Wednesday, August 26, 2020

Daripada Baper, Mending Kolaborasi

Kemarin sore, selesai mandi, anakku mencoba memakai masker kain yang ku punya. Karena maskernya besar dan ada talinya panjang, tentu saja dia kesulitan. Ketika ku tawarkan bantuan, ternyata dia tidak menolak dan bersedia memakai kain masker. 


Awalnya kepikiran apa beliin masker buat anak-anak ya? Tapi kemudian ingat bahwa anak usia < 2tahun tidak perlu masker karena takut menghambat saluran pernapasan anak. Lagipula, betah pakai masker paling berapa lama kan? Akhirnya aku tak jadi beli masker. Keesokan harinya, ternyata Si Anak dibelikan masker oleh kakeknya.


Kejadian seperti ini bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Beberapa waktu yang lalu anakku lagi suka pakai kacamata punya bapaknya. Kegedean pasti. Tak berapa lama kemudian, neneknya membelikan kacamata mainan.


Sebelumnya lagi, waktu anakku lagi suka nonton video "Topi Saya Bundar", dia menggunakan wadah Tupperware sebagai topinya. Setelah itu, Neneknya membelikan topi untuknya.


Contoh yang lain masih banyak; sandal, kaos kaki, sepatu, baju, bedak, mainan, dudukan bayi (untuk motor), semuanya dibelikan oleh kakek neneknya.


Sampai aku mikir, ini aku yang nggak peka? pelit? apa gimana sih? Kok semua-semua difasilitasi oleh orang lain, bukan orang tuanya sendiri. Kalau pikiran lagi kalut, sempat terpikirkan "orang tua macam apa aku ini? apa anakku bahagia punya orang tua yang cuek seperti ini?" dan banyak sekali pikiran negatif lainnya.


Berhubung saat ini pikiranku sedang positif, maka aku akan menepis segala kekhawatiranku dengan mengeluarkan berbagai alasan.


Aku akan mendaftar barang-barang apa saja yang ku belikan anakku;

- flash card hewan dan buah

- aneka snack MPASI

- buku anak

- madu


Aku membeli semua itu meski anak tidak ada ketertarikan. Misal lihat aku buka buku, dia ingin buka juga. Tidak seperti itu. Aku beli karena ingin memberikan hal-hal yang baik untuk tumbuh kembangnya.


Daripada makan kerupuk, ku belikan snack-snack MPASI, meski kadang dia nggak suka atau ditumpah berserakan. Beli buku ekspektasinya bisa dibacakan sebelum tidur, kenyataannya malah suka disobek dan diinjak. 


Pada intinya, aku lebih mementingkan tumbuh kembangnya dibandingkan penampilan. Kakek neneknya bisa membelikan banyak mainan yang sedang disukainya, tapi kami selaku orang tua juga bisa memberikan waktu untuk menemani bermain dan juga kebebasan untuk bereksplorasi. Jadi, alih-alih merasa jadi orang tua yang nggak peka keinginan anak, kenapa nggak mikir untuk berkolaborasi saja. Kebutuhan "hiburan" sudah terpenuhi dari kakek-nenek, orang tua tinggal fokus menggembangkan karakter dan emosional. Bukan begitu?


Mungkin kelak anak bisa berpikir sendiri, kok kakek nenek lebih baik ya, beliin ini itu buat aku? kok bapak-ibu nggak pernah beliin sesuatu ya?


Nggak apa-apa, kalau memang nanti dia berpikir seperti itu. Aku juga nggak perlu menjelaskan apa saja yang sudah ku berikan untuknya. Selama dia jadi anak sehat, baik, cerdas, kuat, sholehah, itu sudah cukup bagiku. Tak perlu merasa sakit hati.

Sunday, August 23, 2020

Usia 17 Bulan

Sejak umurnya menginjak angka 16 bulan dan berjalan menuju 17 bulan, suka kepikiran, kira-kira bulan ini ada perkembangan apa lagi ya? Atau hanya mematangkan kemampuan yang ada? Atau ada hal baru? 


