen. nen." (udah mulai merengek lagi)

Karena kasihan, aku bikin kesepakan baru, "Lima suapan lagi ya?"

Dia mau, tapi dengan amat sangat terpaksa. Aku sudah khawatir gimana kalau dia muntah gara-gara ku paksa makan. Suapan keempat dia sudah hampir menyerah. Udah mulai nge-gas. Antara kasihan dan nggak mau kalah, akhirnya suapan kelima kuahnya aja. Selesai. Setelah itu nenen. Eh setelah nenen, ku suapi masih mau dong, lumayan tambah tiga suap.

 

Makanan Pedas 

Dia suka "mengganggu" orang makan, tiba-tiba mendekat, ambil sendok kemudian menyuapi dirinya sendiri atau cuma ambil lauknya aja. Nah kalau kebetulan yang diambilnya makanan pedas, kami sudah peringatkan di awal, tapi dia akan tetap mengambilnya, dan disuapkannya ke ibu. Hmm. Modus sih sebenarnya, kayak sedang mengukur diri sendiri 'kira-kira beneran pedas nggak ya? aku bisa makan nggak ya?' setelah itu dia mencicipi makanan tersebut. Kalau kepedesan dia akan langsung minta minum. Kalau menurut dia nggak terlalu pedas, dia akan memakannya lagi.


Haha. Gemesh.


Bisa Ditinggal Aktivitas Lain

Kalau sebelumnya ditinggal nangis atau kami nya yang khawatir meninggalkan anak, kali ini bisa lebih aman untuk ditinggal. Misal ke kamar mandi sebentar, ditinggal sholat juga dia anteng, nggak was-was lah karena dia juga udah mulai paham mana yang boleh dimainkan mana yang tidak.

Friday, October 23, 2020

Usia 19 Bulan

Satu bulan berlalu. Apa ya yang terlihat signifikan di bulan ini? Rasanya tertutup oleh sakit yang datang secara beruntun. Niat hati pergi ke Puskesmas untuk imunisasi DPT ulangan, eh malah tertunda, karena

1. Demam Dengue

2. Kaki terkilir

Bulan kemarin udah lincah mau lari, bulan ini belajar lagi. Bulan lalu, traking kenaikan BB nya sudah membaik, bulan ini hanya naik 1 ons. Alhamdulillah, tetap bersyukur dengan keadaan saat ini.


Mau Main Mainan

Sebelumnya mainan menumpuk di pojokan, mungkin karena anaknya kurang tertarik jadi dibiarkan begitu saja. Ku coba pindahkan kotak mainan di tempat yang mudah ia jangkau. Ternyata dia mau bermain. 


Dia main transfer kelereng dari satu mangkok ke mangkok yang lain. Setiap kali berhasil, ku beri semangat "YEEAAAYYY" sambil tepuk tangan. Dia pun jadi ikut bersemangat dan memainkannya terus. Saking semangatnya, bangun tidur yang dicari "ndok. ndok." -- sendok.

Dia juga suka permainan cangkir yang dibalik dan menebak cangkir mana yang ada kelerengnya. Kalau lagi main sendiri, nanti dia yang akan membalik cangkirnya, membukanya, dan bilang "kosyong." 

"Ibu. Ibu. Ibu." minta ibunya main juga.


Selain itu, dia juga suka main mobil-mobilan (milik sepupunya). "Obing. Obing." 

 

Meski sudah mau main mainan, tapi HP tetap jadi barang kesukaan. Kalau dulu tontonannya lagu-lagu berbahasa Indonesia, sekarang dia suka nonton konten berbahasa Inggris; Elmo, The Wheel On The Bus (Bipp bippp), Old MacDonald Had a Farm (iyaiya), dan sebagainya.


Mulai Mengenal Warna

Warna pertama yang dikuasainya adalah hitam. Ketika diperlihatkan spidol dan ditanya "item mana?" dia akan menunjukkan warna yang benar. Meski belum bisa menyebutkan warna yang lain, dia sudah sadar akan kesamaan warna. Misal buka beberapa spidol, dia bisa menutup kembali spidol dengan pasangan tutupnya dengan tepat. Kalau salah ambil tutup, dia akan membukanya kembali dan menutup dengan tutup yang sesuai.

 

Suka Menyanyi

Bulan lalu sudah mulai suka bernyanyi, tapi baru sepenggal-sepenggal. Sekarang udah hampir full 1 lagu bisa mengikuti. Lagu kesukaannya:

Tik tik bunyi hujan

Topi saya bundar

Burung kakak tua

Cicak-cicak di dinding

 

Belajar Mengucapkan Dua Suku Kata

Nggak tau sih ini masuk kategori atau bukan, tapi dia bisa berkata:

Bapaaak, sakit.

Adeekk, nangis. 

Mbaaah, bebek.

Kucing bobok. 

Hape mana?


Suka Menyamakan Obyek di Foto

Anakku sudah kenal konsep "SAMA" sekitar umur 17 bulan menuju 18 bulan. Waktu itu aku menunjukkan gambar kepik di flash card dengan tempat sikat gigi bentuk kepik juga. "Kepik. Sama ya? Sama kan?" Sejak saat itu konsep tersebut semakin berkembang.

 

Nah, di usia 19 bulan ini, dia suka banget nunjuk-nunjuk foto di dinding lalu menyamakan dengan obyek aslinya.

"Bapak. Sama." sambil nunjuk bapaknya.

"Akung. Sama."

"Uti." pergi ke belakang, nyari Uti.

Waktu Om nya datang, dia mau digendong, dan mengajak ke figura yang ada gambar Om, hanya sekedar untuk bilang "Sama. Om. Sama."

 

HAHAHA.

Friday, October 09, 2020

Terjatuh

Selasa (06/10) menjelang pukul 11:00, saat kerja, suami dikabari orang rumah kalau anak kami baru saja terjatuh dan kakinya sakit untuk jalan. Kami yang belum melihat kondisinya beranggapan kalau Si Kecil lagi ingin dimanja saja, minta gendong terus. Lagi pula kalau ada yang sakit dia selalu menunjukkan lutut nya yang dulu pernah terinfeksi bakteri.


Akan tetapi dugaan kami salah. Begitu sampai rumah, ku lihat anakku tak mau jalan. Bukan tak mau, melainkan kaki kanan nya sakit saat menginjak lantai. Ku lihat tak ada lecet, lebam, ataupun bengkak. Semua terlihat normal. Tapi saat ku pegang betis bawah dekat pergelangan kaki, dia menyerang kesakitan. Akhirnya untuk mobilitas dia minta gendong, mandi pun harus duduk di kursi.


