Tuesday, November 24, 2020

[Resensi] Selamat Tinggal - Tere Liye


Judul
: Selamat Tinggal
Penulis : Tere Liye
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 360 hlm; 20 cm
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2020
Harga : Rp. 85.000,-
Sinopsis Buku:

 

Kita tidak sempurna. Kita mungkin punya keburukan, melakukan kesalahan, bahkan berbuat jahat, menyakiti orang lain. Tapi beruntunglah yang mau berubah. Berjanji tidak melakukannya lagi, memperbaiki, dan menebus kesalahan tersebut.

 

Mari tutup masa lalu yang kelam, mari membuka halaman yang baru. Jangan ragu-ragu. Jangan cemas. Tinggalkanlah kebodohan dan ketidakpedulian. "Selamat Tinggal" suka berbohong, "Selamat Tinggal" kecurangan, "Selamat Tinggal" sifat-sifat buruk lainnya.


Karena sejatinya, kita tahu persis apakah kita memang benar-benar bahagia, baik, dan jujur. Sungguh "Selamat Tinggal" kepalsuan hidup.


Selamat membaca novel ini. Dan jika kamu telah tiba di halaman terakhirnya, merasa novel ini menginspirasimu, maka kabarkan kepada teman, kerabat, keluarga lainnya. Semoga inspirasinya menyebar luas.


***


Buku ini rasanya segar sekali, berbeda dari buku Tere Liye lainnya. Latar belakang waktu dan tempat terasa sangat dekat dengan pembaca, bahkan mungkin pembaca bisa merasakan dan mengalami apa yang terjadi sesuai alur cerita buku tersebut.


Baru membaca Bab 1, pikiranku seakan ditarik mundur 10 tahun yang lalu, dimana dulu aku dan kawanku pergi ke Pasar Senen untuk membeli buku kuliah dengan kualitas rendah dan harga murah alias B-A-J-A-K-A-N.


Ya, buku ini menceritakan tentang Sintong, sang penjaga toko buku bajakan. Dia seorang mahasiswa yang belum lulus-lulus karena tak kunjung mengerjakan skripsi. Hidupnya tak lagi menggairahkan sejak patah hati pada cinta pertamanya. Akan tetapi, dia masih punya kesempatan satu semester saja untuk menyelesaikan skripsinya. Dia pun mulai bangkit. Semangatnya kembali membara, mengumpulkan setiap informasi demi mendukung data di skripsinya. Dalam perjalanannya, Sintong menemukan banyak kepalsuan, sama halnya dengan buku bajakan yang ia jual.


***


Baca buku ini, kita harus siap-siap tersindir (bagi yang merasa sih);

1. Para pembaca dan pembeli buku bajakan.

2. Seseorang yang suka posting di media sosial dengan gaya yang glamor, ternyata barang yang dipakai KW semua.

3. Orang-orang yang suka mengomentari film kesukaan padahal hasil download di internet (bukan dari aplikasi legal)

4. Orang yang suka streaming pertandingan/liga dari media ilegal

 

Aku termasuk yang tersindir. Pernah beli buku bajakan dan juga suka nonton film/drama yang beredar di internet.


Tapi khusus buku bajakan, kacau banget sih, asli. Aku pernah datang ke pameran buku di daerahku, tempatnya di area milik pemerintahan, tapi buku yang dijual ada yang bajakan. Taunya dari mana? Ya masak iya, di tempat yang sama, dengan judul yang sama, penulis yang sama, cover yang sama, harga yang dijual berbeda. Aku nggah ngeh buku apa saja, tapi yang jelas Tere Liye adalah salah satunya. Satu harganya Rp 30.000, satu lagi harganya Rp 65.000, padahal covernya sama persih loh. 


"Yang penting kan isinya. Nggak peduli kualitasnya gimana."


Ya benar juga. Tapi para penulis dan orang-orang di belakangnya (editor, penerbit, dsb) nggak akan mendapatkan keuntungan apapun, padahal mereka yang punya karya. Kalian tega? Kalian ikhlas kalau karya kalian diambil oleh pihak yang tidak bertanggung jawab?

Monday, November 23, 2020

Usia 20 Bulan

Perkembangan Bahasa Meningkat

Anak mengalami peledakan kosakata dari umur 18 - 24 bulan. Perkembangan ini bertahap, nggak langsung tiba-tiba bisa bicara menyusun kalimat dengan lebih dari 2 kata. Nah, yang terlihat sekarang ini, anakku mulai suka mem-beo alias mengulang apa yang ku katakan. Nggak semua kata mau dia ucapkan, tapi aku yakin dia paham.


Kata-kata yang sudah pernah diajarkan, tapi waktu diajarin dia tidak merespon, cenderung diam, kini bisa dia sebutkan. Contohnya saat main flashcard dia pegang gambar buah kiwi.

"KIWI"

"Ki-wi"

Ku ulang-ulang terus, tapi dia diam saja. Kemarin ku tanya, "Ini apa?"

"Uwi." kata dia.

😭

Bukti bahwa sebenarnya di otak dia sudah tersimpan banyak memori kosakata, hanya saja nunggu waktu yang pas untuk dikeluarkan.