Ternyata seiring berjalannya waktu, perkembangan lainnya terlihat jelas, diantaranya;


Kosakata Bertambah 

bya = bola 

byang = bolong 

pyang = pisang 

opi = topi 

oce = oke

mbang = kembang

ntang = bintang

tutu/cucu = susu

udung = kerudung

hape 

buka

Dulu ku ajari kata buka tutup dengan menggenggam dan membuka jari. Sekarang sudah bisa mendekat ke kulkas kemudian "Buka. Buka. Tutu." Masyaallah 

cubit

Asal mula tahu kosakata cubit ini karena waktu nenen, tangan Si Kecil ini iseng banget nyubit tanganku. Ku kasih tau lah "Nggak boleh cubit (sambil nyubit tangan dia), sakit (ekspresikan wajah memelas)." Setelah itu kadang dia nyubit tangannya sendiri sambil bilang "cubit. cubit. cubit." Aku bilangin "nggak boleh (sambil melambaikan tangan), sakit."

 

Selain itu sudah mulai mengikuti apa yang orang lain ucapkan. MasyaAllah.

 

Mengenal Anggota Keluarga

Ibuk mana? Ini

Bapak mana? Ini

Akung mana? Itu

Uti mana? Itu

Ini Tante De--wi

Ini Om A--gung

Ini siapa? Ibuk

Ini siapa? Bapak 

Sudah bisa mengenali anggota keluarga yang ada di rumah. Tapi belum bisa menyebut nama diri sendiri.


Selain itu, sudah bisa juga mengenali orang di sekitarnya; Una, Iyan, Om-piq


Belajar Pakai Celana Sendiri

Di usianya sekarang ini, dia ada keinginan untuk memakai celana sendiri. Kalau sebelumnya dia ambil baju/celana kemudian ia jadikan topi, sekarang dia lebih spesifik ambil celana dan mencoba untuk memakainya sendiri. Belum bisa sih, tapi dia senang aku bantu. Dia memasukkan kakinya kemudian "mana? mana kakinya? baaa.. ini dia kakinya!" Pakai baju jadi lebih cepat deh. Biasanya drama dulu nggak mau dipakaikan baju setelah mandi.


Makin Lincah

Dia sudah bisa berjalan cepat agak loncat (seperti lari), suka tiba-tiba tiarap, split, naik turun bantal, bisa naik sofa yang agak tinggi sendirian, pokoknya makin banyak aksinya. Bentar lagi bisa lari dia. Nggak sia-sia latihan sampai jatuh mulu. Huhu.

Sudah bisa juga naik dashboard motor Beat 😲 tapi masih dalam pengawasan sih. 


Makin Pintar Minum Pakai Gelas

Nggak tahu tepatnya kapan, tapi aku perhatikan anak ini sudah pandai minum pakai gelas. Sebelumnya kalau minum, airnya pasti tumpah dan membasahi dadanya. Otomatis ganti baju. Nah sekarang udah nggak tumpah lagi. Megang gelasnya pun makin mantap, tapi masih agak ngeri sih kalau gelasnya dilempar. 

 

Welcome to "Tantrum" 

Sebelumnya kalau nangis lama tuh biasanya karena frustasi, lagi main apa terus nggak sesuai sama keinginannya, misal mau pasang puzzle tapi tidak bisa. Nah, nangisnya masih bisa dialihkan ke yang lain. Masih aman lah.

Akan tetapi, mulai bulan ini sepertinya harus mengucapkan selamat datang ke Si Tantrum. Terhitung sudah tiga kali saat bersamaku. Nggak tahu kalau pas aku tinggal kerja ternyata tantrum juga.

1. Ketika sudah jam tidur, lampu sudah mati, Si Anak juga sudah kelihatan ngantuk, tapi nggak mau tidur, malah minta HP. Nggak ku kasih dong, eh dia nangis (01/08)

2. Semalaman dia tidur pakai kaos kaki, sampai pagi nggak dilepas, bahkan mau mandi pun nggak mau dilepas. Karena udah siang, ku lepas aja secara paksa. Ku gotong ke kamar mandi, ku mandiin dia, dengan kondisi menangis 😭💔 Habis mandi masih nangis terus. Sudah pakai baju masih nangis. Mau ku pakaikan kaos kaki lagi, dia nggak mau. Kaos kakinya mau aku simpan, dia nggak terima. Serba salah pokoknya. Ku dekati buat dipeluk, nggak mau 😵 Lihat jam, sudah sekitar 20 menit dia menangis, jadi paling bentar lagi dia akan diam. Ku sabar menanti, akhirnya dia minta nenen, dan drama selesai. Dia sudah bisa tersenyum kembali. Alhamdulilla (12/08)

3. Malam itu habis main seperti biasanya, terus dia tunjuk kain jarik "Ini. Ini." 

Gendong? Naik? Tenda? 