Syukur alhamdulillah dia nggak rewel, nggak lantas minta gendong terus, masih aktif main meskipun hanya diam di tempat. Sedih rasanya. Biasanya dia suka jalan kesana kemari, kali ini pergerakan terhambat. Sebenarnya dia ingin jalan, tapi begitu kakinya napak di lantai, terasa sakitnya. 


Hari kedua, masih belum bisa jalan. Tapi sudah mau merangkak menirukan kambing yang berjalan. Curhat kesana-kemari, kami disarankan untuk membawanya ke dokter orthopedi.


Hari ketiga, Kamis (08/10) kami pergi ke Puskesmas (padahal seminggu yang lalu baru kesana, harusnya kesana untuk imunisasi DPT ulangan, malah ada saja kendalanya). Sekitar pukul 08.30 WIB kami sudah di ruang Pelayanan Anak dengan bidan yang sudah stand by. Diukur BB dan TB, nggak ada perubahan dari seminggu yang lalu. 


Kami menuju ruang pemeriksaan. Saat diperiksa, bidan tidak menemukan tanda kegawatdaruratan. Tidak ada bengkak, lebam, dan semacamnya. Kakinya pun masih bisa digerak-gerakkan. Jadi kemungkinan hanya terkilir biasa. Kami disarankan untuk melakukan fisioterapi mandiri untuk anak kami. Dipijat-pijat pakai minyak, dikompres air hangat, biar ototnya rileks. Orang tua harus sabar dan terus motivasi anak agar mau jalan lagi.


Kapan bisa sembuh? Tergantung tingkat toleransi rasa sakit yang dimiliki anak. Bisa cepet, bisa juga lama. Karena bisa saja anak jadi trauma, nggak mau jalan, karena nggak mau sakit. Akhirnya kami hanya diberikan obat pereda nyeri.


Malam harinya, anakku terlihat lebih semangat. Dia merangkak kesana kemari mengikutiku. Sedih sih, kayak "kok balik jadi bayi lagi? padahal kan udah bisa lari." Tapi nggak apa-apa, dia anak kuat, dia anak hebat. Tak lama lagi pasti bisa jalan lagi!

Thursday, October 01, 2020

Ternyata Demam Dengue!

Hari kedua demam ternyata tak seindah hari pertama. Anak jadi lebih rewel, minta sesuatu dengan menangis, menangis, dan menangis.


Aku mulai memberikan parasetamol, tapi kok nggak ada efek yang berarti, masih tetap panas di hari ketiga. Aku mulai galau, "Anak ini kenapa ya? Tubuhnya sedang melawan virus apa ya?" karena kalau hanya commond cold, dia gak batuk, gak pilek. Ingus bening hanya meler sesekali, nggak sampai bikin dia susah nafas dan susah tidur. Kalau besok masih panas, akan kami bawa ke puskesmas.


Bangun tidur di hari keempat, ternyata suhu nya masih tinggi. Fix nih diperiksain. Tapi habis mandi suhunya berangsur turun. Kadang anget lagi, tapi normal kembali. Maklum, pakai "tangan-meter" jadi hasilnya labil dan gak obyektif. Setelah galau jadi atau enggak, akhirnya jadi aja.


Kami berangkat sekitar pukul 07.45 WIB. Sesampai sana cek suhu terlebih dahulu, alhamdulillah sudah di angka normal 36.4 C. Kami dapat antrian nomor 2. Alhamdulillah nggak lama loket pendaftaran dibuka dan alhamdulillah lagi di ruang Pelayanan Anak, ibu bidannya udah stand by, tinggal ganti baju APD aja. Pengalaman sebelumnya, kami harus menunggu lama.


Aku merasa cocok dengan Ibu Bidan nya. Edukasinya mantap dan nggak langsung kasih antibiotik. Sejalan seirama lah, bahwasanya anak demam yang paling penting adalah rehidrasi alias minum. Kalau cuma dikasih penurun panas tapi minumnya dikit juga harus waspada. Kemudian lihat fisik anak (BB dan TB) itu dasarnya pencatatan di KMS. Kalau masih di grafik hijau, tak perlu khawatir. 


Setelah menyampaikan keluhan, Ibu Bidan memberikan rujukan untuk tindakan laboratorium. Aku menuju ruang laboratorium dan perjuangan pun dimulai. Aku memeluk erat anakku saat petugas mengambil darah. Dia nangis berontak, tapi semuanya berjalan lancar. Setelah jarum dilepas, tangisnya hilang. Kami harus menunggu hasilnya sekitar 30 menit. 


Kami berjalan berkeliling. Alhamdulillah anaknya aktif dan ceria, nggak ada lemesnya sama sekali. Sesekali minta gendong, tapi kemudian turun kembali.

Pukul 09.10 WIB hasilnya sudah keluar. Kami segera konsultasikan ke Ibu Bidan, tapi oleh Ibu Bidan dirujuk ke Poli Umum karena ternyata IgM Dengue hasilnya positif samar. Akhirnya kami harus menunggu lagi. Untungnya dokter baru saja selesai visite, jadi kami menunggu tidak terlalu lama.


Kami sampaikan hasil laboratorium, ditanya apakah ada batuk pilek? mual muntah? Diare? Tidak ada. Dokter menyarankan agar perbanyak minum, jangan sampai dehidrasi. Akhirnya kami diberi resep parasetamol dan multivitamin. Tapi dokter memberi ultimatum "Kalau demamnya berkepanjangan disertai mual dan muntah, langsung ke IGD, rawat inap!"


SEMOGA TIDAK!

SEHAT! SEHAT!

 

Ya Allah Ya Tuhanku, Tuhan dari segala manusia dimuka bumi, berikanlah kesembuhan kepadanya, angkatlah penyakitnya, dan jadikanlah penyakit yang ia derita sebagai pelebur dosa. Hanya kepadamu lah kami meminta kesembuhan, kesembuhan yang tak ada kambuh lagi.” ( H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Update cerita :

Sore hari sepulang dari Puskesmas kemarin, aku merasa ada yang berbeda dari anakku. Tangan dan kakinya teraba dingin, seperti kalau habis berolahraga, dingin dan lembab. Pikiranku kemana-mana, aku takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Aku makin kalut lihat tingkah polah anakku, dia menjadi "fragile", gampang pecah. Segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendaknya, dia marah.

Malam hari, sebelum tidur, yang dingin tidak hanya kaki tangannya saja, tapi juga tubuhnya. Sekitar pukul 24.00 WIB anakku terbangun dan seperti orang kesetanan, naudzubillah, dia menendang ke segala arah, dipegang tidak mau, pokoknya serba salah. Lelah menangis akhirnya dia tidur lagi dengan nenen.