Akhiran "r" Berubah jadi "s"

Kosakata yang diucapkan mulai meningkat, hanya saja pengucapannya masih belum jelas. Satu hal yang menarik perhatianku yaitu kata dengan akhiran "r" diucapkannya jadi "s". Contohnya:

kamar => kamas

kejar => kejas

Allahu Akbar => Aloh abas

kumur => kumus

lempar => lempas

luar => luas 


Eh, ternyata lumayan beragam juga ya kosakatanya, banyak dan bervariasi. Tinggal dilatih saja pengucapannya.


Suka Bilang "Ga Mau"

Adek maem ya? Gak mau.

Adek gosok gigi yuk? Gak mau.

Gemes banget 😭😭😭 Levelnya masih di level "Ih, kok lucu amat, anakku udah bisa bilang gak mau", belum di level "kok susah amat diatur."


Awal mulanya saat ku suapi dia tapi susahnya minta ampun, ku ajari dia; "Gak mau, Bu." Eh keterusan. Waktu digodain bapaknya juga dia sudah bisa bilang gak mau. Lucu banget.


 

Welcome to "Terrible Two"

Meski belum genap usia 2 tahun, rasanya udah mulai terlihat tanda-tanda "Terrible Two". Pertama, dia sudah bisa bilang 'gak mau' dan 'jangan'. Kedua, dia akan menangis kalau keadaan tidak sesuai dengan keinginannya. Pernah dia duduk di keset, dia bilang "duduk.duduk.duduk." sama bapaknya, tubuhnya diangkat (biar nggak duduk di keset). Ngamuk dong dia. Nangis sampai badannya dingin. Padahal juga udah dibiarin kalau mau duduk di keset, ya duduk aja, tapi kayaknya udah sakit hati sih, jadi nangis ajalah.

 

Sudah Tahu Malu 

Kalau lihat bapaknya keluar kamar mandi dengan telanjang dada, lihat ibunya ganti baju, atau lihat temennya angkat baju sampai perutnya kelihatan, dia bilang "malu."


Pintar sekali anakku 😆


Perihal Makan

Anak ini, misal sedang disuapi tapi dia menolak dan ogah-ogahan, kemudian aku berubah ekspresi seperti sedang menahan emosi, dia tiba-tiba bilang "maem. maem." terus mau lagi maemnya. Sepertinya dia sedang menguji emosi apa gimana ya (?) atau sebenarnya dia memang sudah tak mau lagi, tapi karena takut dimarahi dan bikin kecewa jadi mau lagi disuapi.


Di lain kesempatan, dia minta sesuatu misal buka tutup botol, sementara tanganku sedang membawa sendok siap menyuapi, kemudian ditolaknya. Tapi ketika ku bilang, "Ini maem dulu, nanti Ibuk buka botolnya." Eh, dia nurut dong. Kayak lagi belajar sebab akibat gitu. 'Oh kalau aku mau makan, nanti permintaanku dipenuhi.'


Pernah juga, di suatu sore, dia sudah nenen, lanjut ku beri makan. Baru beberapa suap, kok udah minta nenen lagi. Dia merengek. Tapi dengan tegas ku tolak, "Gak mau! Habisin dulu maemnya, baru nen lagi."

 

Suapan pertama. Mau, tapi habis itu "nen. nen."

Aku gak boleh kalah.

Suapan kedua. Mau, tapi habis itu "nen. nen." (udah mulai merengek lagi)

Karena kasihan, aku bikin kesepakan baru, "Lima suapan lagi ya?"

Dia mau, tapi dengan amat sangat terpaksa. Aku sudah khawatir gimana kalau dia muntah gara-gara ku paksa makan. Suapan keempat dia sudah hampir menyerah. Udah mulai nge-gas. Antara kasihan dan nggak mau kalah, akhirnya suapan kelima kuahnya aja. Selesai. Setelah itu nenen. Eh setelah nenen, ku suapi masih mau dong, lumayan tambah tiga suap.

 

Makanan Pedas 

Dia suka "mengganggu" orang makan, tiba-tiba mendekat, ambil sendok kemudian menyuapi dirinya sendiri atau cuma ambil lauknya aja. Nah kalau kebetulan yang diambilnya makanan pedas, kami sudah peringatkan di awal, tapi dia akan tetap mengambilnya, dan disuapkannya ke ibu. Hmm. Modus sih sebenarnya, kayak sedang mengukur diri sendiri 'kira-kira beneran pedas nggak ya? aku bisa makan nggak ya?' setelah itu dia mencicipi makanan tersebut. Kalau kepedesan dia akan langsung minta minum. Kalau menurut dia nggak terlalu pedas, dia akan memakannya lagi.


Haha. Gemesh.


Bisa Ditinggal Aktivitas Lain

Kalau sebelumnya ditinggal nangis atau kami nya yang khawatir meninggalkan anak, kali ini bisa lebih aman untuk ditinggal. Misal ke kamar mandi sebentar, ditinggal sholat juga dia anteng, nggak was-was lah karena dia juga udah mulai paham mana yang boleh dimainkan mana yang tidak.