Bukan semua. Akhirnya pecahlah tangisan dia. Hadeh, nggak ngerti maunya dia apa. Apa mungkin karena aku nggak seger respon keinginannya? Apa karena emang aku nggak ngerti. Kalau udah nangis seperti itu, sudah tak bisa dialihkan. Aku bicara apa udah nggak peduli. Beberapa menit nangis, aku hampir ikut tantrum gara-gara 'kok nggak berhenti-berhenti nangisnya?'. Aku ambil HP, niat mau foto dia, eh dia tertarik buat lihat HP. Udah deh nangisnya. Yeay (13/08)

Tuesday, August 18, 2020

Berat Badan Anak - Part 3

Posyandu bulan ini (15/08) membawa kabar bahagia. Lihat deh grafik ini. Mau nangis rasanya 😭

Berhasil memotong garis atasnya 😭😭😭 alhamdulillah. Pencapaian yang luar biasa karena bisa naik 600 gram. Masyaallah.


Sebenarnya cukup berasa sih, tapi nggak mau pasang ekspektasi terlalu tinggi, takutnya malah sedih karena jauh dari yang diharapkan, seperti dua bulan yang lalu.


Pertanyaannya, kenapa naiknya bisa signifikan? Ada beberapa perubahan yang terlihat. 


1. Anakku sudah bisa kemasukan protein hewan. 

Dari awal Mpasi tuh dia susah banget kemasukan protein hewan. Hampir selalu dilepeh, ya ikan, ayam, daging. Yang bisa masuk paling putih telur. Dia lebih suka sayur dan buah. Sering ku rebuskan brokoli, buncis, kacang panjang, karena dia lebih suka itu daripada nasi + lauk. 


Sejak tahu BB anakku di bawah garis kuning, akhirnya ku telateni untuk memberikannya protein. Ayam ku potong kecil-kecil. Begitu juga daging. Ada sedikit kemajuan karena nggak dilepeh. Biar sedikit asal ada yang masuk. Sebelum-sebelumnya blas nggak kemasukan.


Soal porsi jangan ditanya ya. Masih dikit seperti biasanya. Nasi 1 sdm selalu sisa. Jadi kebayang dong seberapa 😅 Ya Allah. Kenyang nggak? Ya nggak tahu. Sudah dibuat lapar, tapi memang maunya segitu. Belum ada 10 suapan sudah nggak mau lagi. Suapan nya kecil-kecil ya (makanya 1 sdm nasi nggak habis). Tapi mungkin nggak kenyang karena habis itu masih bisa makan keripik, buah, dan jajanan lain. Kadang masih minta nenen pula. Gimana dong? Ya gimana, kalau udah nggak mau nasi pasti dilepeh. Tapi nggak apa-apa, yang penting ada protein hewani yang masuk.


2. Minum susu UHT 1 kotak/hari

Kalau sebelumnya sehari tidak bisa menghabiskan 1 kotak UHT, alhamdulillah sekarang sudah bisa. Kadang bisa sekali habis, kadang harus jadi beberapa sesi. Nggak apa-apa.


Setelah beberapa kali percobaan, ternyata dia lebih suka rasa coklat. Selain itu biasanya suka sisa. Jadilah nyetok yang coklat. Kalau lagi pengen, dia akan minta. Menuju kulkas sambil bilang "Buka. Buka. Tutu."


Itulah perubahan yang terlihat dari pola makannya. Sementara itu ikhtiar yang ku lakukan. 

1. Memberikan madu yang ada kandungan temulawak

Madu ini diklaim bisa meningkatkan nafsu makan. Harganya pun beda dari madu murni biasa. Untuk ukuran botol yang paling kecil, madu murni paling hanya 15ribuan. Kalau madu ini harganya diatas 90ribu. 