Ya Allah, aku takut banget.

Pagi hari lihat cuitan dr.Apin di twitter yang sedang membahas demam, salah satunya Demam Dengue yang bisa saja mengakibatkan syok atau kekurangan oksigen ke jaringan tubuh. Panik, panik, panik. Apalagi setelah konsultasi via Alodokter. TAKUT. TAKUT. TAKUT.

Pengen periksa lagi, tapi nggak tega kalau harus ambil darah lagi. Tapi takut banget kalau terlambat penanganannya. Tolong aku harus gimana?

Tuesday, September 29, 2020

Demam di Usia 18 Bulan

MasyaAllah,

Setelah beberapa bulan anakku terbebas dari demam dan common cold, akhirnya mereka datang kembali. Terakhir itu saat usianya 12 bulan, inget banget soalnya sampai menginfeksi ke mata (mata jadi bengkak dan berair), hingga harus minum antibiotik. Alhamdulillah sembuh meski harus drama sekali minum obatnya.


Kali ini mau cerita karena ada sesuatu yang memorable. Jadi anakku dari hari Sabtu (26/09) beberapa kali bersin dan sempat meler cairan bening di hidungnya. Nggak ada demam dan masih bisa main seperti biasa. Hari Minggu juga demikian. Nah Senin sore aku merasa ada yang beda. Sore pulang main biasanya dia lahap makan kok ini agak susah. Malah minta nenen dan tertidur dari jam 17.30 sampai jam 18.00an. Disitu dia udah mulai demam, tapi masih aktif.

 

Dia tidur lagi jam 22.00 WIB sampai benar-benar ngantuk baru mau tidur. Beberapa kali dia terbangun untuk nenen. Biasanya dia akan tertidur lagi setelah nenen, tapi tidak untuk malam ini. Jam 03.00 WIB dia terbangun.

 

"Buuuukkk." dia membangunkanku.

"Innn.. Innn.." minta dinyalakan lampu. 

Ku tawari tidur lagi tapi dia tetap merengek minta lampu kamar dinyalakan.

"Kuuu. Kuuu. " minta diambilkan buku.

Ku ambilkan buku tapi karena nyawaku belum terkumpul, akhirnya aku tidur lagi.

"Buuuukkk. Kinnccii. Apeeenngg. Buuuuukk"

"Iyaa." akhirnya aku membuka mata. Pokoknya merem-melek nemenin dia yang lagi ON. Kalau aku ketiduran, dia akan memanggilku "Buuuuuuk."


"Itu.. ituu." Kali ini dia minta diambilkan spidol warna.

"Ini.. inii." Dia minta tutup spidol dipasangkan di jari kecilnya.

Sambil ku tidur, dia udah corat-coret kakinya. 


Lihat ada HP, dia minta diputarkan YouTube. 

"Buuukk. Hapee. Kukuk. Kukuk." 

"Topii saya bundang. Bundang topi sayaa.." dia asyik nyanyi sendiri.


"Buuukk. Boulon. Byola."

"Oh, balon, bola." 


"Inn. Inn." minta lampu kamar dimatikan. Mau nenen lanjut tidur. Tapi ternyata habis nenen masih belum bisa tidur, akhirnya "Inn. Inn." minta lampu dinyalakan. Terus minta ambil ini dan itu.


 Akhirnya tidur lagi jam 04.20 WIB.

Hasil corat-coret

***


Aku bersyukur banget sih. Dibanding dia minta nenen sepanjang malam, mending kayak gini, disuruh ini itu, ambil ini itu. Mana manggilnya manis banget "Buuuuukkk", merengek hanya kalau aku nggak langsung melakukan apa yang diminta.

 

Semoga sakitnya udahan ya Nduk.

Wednesday, September 23, 2020

Usia 18 Bulan

Pertanggal 23 ini, anakku genap berusia 18 bulan alian 1,5 tahun, yeay, masyaAllah. Alhamdulillah perkembangannya makin pesat, pertumbuhannya juga masih aman sesuai jalur. Apa saja highlight di bulan ini? Berikut daftarnya.


Mengenal Nama Diri Sendiri

Sebelumnya kalau ditanya siapa namanya? Dia pasti jawab "Akung" (karena sering ditanya cucu siapa ini?). Sekarang kalau ditanya lagi, kadang jawab kadang diam saja. Tapi di kegiatan lain, dia akan menyebut namanya sendiri.


Berawal dari bapaknya yang iseng numpuk bantal dan guling ke tubuhnya, sambil bercanda "Adek mana? (sambil menyebut nama anak) mana ya? mana sih? ngumpet ya?"


Ternyata dia suka permainan itu. Di lain waktu dia bisa tiba-tiba rebahan, ambil guling, sambil berkata "Mpet. Mpet. (ngumpet). Ruz? Ruz? (sebut nama diri sendiri).

 

Suka Suruh-Suruh Ibu

Anak ini suka menyuruh ibunya kalau :

 

- ingin bergantian dengan ibu

Contoh: Ibu lagi minum. Terus dia ingin juga "minum. minum." Setelah minum dia menyerahkan gelas ke ibu "ibuk. ibuk." 

 

- ingin ibu mencoba apa yang dia lakukan

Contoh: Dia lagi suka panjat-panjat pagar milik tetangga sebelah. Setelah dia berhasil melakukannya, dia panggil ibu "ibuk. ibuk." -- memintaku melakukan hal yang sama


Kalau ibu mau melakukan hal yang diminta, dia akan minta gilirannya kembali. "Ruz. Ruz."


- ingin ibu melakukan sesuatu untuknya

Contoh: Dia ingin mendorong sepeda temannya, tapi temannya terlihat kurang berkenan. Akhirnya dia megang tangan ibu "ibuk. ibuk."

 

Suka Bernyanyi

Kalau sebelumnya ibu menyanyi, dia akan meneruskan lirik yang dia bisa, sekarang dia yang suka bersenandung sendiri;

Cicak cicak dindinding, diam diam

Tik tik tik hujan, embalah engok

Kakak tua, tek dung tek dung burung kakak tua

Aming bulyang bulyang bu

Ame-ame upu upu, siang 

Bebek aus ai, sabung wangi

Mentak mentak, enak enak ngoyok

Opi saya hundarr


Wow, banyak ya lagu yang dinyanyikan. Iyalah tiap hari nonton HP mulu. Bangun tidur pun yang dicari HP. Pusing nggak tuh 😵😵😵 

 

Saat buka Youtube, dia sudah bisa menggerakkan layar, mengganti lagu yang dia mau putar. Dia bahkan hafal tumbnail nya apa, lagunya apa.


