Friday, January 31, 2020

Belajar Berjalan

Rabu, 29/01, di saat kondisi lagi kurang fit, Si Bocah dengan antusias mencari tangan ibunya untuk membantunya berjalan keliling komplek sore itu. 

Sejak usia 9 bulan kurang, anak ini memang sudah sering minta titah. Akupun dengan senang hati selalu memberikan tanganku, mengikuti kemauannya. Harapannya anak ini bisa segera berjalan.

Akan tetapi, sore itu aku merasa sangat lelah, capek, bosan. Bagaimana tidak, sepanjang waktu anaknya maunya jalaaaaan terus. Saat jam makan tiba, tetap pengen jalan. Pokoknya dia nggak betah main sambil duduk dan kalau mau pindah tempat harus dititah, nggak mau merangkak.

Hingga sore itu, aku lagi nggak enak badan, bapaknya Si Bocah lagi pergi futsal, aku menemaninya jalan ke depan rumah tetangga, sambil batin,"Ya Allah, kapan anak ini bisa berjalan."

Hari berikutnya, aku merasa ada yang berbeda dari anakku (10m7d). Frekuensi dia mencari tangan mulai berkurang. Dia sekarang lebih senang berdiri dengan berpegangan pada benda yang ada; meja, tempat tidur, dan badan orang di sekitarnya. Kalau dititah pun kadang dia suka lepas tangan dan berdiri menyelinap diantara dua kaki. Wow, apakah ini sebuah kemajuan? Selain itu, dia juga mulai suka merangkak. Kalau pas makan biasanya dia mencari tanganku, sekarang aku bisa makan dengan tenang, tapi dianya menjelajah pergi menjauhiku.

Semoga ini semua memang bagian dari perkembangannya. Dia dengan kemampuannya sendiri sedang ingin belajar berjalan. Aku hanya bisa mendukungnya, kapan dia bisa dan mau berjalan biarlah dia yang memutuskan. 

Nak, maafkan ibumu yang sempat merasa lelah, tapi percayalah aku selalu mendukungmu. Semoga segera bisa berjalan ya. Nanti kita jalan-jalan :)

Friday, January 24, 2020

Cerita Gigi Berlubang

Hai, welcome back to "Cerita Gigi"

Oke jadi, beberapa waktu yang lalu aku pernah cerita permasalahan gigi yang ada pada diriku. Mari kira review ulang:
1. Gigi geraham paling belakang berlubang  Operasi Odontektomi
2. Gigi geraham bungsu yang sudah ditunggu setahun lebih tapi mahkotanya hanya muncul sedikit
Operasi Odontektomi
3. Nyeri pada gigi yang sakit saat hamil sekarang berlubang besar
4. Karang gigi yang menumpuk belum dibersihkan
5. Gigi rasanya rontok saat makan makanan panas dan dingin sekarang sudah tidak, mungkin waktu itu karena efek menyusui
6. 'Gigi lebih' yang mengganggu belum dicabut

Ada keinginan untuk menyelesaikan PR tersebut satu persatu, tapi selalu saja ada alasan untuk pergi ke dokter gigi. MALAS. 

Akan tetapi, pada hari ini akhirnya aku ke dokter gigi. Karena apa? Karena poin no. 3. Jadi awalnya, lubangnya kecil, hanya di sisi kanan dan kiri. Waktu aku periksa (saat minta rujukan hingga akhirnya operasi), dokternya belum ngeh kalau ada lubang, karena lubangnya di sela-sela gigi gitu, bukan yang kelihatan bolong. Hingga kemarin, habis makan siang, kok aku merasa aneh dengan gigiku. Ada sesuatu yang hilang. Mahkota gigi runtuh ikut termakan (mungkin) dan terasa sekali lubangnya. Aku memantapkan hati bahwa aku harus ke dokter gigi, mempertahankan gigiku yang berlubang ini. Ku tak ingin punya gangren radix untuk kedua kalinya. Masak iya umur 28 tahun udah omong 2 gigi, huhuhu. Cukup satu aja 😭

Jumat, 24 Januari, pulang kerja jam 11.00 WIB aku langsung menuju Faskes 1. Aku baru dipanggil ke ruang dokter hampir jam 12.00 WIB setelah dua pasien sebelumnya ditangani. Dalam hatiku, "Males banget kalau udah ngantri lama gini, ujung-ujungnya harus dirujuk ke rumah sakit."



Masuk ke ruangan, ditanya keluhannya apa, diperiksa giginya akhirnya dokter memberikan pilihan. 
"Ini lubang nya besar banget. Ada 2 opsi. 
1. Dipertahankan tapi harus kontrol rutin sebelum ditambal
2. Dicabut" 

"Kalau dipertahankan, berapa lama harus kontrol rutin?"

"Bisa 5 atau 6 pertemuan, bisa seminggu atau 2 minggu sekali kontrol, tergantung dokternya, nanti dirujuk ke rumah sakit."

Ku pikir bisa dilakukan di Faskes 1. Kalau iya, aku tak masalah. Toh dekat, jadwalnya juga cocok, pulang kerja. Tapi kalau di rumah sakit lain, perlu mikir-mikir dulu. Kalau dapat yang poli sore, rasanya kurang oke. 

"Dirujuk kemana ya Dok?"
"Ke Rsud bisa."
"Owh, poli Endo itu ya Dok?"
"Iya."

Wah, cocok nih kalau dirujuk kesana. Bisa periksa sambil bekerja. Kalaupun harus rutin bolak balik, insyaallah nggak masalah. Lagipula, poli Endodonsi ini termasuk poli subspesialis yang belum lama buka. Sebelumnya hanya gigi umum saja. Bisa jadi pengalaman baru nih, pikirku. Akhirnya aku bersedia dirujuk ke rumah sakit.