Anakku nggak suka minum madu secara langsung. Jadi dicampur air di botol minumnya. Seringkali nggak habis. Tapi lagi-lagi, nggak apa-apa, yang penting ada yang masuk. 


2. Mengatur ulang jadwal makan

Ini baru-baru aja ku lakukan. Sebelumnya kalau habis mandi pagi, anakku langsung minta nenen. Sekarang sudah jarang minta nenen setelah mandi, jadi ku alihkan untuk sarapan bersamaku. Lumayan, kadang sesuai porsi dia, kadang cuma beberapa suap. Habis itu lanjut nenen kalau dia mau.


Sore hari sepulang main, biasanya langsung minta nenen. Kali ini, begitu dia pulang dari main, langsung ku suapi. Biar dapet momen laparnya. 


Tapi mungkin pengaruh usia kali ya? Kalau dulu, pulang main, minta nenen, terus tidur. Jadi nenen karena mengantuk. Kalau sekarang karena jam tidur siang nya mulai berkurang, kondisinya nggak ngantuk, jadi nggak minta nenen. Mungkin itu sih. 


Ikhtiar selanjutnya apa lagi ya? Pada intinya sabar dan telaten. Dan yang paling penting: protein hewani (diutamakan daging, unggas, dan ikan) karena sebegitu ngefeknya ke BB anak. 


Aku nggak tahu pasti kenapa pada akhirnya anakku mau makan protein hewani. Ada beberapa kemungkinan: 

1. Efek madu yang meningkatkan selera makan

2. Gigi geraham yang sudah tumbuh sehingga mudah untuk mengunyah

3. Neofobia yang berlalu. Bayi itu cenderung tidak suka dengan makanan baru. Jadi butuh 8-15 kali percobaan untuk tahu apakah dia benar-benar suka atau tidak. Misal pertama kali dikasih keju, bayi menolak. Bukan berarti dia tidak suka. Mungkin karena masih asing, makanya dilepeh. Setelah dicoba berapa kali masih menolak, berarti memang tidak suka. 


Kasus anakku, waktu dia melepeh ikan, ku biarkan saja sih, nggak ku coba lagi karena takut patah hati, ditolak mulu. Begitu pula ayam dan daging, kayak yang udah pasrah beranggapan dia nggak suka karena dilepeh terus. 


Hingga dikasih peringatan (BB tidak naik sesuai KMS) akhirnya mulai coba dikenalkan lagi. Potong kecil-kecil banget. Mungkin selama ini dia kesusahan mengunyah. Ngasih nya juga dikit-dikit aja di setiap suapan. Namanya juga perkenalan. 


Nah, mungkin 3 kemungkinan di atas saling bersinergi ya. Si bayi yang mulai mengenal rasa protein, ditambah kemampuan mengunyah yang semakin baik, dan juga nafsu nya diperbaiki oleh sang madu. 


Semoga kedepan porsinya makin bertambah, variasi makanan yang masuk perutnya makin banyak, dan beratnya bisa konsisten naik 200 gram per bulan. Amiin. 


Buat Buibu yang sedang berjuang dengan BB anak, yuk semangat yuk! Kita pasti bisa. Kita yang paling tahu anak kita; bagaimana jadwal keseharian anak, pola makan, makanan kesukaan, hal-hal apa saja yang sering mengintervensi jam makan. Kita evaluasi dan pelan-pelan kita perbaiki. Komunikasikan dengan orang serumah bagaimana baiknya, jangan sampai saat jam makan Si Anak malah diajak bercanda bapaknya, setengah jam sebelum makan dikasih keripik sama neneknya, dan hal-hal semacam itu. Agar anak lapar maksimal bisa diajak melakukan aktivitas fisik; lari-larian, main bola, pokoknya yang banyak gerak.


Kalau segala cara sudah dicoba, tapi BB anak masih saja mendatar (apalagi lebih dari 2 bulan berturut-turut) sudah saatnya ke dokter anak ya. Mungkin masalahnya bukan lagi di pola dan kebiasaan makan, tapi memang ada gangguan makan. Sedih boleh, tapi jangan menyerah! Kita pasti bisa berikan yang terbaik untuk anak-anak kita :)

Saturday, August 15, 2020

Periksa ke Poli Kulit RSUD

Sebulan yang lalu aku membawa anakku ke Puskesmas karena gatal yang dideritanya. Ada dua area gatal; lutut dan telinga. Alhamdulillah, yang di telinga sudah sembuh. Tapi yang di lutut kok masih gatal terus (?) 