Yes, aku tahu kok dampak screening time yang berlebihan untuk anak. Jadi ya biarkan aku dengan pilihanku. Aku tahu kapan saatnya harus keras atau sampaikan kapan membiarkan hal ini let it flow. OK!


Bisa Berlari

Sekarang sudah bisa berlari dong 😭 Cepet banget. Harus ekstra diawasi kalau lagi di dekat jalan raya.


Ambil Minum Sendiri

Sebelumnya dia sudah bisa membuka keran dispenser. Tapi bagi dia itu "citang" alias cuci tangan. Sekarang dia udah bisa naruh gelas di bawah keran, kerannya dibuka, air mengalir, tutup keran, airnya diminum. Tapi karena dia suka proses ambil airnya, jadi air yang di gelas dia tumpahkan, gelas kosong, ambil air lagi. Akan begitu terus sampai diperingatkan untuk "SUDAH!"


Bisa Diajak Ngobrol

"Tadi lihat kambing dimana?"

"Disana (nunjuk ke segala arah)"

"Kambingnya ada berapa?"

"Duaa." --padahal ada banyak

"Kambingnya suaranya gimana?"

"Mbeek mbeek (merangkak mengikuti gerakan kambing)"

Friday, September 18, 2020

Review Deli Spidol Warna 1.0-5.0mm 24 Warna

Beberapa waktu yang lalu aku mengeluhkan anakku yang kayaknya addict banget sama HP. Kemudian mikir, kira-kira aktivitas apa yang cocok untuk anak 17 bulan biar bisa anteng main tanpa harus pegang HP. Sebenarnya sudah lama ingin kasih pewarna macam spidol/krayon/pensil warna dan semacamnya, tapi masih maju mundur karena belum siap kalau Si Anak coretnya kemana-mana. Pernah dengar tentang washable spidol yang gampang dibersihkan tapi masih galau mau pakai merk apa. Harganya pun agak lumayan dibandingkan spidol biasa. Hingga akhirnya ketemu promo di Shopee dan langsung eksekusi karena diskon 57% 

 

Spidol ini merk Deli. Desainnya tebal. Tinta cenderung tidak bau dan yang paling penting mudah dibersihkan. Namanya anak kan belum bisa fokus menulis hanya di buku. Pasti penasaran pengen nyoret di lantai, karpet, kasur, dan juga di tubuhnya sendiri. Yang ku suka dari Deli ini, dia mudah dibersihkan. Cukup cuci pakai sabun, noda akan hilang, tanpa harus digosok dengan keras. Begitu pula noda di lantai dan di sprei. Kena air juga luntur. Kalau di dinding belum tahu, sejauh ini masih aman belum coret-coret dinding.


Berikut hasil karya Si Kecil yang berusia 17 bulan sekian. Kalau orang tuanya ikut gambar, pasti akan ia coret-coret untuk menutupinya.







Sungguh aestetik sekali yaa! 💕

Tuesday, September 15, 2020

Membentak Anak

Pernah nggak sih kelepasan membentak anak? Pasti pernah lah ya dan berakhir dengan penyesalan, apalagi kalau lihat muka polosnya berubah jadi wajah kaget dan ketakutan.


Setidaknya itu yang ku rasakan, kejadian tadi malam. Sore itu seperti biasa, sepulang dari bermain, ku ajak anakku ke kamar mandi untuk cuci tangan. Kebetulan masih ada bak mandi yang belum dibereskan, jadilah dia nyemplung ke bak tersebut. Yaudahlah, selama nggak jongkok, bajunya nggak akan basah. Awal-awal masih bisa ku atur, lama kelamaan dia jongkok juga dan tentu saja, baju dan celananya basah. Disitu aku masih bisa mengucapkan mantra "it's okay. it's okay." Ku gantikan baju dan main lagi. 


Malam harinya di jam makan, dia ingin makan sendiri. Ku biarkan dia mengeksplor makanannya. Mulai dari menyendok hingga yang terakhir dia minum kuah dari mangkoknya langsung. Hasilnya apa saudara-saudara? Jelas, baju dan celananya basah. Tapi sudah jadi kebiasaan, ketika dia sudah berhenti makan dengan kondisi seperti itu, dia akan berjalan ke kamar mandi, bebersih. Ku cuci tangan-kakinya dan ku gantikan bajunya.


Dua kali ganti baju, aku masih baik-baik saja. 

 

foto ilustrasi

 

Setelah ganti baju, dia ikut nimbrung aku makan. Dia mengambil tulang ayam dan mengerikitinya ((mengerikiti)). Yaudah biarin aja, nanti tinggal cuci tangan.

 

Waktu cuci tangan, semua berjalan lancar. Tapi saat ingin ku bilas sabun, dia malah ambil gayung, entah mau ngapain. Ku ambil gayungnya dan keceplosan,

"ADEEK! JANGAN MAIN ITU! Nanti bajunya basah lagi"


Sebelum bicara panjang lebar, aku melihat wajah syok anakku, kayak ngomong, "Aku salah apa kok sampai bikin Ibuk marah?"


Untung buru-buru sadar dan gak jadi marah. Langsung senyum dan minta maaf. Kemudian barulah bilas tangannya meski dia udah pengen kabur dari kamar mandi.

 

Kalau dipikir-pikir ya, nggak ada lho anak yang dengan sengaja bikin orang tuanya kesal. Mereka sebenarnya sedang belajar mandiri, hanya saja kemampuannya masih terbatas. Jadilah di mata orang tua apa yang dilakukan anak hanya memperlambat, dan jadi pekerjaan tambahan orang tua.


Semoga kita diberi kesabaran lebih ya saat mendampingi anak-anak kita tumbuh dan berkembang. Suatu saat mereka akan bisa mandiri kok.

Wednesday, September 09, 2020

Pergi ke Kolam Renang

Apa kabar hari Minggu?

Jumat Sabtu kemarin anak ku drama setiap pagi. Dari hasil analisis sih kemungkinan tidurnya nggak nyenyak, bangun-bangun nggak ada ibunya, ketemu ibunya malah dicuekin karena lagi fokus masak. Jadilah dia merasa diabaikan. Akhirnya hari Minggu kemarin niat habis subuh tidur lagi, menemani anak yang masih terlelap, soal sarapan urus belakangan. Kami bangun jam 07.00 WIB dan tanpa drama dong. Semua senang, apalagi ternyata Uti udah masak.

Hari ini kami akan pergi ke kolam renang. Namanya SAC atau Sumber Adventure Center yang jaraknya hanya 4,5km dari tempat kami tinggal. Pukul 09.00 kurang aku sudah rempong mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa. Baju ganti, popok, dan juga makanan. Kurang lebih jam 09.30 kami berangkat. Di perjalanan, anakku rada heboh duduk di motor. Kemungkinan sih karena udah masuk jam tidurnya, jadi agak rewel. Tapi untungnya dekat, jadi sebelum banyak gerak, kami sudah sampai.

Kami menuju loket pendaftaran. Sebelum transaksi kami diberikan hand sanitizer untuk cuci tangan. Kami juga diukur suhu tubuhnya. Harga tiket masuk kolam renang Rp 15.000/orang. Anak dibawah 2 tahun tidak dikenakan biaya. 


Suasana kolam renang tidak terlalu ramai. Kami bersiap menuju kolam air. Rencananya nanti anakku main sama bapaknya, sementara aku jadi penggembira saja karena nggak bawa baju ganti. Tapi kenyataannya anakku ketakutan saat masuk kolam renang dan mencari ibunya.

"Ibuk. Ibuk. Ibuk." 

Mungkin salahku juga karena belum sounding sebelumnya. Jadi kayak kaget gitu. Untungnya aku nggak pasang ekspektasi anak akan enjoy main air, yang penting dia dapet pengalaman baru.

Karena belum dapet feel nya, akhirnya nemenin bapak berenang. Kami duduk-duduk di pinggir kolam renang sedalam 1 meter. Anakku terlihat senang. Sementara aku, aku kepengen nyemplung juga meski nggak bisa berenang. Jadi kangen deh main air di kolam renang. Sayangnya nggak bawa ganti baju. Huhuhu.

Aku kembali mengajak anakku ke kolam yang dangkal yang ada wahana airnya. Masih belum mau. Diajak bapaknya juga maunya sebentar saja. Ternyata di sisi bagian belakang ada yang dangkal juga. Pindahlah kami kesana. 


Nggak lama main, akhirnya bongkar bekal saja, makan-makan. Ku coba ajak anak ku main air lagi. Dia tertarik ketika melihat anak lain. Ku amati juga, dia sebenarnya mau berendam dalam air kalau aku sebagai ibunya memberi contoh, jadi melakukan sama-sama. Tapi karena aku nggak mendampinginya, dia berdiri di kolam aja ketakutan. Baiklah lain kali aku akan bawa baju ganti kalau ke kolam renang.

Pukul 11.00 kami siap-siap pulang dan sudah bisa dipastikan anakku pasti akan terlelap tidur dalam perjalanan.

Alhamdulillah dapat pengalaman baru meski sore harinya pipi anakku jadi merah seperti ruam. Untungnya di hari Selasa sudah hilang. Yeay. Sehat-sehat ya Nak. 

Friday, September 04, 2020

Kecanduan HP

Kata siapa anak nonton HP jadi lebih anteng, diem, dan bisa ditinggal ngerjain pekerjaan lain? Tidak semudah itu, Buibu.

Setidaknya itulah yang ku rasakan. Anak nonton HP bawaannya jadi lebih emosi, ya anaknya, ya ibunya.

Anak lihat HP. "Hape. Hape. Kukuk." (ingin nonton lagu Burung Hantu)
Lihat Up Next Video ada gambar thumbnail, ditunjuk-tunjuklah semua.
"Bebek"
"Ayam"
"Mentak" (mentok)
"Kucing"
"Cicak"
"Guk guk" (Heli guk guk)
"Tayo"
"Ngeput" (siput - salah satu thumbnail lagu Balonku)
"Kepik" (thumbnail Cocomelon)
"Mikum" (Assalamualaikum - Nusa & Rara)
"Ini."
"Ini"
"INI"
"INNNNIIIII"

Udahlah semua ditunjuk-tunjuk sama dia, bahkan gambar iklan juga ditekan-tekan sampai dia bingung karena layar udah pindah di Play Store. 😓 Masih mending ya kalau nonton selesai, baru minta ganti. Lha ini belum ada satu menit sudah ini, ini, ini. Pusing mamak, Dek 😭

Di usianya yang baru 17 bulan, sepertinya aku terlalu longgar memberikan screening time dan sekarang sudah saatnya memperbaiki keadaan, sebelum makin gawat.

Kunci agar anak nggak main HP mulu kan sebenarnya cuma dua;
1. Jangan main HP depan anak
2. Ajak main

Nah, kira-kira mainan apa ya yang bikin dia betah main lama dan nggak berujung ke HP lagi. Baca buku nggak tahan lama. Main flash card sepertinya sudah bosan. Mainan bertumpuk-tumpuk juga gak lama dia mainnya, bahkan nggak tertarik sama sekali. Apa perlu dibelikan mainan baru? Tapi rasanya bakal bernasib sama dengan mainan sebelumnya.

Sebenarnya aku pengen mulai memberikan alat tulis ke anakku. Tapi rasanya aku belum siap kalau dia corat-coret kemana-mana, secara aku berada dalam lingkungan keluarga yang tidak suka temboknya dicorat-coret. Tapi kalau tidak dicoba, mana tahu ya. Baiklah, siapkan mental dulu sebelum menyiapkan peralatannya.

Apa lagi ya? Yuk semangat belajar lagi yuk. Belajar lebih sabar. Belajar menemani anak main dengan penuh kesadaran dan kebahagiaan. Anak nggak butuh mainan mahal-mahal, ia hanya butuh orang tua yang fokus menemaninya. Yuk luangkan waktu dan tenaga! Saatnya cari ide bermain bersama anak.
Update : 05/09/20 
Sudah 2 hari ini anakku rewel tiap pagi. Bangun pagi maunya sama ibu, padahal lagi masak. Selesai mandi, nonton HP tapi maunya sama ibu, padahal mau sarapan. Hingga drama HP dimulai; ini, inni, inNNi, INNNIIIIIIIIIII, merengek sambil tunyuk-tunyuk layar. Kalau nggak dibolehin main HP, minta nenen yang tinggal tetesan karena tadi habis mandi sudah nenen. Asli, bikin emosi 😖😤😵 


Tapi kemudian aku coba melihat dari kacamata anak. Ku posisikan diri menjadi dia. Bangun tidur Ibu tidak ada disampingku. Ku cari di dapur, ternyata Ibu sedang masak. Ibu menghiraukanku karena fokus ke kompor. Aku tak dianggap. Aku disuruh main sama yang lain. Habis mandi, aku pengen main sama Ibu, pengen nonton sama Ibu. Tapi Ibu menghiraukan aku lagi karena fokus sarapan. 


Kira-kira begitu kali ya?


Anakku jadi nyebelin saat nonton HP karena aku nggak "ada" disana. Fisiknya memang disebelahnya, tapi kan nggak mendampingi. Bangun tidur dicuekin, sekarang dicuekin lagi. Ya gimana, lha harus siapin makanan buat dia juga kan?!