Dari yang tadinya luka jatuh biasa, hingga melebar bahkan menginfeksi area di sekitarnya. Sedih banget nggak sih ☹️


Akhirnya kepikiran untuk diperiksakan ke dokter pakai BPJS. Tapi karena hari yang dipilih selalu mendung, kemudian jadi mager, akhirnya ketunda-tunda terus.

 

Kamis (13/08) kami pergi ke Faskes 1, bertemu dokter umum. Berangkat jam 16.30 WIB dari rumah, sampai sana belum banyak antrian. Dokter pun belum datang. Pukul 17.20 WIB kami masuk ruangan dokter. Ku perlihatkan lutut anakku.

 

"Sudah berapa lama?" Sekitar sebulan, Dok.

"Ini saya curiganya karena jamur. Saya rujuk ke dokter kulit ya? Apa mau pakai salep dari sini dulu?" Rujuk aja, Dok.

 

 

Jumat (14/08) pukul 09.00 WIB aku ijin dari kantor untuk menjemput anakku. Sesampainya di rumah ternyata baru aja tidur. Yaudah angkut aja, nunggu bangun pasti kelamaan. Jam 09.50 WIB aku sudah di depan poli, menunggu dokter datang, dan bayiku masih saja tertidur.

Lima menit kemudian dia terbangun. Tapi dokter belum datang juga. Baru sekitar jam 10.30 WIB dokter datang dan kami langsung diperiksa. 

 

Ku perlihatkan lutut anakku, ku ceritakan kronologi dan histori pengobatannya. Sementara itu bocahnya udah nggak betah dipangku, minta turun dan keliling ruangan pemeriksaan.

 

"Hanya area itu saja?" tanya dokter. "Apa ada di area lain? Di badan? Di selangkangan?"

"Nggak ada, Dok. Itu kenapa ya Dok? Apa karena jamur?"

"... Bakteri staphylococcus..." suara dokter tidak terlalu jelas karena pakai masker. Yang ku dengar intinya terserang bakteri, bukan jamur.


Selesai berobat, suami menuju depo Farmasi. Sementara aku dan anakku menuju ruang kerjaku, wkwk. Anakku diberi obat racikan, isinya Fuladic Krim dan Elox Krim. Semoga ada perbaikan dan segera sembuh. Aamiin!

Thursday, August 06, 2020

Jajanan Snack untuk Anak

Beberapa waktu yang lalu aku membaca salah satu jawaban di aplikasi Quora tentang seorang tante yang merasa kasihan pada keponakannya karena oleh orang tua si anak tidak pernah diberikan jajanan yang dijual di minimarket atau supermarket, seperti wafer, keripik, dan sebagainya. Pokoknya si anak ini tidak pernah jajan di luar. 

Saat lebaran, semua keponakan berkumpul dan saling berebut jajanan, si anak ini kelihatan bingung dan penasaran. Ada rasa ingin makan tapi takut dimarahi orang tuanya. Akhirnya Si Tante secara diam-diam memberikan jajanan tersebut.

Bagaimana respon pembaca? Ada yang berkata kalau anak seharusnya jangan terlalu dipantang. Ada juga yang berkomentar kalau tindakan Si Tante ini salah karena tidak minta ijin dari ibu si anak karena siapa tahu si anak ada alergi sehingga si ibu benar-benar menjaga asupan makanan anaknya. 

Waktu baca cerita itu, aku sih biasa aja ya, nggak menyalahkan Si Tante, nggak menyalahkan ibu dari si anak. Netral pokoknya. 

Akan tetapi sekarang ini aku merasa relate (nyambung) dengan si ibu tersebut. Jadi tadi pas belanja bulanan, ada banyak sekali snack yang dipajang. Kepikiran 'buat anak beliin apa ya'. Ujung-ujungnya nggak jadi beli karena 'lha kalau banyak jajan yang ada dia nggak mau makan. Apalagi jajanan ini tinggi gula dan garam.'

Anakku alhamdulillah tidak ada alergi. Jadi sebenarnya makan apapun tidak masalah. Aku pun juga bukan ibu-ibu yang saklek anak nggak boleh makan jajan. Tapi kalau bisa dihindari, kenapa harus disediakan. Bukan karena pelit atau nggak mampu beli, tapi ini menyangkut kebutuhan nutrisi anak. Anak mah seneng-seneng aja dikasih kerupuk, dikasih jajan, tapi ibunya jadi stress karena anak makannya jadi dikit dan berujung pada berat badan anak yang nggak mau bertambah. 

Bayangkan aja, 30 menit sebelum jam makan utama, Si Anak melihat jajan di meja. Mau nggak dikasih, toh kita beliin untuk dia. Nggak dikasih, bocahnya ngamuk. Kita sebagai orang tua nggak mau ribut, akhirnya kasih aja. Dan yaudah deh, bye-bye makanan utama. 

Bukan memantang anak, tapi lebih ke menjaga asupan gizi. Kalau agar terbiasa dengan variasi makanan, toh ada banyak buah dan sayur yang bisa dicoba dan terbukti menyehatkan. 

Nah kemungkinan kasus Si Tante di atas juga begitu. Ibu si anak sudah terbiasa menyediakan makanan sehat untuk anaknya selama masa Mpasi dan itu terbawa sampai si anak umur sekarang. Lha kalau bisa makan makanan sehat kenapa harus jajan di luar sih. Dan untuk orang lain, tolong hargai keputusan si ibu. Dia benar-benar menjaga makanan anaknya, eh dikacaukan orang lain. Kan kesel. Untuk si ibu, ya sekali-kali nggak apa-apalah kacau sedikit. Tapi kalau udah terlalu sering, tunjukkan kalau kita punya otoritas sebagai orang tua. Anak kita adalah tanggung jawab kita.


Wednesday, August 05, 2020

Kebutuhan Anak

Anak tuh ya kalau makannya banyak, mainnya cukup, tidurnya pasti gampang, nggak banyak drama. Nenen bentar langsung terlelap. Karena pada dasarnya kebutuhan anak ya cuma 3 itu makan, main, tidur. 

Akan tetapi, ada kalanya orang tua dihadapkan dengan GTM alias Gerakan Tutup Mulut. Alasannya kenapa? Ada banyak sebab. Mungkin bosan dengan menu yang disajikan, mungkin pengen makan sendiri, mungkin ngantuk, mungkin masih kenyang, mungkin pengen pakai piring yang sama dengan ibunya, pokoknya ada banyak kemungkinan yang menyebabkan anak tidak mau makan. Terus gimana? Ya dievaluasi dong, kira-kira anak nggak mau makan kenapa? Segala kemungkinan tadi dicoba, misal ganti menu, ganti perlengkapan makan, ubah jam makan. Kalau udah mentok dan BB anak jadi stagnan, saatnya hubungi dokter. Andai saja bayi udah bisa ngomong kenapa nggak mau makan, pasti lebih mudah ya Buibu 😅

Soal main, anak (apalagi dibawah 2 tahun) belum butuh mainan yang aneh-aneh dan mahal. Mereka menganggap semua barang yang ada di hadapannya adalah mainan. Remote TV, laci meja, selembar kertas, semua bisa dijadikan mainan. Yang mereka butuhkan hanyalah kehadiran orang tuanya untuk mendampingi mereka bereksplorasi. Selain itu, mereka juga butuh permainan fisik untuk mengeluarkan energi di tubuhnya. Berlari, loncat, lompat, bahkan kadang jungkir balik, adalah cara mereka mengeluarkan energi tersebut. Nah, sudahkah kita meluangkan waktu dan tenaga untuk menemani anak kita bermain? Kalau nggak mau anaknya loncat-loncat di sofa, ayo dong Buibu ajak anaknya main permainan fisik lainnya, misal senam bersama, main bola di halaman, dan sebagainya. 

Udah deh, kalau makannya terjaga, mainnya cukup, yakin deh tidurnya bakal nyenyak. 