Yasudah, kalau belum bisa memperbaiki yang penting sadar dulu. Tapi kalau dipikir-pikir, aku beruntung ya punya anak sepintar dia. HP dijadikan alat caper, bukan sebagai alat penenang diri (tapi kalau emang lagi pengen nonton, ya bisa tenang juga sih)


Baik, kita coba lihat besok hari Minggu. Apakah akan cranky lagi? Kayaknya sih NO, yakin deh. Kalau nangis kan tinggal keluar rumah, lihat lingkungan sekitar.




Wednesday, August 26, 2020

Daripada Baper, Mending Kolaborasi

Kemarin sore, selesai mandi, anakku mencoba memakai masker kain yang ku punya. Karena maskernya besar dan ada talinya panjang, tentu saja dia kesulitan. Ketika ku tawarkan bantuan, ternyata dia tidak menolak dan bersedia memakai kain masker. 


Awalnya kepikiran apa beliin masker buat anak-anak ya? Tapi kemudian ingat bahwa anak usia < 2tahun tidak perlu masker karena takut menghambat saluran pernapasan anak. Lagipula, betah pakai masker paling berapa lama kan? Akhirnya aku tak jadi beli masker. Keesokan harinya, ternyata Si Anak dibelikan masker oleh kakeknya.


Kejadian seperti ini bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Beberapa waktu yang lalu anakku lagi suka pakai kacamata punya bapaknya. Kegedean pasti. Tak berapa lama kemudian, neneknya membelikan kacamata mainan.


Sebelumnya lagi, waktu anakku lagi suka nonton video "Topi Saya Bundar", dia menggunakan wadah Tupperware sebagai topinya. Setelah itu, Neneknya membelikan topi untuknya.


Contoh yang lain masih banyak; sandal, kaos kaki, sepatu, baju, bedak, mainan, dudukan bayi (untuk motor), semuanya dibelikan oleh kakek neneknya.


Sampai aku mikir, ini aku yang nggak peka? pelit? apa gimana sih? Kok semua-semua difasilitasi oleh orang lain, bukan orang tuanya sendiri. Kalau pikiran lagi kalut, sempat terpikirkan "orang tua macam apa aku ini? apa anakku bahagia punya orang tua yang cuek seperti ini?" dan banyak sekali pikiran negatif lainnya.


Berhubung saat ini pikiranku sedang positif, maka aku akan menepis segala kekhawatiranku dengan mengeluarkan berbagai alasan.


Aku akan mendaftar barang-barang apa saja yang ku belikan anakku;

- flash card hewan dan buah

- aneka snack MPASI

- buku anak

- madu


Aku membeli semua itu meski anak tidak ada ketertarikan. Misal lihat aku buka buku, dia ingin buka juga. Tidak seperti itu. Aku beli karena ingin memberikan hal-hal yang baik untuk tumbuh kembangnya.


Daripada makan kerupuk, ku belikan snack-snack MPASI, meski kadang dia nggak suka atau ditumpah berserakan. Beli buku ekspektasinya bisa dibacakan sebelum tidur, kenyataannya malah suka disobek dan diinjak. 


Pada intinya, aku lebih mementingkan tumbuh kembangnya dibandingkan penampilan. Kakek neneknya bisa membelikan banyak mainan yang sedang disukainya, tapi kami selaku orang tua juga bisa memberikan waktu untuk menemani bermain dan juga kebebasan untuk bereksplorasi. Jadi, alih-alih merasa jadi orang tua yang nggak peka keinginan anak, kenapa nggak mikir untuk berkolaborasi saja. Kebutuhan "hiburan" sudah terpenuhi dari kakek-nenek, orang tua tinggal fokus menggembangkan karakter dan emosional. Bukan begitu?


Mungkin kelak anak bisa berpikir sendiri, kok kakek nenek lebih baik ya, beliin ini itu buat aku? kok bapak-ibu nggak pernah beliin sesuatu ya?


Nggak apa-apa, kalau memang nanti dia berpikir seperti itu. Aku juga nggak perlu menjelaskan apa saja yang sudah ku berikan untuknya. Selama dia jadi anak sehat, baik, cerdas, kuat, sholehah, itu sudah cukup bagiku. Tak perlu merasa sakit hati.

Sunday, August 23, 2020

Usia 17 Bulan

Sejak umurnya menginjak angka 16 bulan dan berjalan menuju 17 bulan, suka kepikiran, kira-kira bulan ini ada perkembangan apa lagi ya? Atau hanya mematangkan kemampuan yang ada? Atau ada hal baru? 


Ternyata seiring berjalannya waktu, perkembangan lainnya terlihat jelas, diantaranya;


Kosakata Bertambah 

bya = bola 

byang = bolong 

pyang = pisang 

opi = topi 

oce = oke

mbang = kembang

ntang = bintang

tutu/cucu = susu

udung = kerudung

hape 

buka

Dulu ku ajari kata buka tutup dengan menggenggam dan membuka jari. Sekarang sudah bisa mendekat ke kulkas kemudian "Buka. Buka. Tutu." Masyaallah 

cubit

Asal mula tahu kosakata cubit ini karena waktu nenen, tangan Si Kecil ini iseng banget nyubit tanganku. Ku kasih tau lah "Nggak boleh cubit (sambil nyubit tangan dia), sakit (ekspresikan wajah memelas)." Setelah itu kadang dia nyubit tangannya sendiri sambil bilang "cubit. cubit. cubit." Aku bilangin "nggak boleh (sambil melambaikan tangan), sakit."

 

Selain itu sudah mulai mengikuti apa yang orang lain ucapkan. MasyaAllah.

 

Mengenal Anggota Keluarga

Ibuk mana? Ini

Bapak mana? Ini

Akung mana? Itu

Uti mana? Itu

Ini Tante De--wi

Ini Om A--gung

Ini siapa? Ibuk

Ini siapa? Bapak 

Sudah bisa mengenali anggota keluarga yang ada di rumah. Tapi belum bisa menyebut nama diri sendiri.


Selain itu, sudah bisa juga mengenali orang di sekitarnya; Una, Iyan, Om-piq


Belajar Pakai Celana Sendiri

Di usianya sekarang ini, dia ada keinginan untuk memakai celana sendiri. Kalau sebelumnya dia ambil baju/celana kemudian ia jadikan topi, sekarang dia lebih spesifik ambil celana dan mencoba untuk memakainya sendiri. Belum bisa sih, tapi dia senang aku bantu. Dia memasukkan kakinya kemudian "mana? mana kakinya? baaa.. ini dia kakinya!" Pakai baju jadi lebih cepat deh. Biasanya drama dulu nggak mau dipakaikan baju setelah mandi.


Makin Lincah

Dia sudah bisa berjalan cepat agak loncat (seperti lari), suka tiba-tiba tiarap, split, naik turun bantal, bisa naik sofa yang agak tinggi sendirian, pokoknya makin banyak aksinya. Bentar lagi bisa lari dia. Nggak sia-sia latihan sampai jatuh mulu. Huhu.

Sudah bisa juga naik dashboard motor Beat 😲 tapi masih dalam pengawasan sih. 


Makin Pintar Minum Pakai Gelas

Nggak tahu tepatnya kapan, tapi aku perhatikan anak ini sudah pandai minum pakai gelas. Sebelumnya kalau minum, airnya pasti tumpah dan membasahi dadanya. Otomatis ganti baju. Nah sekarang udah nggak tumpah lagi. Megang gelasnya pun makin mantap, tapi masih agak ngeri sih kalau gelasnya dilempar. 

 

Welcome to "Tantrum" 

Sebelumnya kalau nangis lama tuh biasanya karena frustasi, lagi main apa terus nggak sesuai sama keinginannya, misal mau pasang puzzle tapi tidak bisa. Nah, nangisnya masih bisa dialihkan ke yang lain. Masih aman lah.

Akan tetapi, mulai bulan ini sepertinya harus mengucapkan selamat datang ke Si Tantrum. Terhitung sudah tiga kali saat bersamaku. Nggak tahu kalau pas aku tinggal kerja ternyata tantrum juga.

1. Ketika sudah jam tidur, lampu sudah mati, Si Anak juga sudah kelihatan ngantuk, tapi nggak mau tidur, malah minta HP. Nggak ku kasih dong, eh dia nangis (01/08)

2. Semalaman dia tidur pakai kaos kaki, sampai pagi nggak dilepas, bahkan mau mandi pun nggak mau dilepas. Karena udah siang, ku lepas aja secara paksa. Ku gotong ke kamar mandi, ku mandiin dia, dengan kondisi menangis 😭💔 Habis mandi masih nangis terus. Sudah pakai baju masih nangis. Mau ku pakaikan kaos kaki lagi, dia nggak mau. Kaos kakinya mau aku simpan, dia nggak terima. Serba salah pokoknya. Ku dekati buat dipeluk, nggak mau 😵 Lihat jam, sudah sekitar 20 menit dia menangis, jadi paling bentar lagi dia akan diam. Ku sabar menanti, akhirnya dia minta nenen, dan drama selesai. Dia sudah bisa tersenyum kembali. Alhamdulilla (12/08)

3. Malam itu habis main seperti biasanya, terus dia tunjuk kain jarik "Ini. Ini." 

Gendong? Naik? Tenda? 

Bukan semua. Akhirnya pecahlah tangisan dia. Hadeh, nggak ngerti maunya dia apa. Apa mungkin karena aku nggak seger respon keinginannya? Apa karena emang aku nggak ngerti. Kalau udah nangis seperti itu, sudah tak bisa dialihkan. Aku bicara apa udah nggak peduli. Beberapa menit nangis, aku hampir ikut tantrum gara-gara 'kok nggak berhenti-berhenti nangisnya?'. Aku ambil HP, niat mau foto dia, eh dia tertarik buat lihat HP. Udah deh nangisnya. Yeay (13/08)

Tuesday, August 18, 2020

Berat Badan Anak - Part 3

Posyandu bulan ini (15/08) membawa kabar bahagia. Lihat deh grafik ini. Mau nangis rasanya 😭

Berhasil memotong garis atasnya 😭😭😭 alhamdulillah. Pencapaian yang luar biasa karena bisa naik 600 gram. Masyaallah.


Sebenarnya cukup berasa sih, tapi nggak mau pasang ekspektasi terlalu tinggi, takutnya malah sedih karena jauh dari yang diharapkan, seperti dua bulan yang lalu.


Pertanyaannya, kenapa naiknya bisa signifikan? Ada beberapa perubahan yang terlihat. 


1. Anakku sudah bisa kemasukan protein hewan. 

Dari awal Mpasi tuh dia susah banget kemasukan protein hewan. Hampir selalu dilepeh, ya ikan, ayam, daging. Yang bisa masuk paling putih telur. Dia lebih suka sayur dan buah. Sering ku rebuskan brokoli, buncis, kacang panjang, karena dia lebih suka itu daripada nasi + lauk. 


Sejak tahu BB anakku di bawah garis kuning, akhirnya ku telateni untuk memberikannya protein. Ayam ku potong kecil-kecil. Begitu juga daging. Ada sedikit kemajuan karena nggak dilepeh. Biar sedikit asal ada yang masuk. Sebelum-sebelumnya blas nggak kemasukan.


Soal porsi jangan ditanya ya. Masih dikit seperti biasanya. Nasi 1 sdm selalu sisa. Jadi kebayang dong seberapa 😅 Ya Allah. Kenyang nggak? Ya nggak tahu. Sudah dibuat lapar, tapi memang maunya segitu. Belum ada 10 suapan sudah nggak mau lagi. Suapan nya kecil-kecil ya (makanya 1 sdm nasi nggak habis). Tapi mungkin nggak kenyang karena habis itu masih bisa makan keripik, buah, dan jajanan lain. Kadang masih minta nenen pula. Gimana dong? Ya gimana, kalau udah nggak mau nasi pasti dilepeh. Tapi nggak apa-apa, yang penting ada protein hewani yang masuk.


2. Minum susu UHT 1 kotak/hari

Kalau sebelumnya sehari tidak bisa menghabiskan 1 kotak UHT, alhamdulillah sekarang sudah bisa. Kadang bisa sekali habis, kadang harus jadi beberapa sesi. Nggak apa-apa.


Setelah beberapa kali percobaan, ternyata dia lebih suka rasa coklat. Selain itu biasanya suka sisa. Jadilah nyetok yang coklat. Kalau lagi pengen, dia akan minta. Menuju kulkas sambil bilang "Buka. Buka. Tutu."


Itulah perubahan yang terlihat dari pola makannya. Sementara itu ikhtiar yang ku lakukan. 

1. Memberikan madu yang ada kandungan temulawak

Madu ini diklaim bisa meningkatkan nafsu makan. Harganya pun beda dari madu murni biasa. Untuk ukuran botol yang paling kecil, madu murni paling hanya 15ribuan. Kalau madu ini harganya diatas 90ribu. 


Anakku nggak suka minum madu secara langsung. Jadi dicampur air di botol minumnya. Seringkali nggak habis. Tapi lagi-lagi, nggak apa-apa, yang penting ada yang masuk. 