Monday, August 03, 2020

Menghadapi Tantrum Anak

Idul Adha tahun 2020 jatuh di hari Jumat. Itu artinya hari Sabtu menjadi tanggal kejepit bagiku yang kerja selama 6 hari tiap minggunya. Nah, kali ini aku mengambil cuti di tanggal kejepit tersebut. Jadilah 3 hari penuh aku bersama anakku.

Apa yang terjadi?
Anakku jadi nempel senempel-nempelnya sama aku. Pokoknya aku tak boleh jauh-jauh darinya. Kalau aku nggak kelihatan, pasti dicari. Mungkin karena posisi lagi di rumah orang tuaku, yang mana pasti asing bagi Si Anak karena kesana paling sebulan sekali, itupun tidak lama.

Rasanya capek sekali. Ya gimana, selama mata terbuka, aku mengawasinya. Giliran dia tidur, aku makan dan sedikit beberes. Susah ngapa-ngapain. Istirahat paling pas menyusui saat Si Kecil mau tidur. Untungnya jadwal tidur siangnya teratur, tapi tetap saja capek, jam tujuh malam udah ngantuk banget. Salut lah pokoknya untuk para stay at home mom dan para working mom yang WFH di masa pandemi sekarang ini.

Sabtu malam(01/08), pukul 21.00 WIB biasanya Si Anak udah tidur. Tapi ini tumben, udah disusui sampai puas tapi kok belum merem. Kondisi lampu kamar sudah mati, Si Kecil sebenernya juga udah ngantuk, tapi malah "Hape. Hape. Hape."

Karena energiku udah habis, udah pengen bobok, nggak ku kasih lah. Bocahnya juga udah ngantuk, paling bentar lagi tidur. Eh dia nangis merengek. Ku pikir nggak akan lama, kayak biasanya. Aku sama suami sepakat untuk tidak kalah.

Eh tapi makin lama kok makin kenceng nangisnya. Ngamuk. Gimana nih? Kurang lebih 5 menit dia menangis. Ku nyalakan lampu, ku coba peluk. Dia berontak, masih meraung-raung. Aku udah hampir ikut menangis lihat dia menangis. Tapi aku tetap nggak mau kalah ngasih dia HP. Yaudahlah nangis aja. Tapi aslinya aku nggak tega, apalagi lihat dia sesenggukan. Ya Allah T.T

Durasi total menangis sekitar 10-15 menit. Berakhir dengan nenen tapi masih sesenggukan. KASIHAAAANNNN! Tak lama kemudian dia tidur.

***

Sebelumnya, anakku belum pernah seperti ini. Biasanya dia nangis lama tapi nggak sampai sesenggukan seperti malam itu. Kayaknya sepele ya, tinggal kasih HP aja, masalah selesai. Tapi kan bukan itu poin utamanya.

Menuju usia 2 tahun usia anak, perkembangan emosi akan semakin terlihat. Ada istilah yang namanya "tantrum".

Tantrum adalah ledakan emosi, biasanya dikaitkan dengan anak-anak atau orang-orang dalam kesulitan emosional, yang biasanya ditandai dengan sikap keras kepala, menangis, menjerit, berteriak, menjerit-jerit, pembangkangan, mengomel marah, resistensi terhadap upaya untuk menenangkan dan, dalam beberapa kasus, kekerasan. (Sumber : Wikipedia)

Kalau dari kecil, anak tidak diajarkan bagaimana mengelola emosinya, tantrum ini akan terbawa sampai dia dewasa. Pasti pernah dengar kan cerita tentang anak yang nggak mau sekolah kalau nggak dibeliin motor? Marah-marah nggak jelas hanya karena tidak dibelikan HP? Nggak mau kan punya anak seperti itu. Itulah pentingnya sejak kecil kita mengenalkan berbagai emosi dan cara mengatasinya.

Emotions are what makes us human

***

Aku nggak tahu sih apa yang aku lakukan sudah benar atau belum? Apalagi menjelang waktu tidur yang katanya bisa terbawa ke alam bawah sadar anak. Nggak tahu juga sih, tapi pas bangun tidur siang, Si Anak nangis kenceng sambil teriak "Hape!"

Duh! Susah banget ya jadi orang tua. Penuh trial and error. Alih-alih ingin ngajarin emosi, takutnya malah jadi trauma. Hmm.

Baiklah, perbanyak belajar lagi, lagi, dan lagi!