2. Mengatur ulang jadwal makan

Ini baru-baru aja ku lakukan. Sebelumnya kalau habis mandi pagi, anakku langsung minta nenen. Sekarang sudah jarang minta nenen setelah mandi, jadi ku alihkan untuk sarapan bersamaku. Lumayan, kadang sesuai porsi dia, kadang cuma beberapa suap. Habis itu lanjut nenen kalau dia mau.


Sore hari sepulang main, biasanya langsung minta nenen. Kali ini, begitu dia pulang dari main, langsung ku suapi. Biar dapet momen laparnya. 


Tapi mungkin pengaruh usia kali ya? Kalau dulu, pulang main, minta nenen, terus tidur. Jadi nenen karena mengantuk. Kalau sekarang karena jam tidur siang nya mulai berkurang, kondisinya nggak ngantuk, jadi nggak minta nenen. Mungkin itu sih. 


Ikhtiar selanjutnya apa lagi ya? Pada intinya sabar dan telaten. Dan yang paling penting: protein hewani (diutamakan daging, unggas, dan ikan) karena sebegitu ngefeknya ke BB anak. 


Aku nggak tahu pasti kenapa pada akhirnya anakku mau makan protein hewani. Ada beberapa kemungkinan: 

1. Efek madu yang meningkatkan selera makan

2. Gigi geraham yang sudah tumbuh sehingga mudah untuk mengunyah

3. Neofobia yang berlalu. Bayi itu cenderung tidak suka dengan makanan baru. Jadi butuh 8-15 kali percobaan untuk tahu apakah dia benar-benar suka atau tidak. Misal pertama kali dikasih keju, bayi menolak. Bukan berarti dia tidak suka. Mungkin karena masih asing, makanya dilepeh. Setelah dicoba berapa kali masih menolak, berarti memang tidak suka. 


Kasus anakku, waktu dia melepeh ikan, ku biarkan saja sih, nggak ku coba lagi karena takut patah hati, ditolak mulu. Begitu pula ayam dan daging, kayak yang udah pasrah beranggapan dia nggak suka karena dilepeh terus. 


Hingga dikasih peringatan (BB tidak naik sesuai KMS) akhirnya mulai coba dikenalkan lagi. Potong kecil-kecil banget. Mungkin selama ini dia kesusahan mengunyah. Ngasih nya juga dikit-dikit aja di setiap suapan. Namanya juga perkenalan. 


Nah, mungkin 3 kemungkinan di atas saling bersinergi ya. Si bayi yang mulai mengenal rasa protein, ditambah kemampuan mengunyah yang semakin baik, dan juga nafsu nya diperbaiki oleh sang madu. 


Semoga kedepan porsinya makin bertambah, variasi makanan yang masuk perutnya makin banyak, dan beratnya bisa konsisten naik 200 gram per bulan. Amiin. 


Buat Buibu yang sedang berjuang dengan BB anak, yuk semangat yuk! Kita pasti bisa. Kita yang paling tahu anak kita; bagaimana jadwal keseharian anak, pola makan, makanan kesukaan, hal-hal apa saja yang sering mengintervensi jam makan. Kita evaluasi dan pelan-pelan kita perbaiki. Komunikasikan dengan orang serumah bagaimana baiknya, jangan sampai saat jam makan Si Anak malah diajak bercanda bapaknya, setengah jam sebelum makan dikasih keripik sama neneknya, dan hal-hal semacam itu. Agar anak lapar maksimal bisa diajak melakukan aktivitas fisik; lari-larian, main bola, pokoknya yang banyak gerak.


Kalau segala cara sudah dicoba, tapi BB anak masih saja mendatar (apalagi lebih dari 2 bulan berturut-turut) sudah saatnya ke dokter anak ya. Mungkin masalahnya bukan lagi di pola dan kebiasaan makan, tapi memang ada gangguan makan. Sedih boleh, tapi jangan menyerah! Kita pasti bisa berikan yang terbaik untuk anak-anak kita :)

Saturday, August 15, 2020

Periksa ke Poli Kulit RSUD

Sebulan yang lalu aku membawa anakku ke Puskesmas karena gatal yang dideritanya. Ada dua area gatal; lutut dan telinga. Alhamdulillah, yang di telinga sudah sembuh. Tapi yang di lutut kok masih gatal terus (?) 

Dari yang tadinya luka jatuh biasa, hingga melebar bahkan menginfeksi area di sekitarnya. Sedih banget nggak sih ☹️


Akhirnya kepikiran untuk diperiksakan ke dokter pakai BPJS. Tapi karena hari yang dipilih selalu mendung, kemudian jadi mager, akhirnya ketunda-tunda terus.

 

Kamis (13/08) kami pergi ke Faskes 1, bertemu dokter umum. Berangkat jam 16.30 WIB dari rumah, sampai sana belum banyak antrian. Dokter pun belum datang. Pukul 17.20 WIB kami masuk ruangan dokter. Ku perlihatkan lutut anakku.

 

"Sudah berapa lama?" Sekitar sebulan, Dok.

"Ini saya curiganya karena jamur. Saya rujuk ke dokter kulit ya? Apa mau pakai salep dari sini dulu?" Rujuk aja, Dok.

 

 

Jumat (14/08) pukul 09.00 WIB aku ijin dari kantor untuk menjemput anakku. Sesampainya di rumah ternyata baru aja tidur. Yaudah angkut aja, nunggu bangun pasti kelamaan. Jam 09.50 WIB aku sudah di depan poli, menunggu dokter datang, dan bayiku masih saja tertidur.

Lima menit kemudian dia terbangun. Tapi dokter belum datang juga. Baru sekitar jam 10.30 WIB dokter datang dan kami langsung diperiksa. 

 

Ku perlihatkan lutut anakku, ku ceritakan kronologi dan histori pengobatannya. Sementara itu bocahnya udah nggak betah dipangku, minta turun dan keliling ruangan pemeriksaan.

 

"Hanya area itu saja?" tanya dokter. "Apa ada di area lain? Di badan? Di selangkangan?"

"Nggak ada, Dok. Itu kenapa ya Dok? Apa karena jamur?"

"... Bakteri staphylococcus..." suara dokter tidak terlalu jelas karena pakai masker. Yang ku dengar intinya terserang bakteri, bukan jamur.


Selesai berobat, suami menuju depo Farmasi. Sementara aku dan anakku menuju ruang kerjaku, wkwk. Anakku diberi obat racikan, isinya Fuladic Krim dan Elox Krim. Semoga ada perbaikan dan segera sembuh. Aamiin!