Demikian cerita hari ini, semoga proses kedepannya lancar dan gigiku bisa dipertahankan. 

Friday, January 10, 2020

Gagal Imunisasi Campak

Alhamdulillah, drama diare sudah selesai. Si Adek BAB hanya 1 kali di pagi hari, dan juga sudah tidak demam lagi. Jumat, 10 Januari, jadi bisa imunisasi campak (rencananya).

Imunisasi campak di puskesmas terdekat ini memang dijadwalkan hanya di hari Jumat. Aku daftar seperti biasa, datang jam 08.00 kurang, dapat antrian pendaftaran No. 7. Bayar Rp. 10.500,- semua beres.


Antri di Poli Anak, lumayan rame. Mungkin karena aku datang di tanggal sekian, biasanya aku datang di tanggal 20an.


Begitu nama anakku dipanggil, ditanya dalam kondisi sakit atau tidak, aku menceritakan apa yang dialami anakku. Demam dan diare beberapa hari yang lalu dan juga sakit gatal yang dialami sekarang. Begini penampakannya;


Kasihan ya 😭😭😭
Di kaki, tangan, dan telapak kaki.
Sedih banget ya Allah😭😭

Lanjut pemeriksaan BB dan suhu. Alhamdulillah suhu normal. BB 7,4 kg meski aku nggak yakin kebenarannya, tapi cukup melegakan hati 😌

Selanjutnya aku menunggu antrian untuk dieksekusi.

Menunggu beberapa antrian, anakku dipanggil. Ku sampaikan kalau ingin imunisasi campak. Tapi melihat catatan pemeriksa sebelumnya, aku menunjukkan kulit anakku yang gatal. Aku dialihkan ke ruang pemeriksaan (bukan ruang imunisasi). Bidan mengatakan sakit gatalnya disembuhkan lebih dulu, imunisasinya ditunda minggu depan. Imunisasi campak masih bisa sebelum anak usia 1 tahun.

Akhirnya aku diresepkan salep dan racikan untuk diminum. Kata bidan, sakit gatal itu karena bakteri, bukan karena alergi makanan.

Selesai, aku antri ambil obat di bagian Farmasi.

Sebenarnya aku agak kontradiktif ya, kemarin bilang nggak mau periksa ke puskesmas, eh sekarang diberi "kesempatan" untuk merasakannya. Ternyata klo masih bayi gini ditangani oleh bidan, bukan dokter umum, (atau mungkin tergantung diagnosis penyakit nya).

Huh, punya anak sakit dan harus minum obat, rasanya menantang sekali. Kencangkan ikat kepala, aku nggak boleh menyerah!

Thursday, January 09, 2020

Demam dan Diare

Berawal dari demam yang ku kira karena tumbuh gigi, tapi ternyata diiringi diare, kemudian ku putuskan untuk membawanya ke dokter.


Sabtu, 04 Januari, semua masih berjalan normal. Si Kecil BAB 2 kali dengan tekstur padat.

Minggu, 05 Januari, pagi-pagi jam 05.30 WIB dia sudah bangun dan BAB. Selang beberapa jam sudah BAB lagi. Warnanya kuning cerah dan agak encer, berbeda dari hari sebelumnya. Siang harinya ku bawa dia ikut ke kondangan dengan cuaca yang mendung disertai hujan tipis. Di acara ku berikan dia semangka. Pulang kondangan ku rasakan badannya mulai semlenget (hangat). Ku coba berpikiran positif, "Ah, mau tumbuh gigi kali."

Akan tetapi, ketika malam harinya dia BAB sebanyak 3 kali, pikiran positif tadi menguap. Jangan-jangan demamnya ini karena sedang melawan infeksi yang ada di perutnya. Aku masih bertahan tanpa obat, meski badannya demam panas.

Senin, 06 Januari, pagi sebelum mandi dia BAB. Sebelum aku berangkat kerja, dia BAB lagi. Selama aku tinggal kerja BAB 2 kali. Hiks.

Malam hari kembali demam, tapi tidak BAB hingga akhirnya malam-malam dia terbangun jam 23.30 WIB dan BAB. Aku ganti popoknya, sementara ia sudah tertidur kembali.

Selasa, 07 Januari, tidurnya agak gelisah dan seperti biasa, langsung ku susui agar merasa nyaman. Tak lama ku dengar suara "brrrroootttt". Ku lirik jam dinding, pukul 02.00 WIB. Si bayi tertidur dan aku pun ikut tidur karena mata sudah lengket sekali. Pukul 03.30 WIB aku bangun dan mengintip popoknya, ternyata memang ada bekas BAB nya. Ku ganti popoknya di saat dia masih tidur.

Selama ditinggal kerja, dia BAB 2 kali. Akhirnya kami pergi ke dokter anak.

Awalnya suami menawarkan untuk berobat ke puskesmas saja. Tapi entah mengapa aku kurang yakin. Gara-gara waktu posyandu ada bidan yang menginformasikan "menghisap jempol/jari membuat gigi tonggos" aku jadi skeptis untuk berobat di puskesmas. Padahal ya nantinya anakku akan ditangani dokter umum, bukan bidan. Iya gak sih? Akan tetapi, di dekat rumah ada praktek dokter anak. Ya kenapa nggak langsung kesana saja. Pikirku seperti itu.

Pukul 16.00 WIB kami berangkat dari rumah dan langsung mendaftar. Nggak tahu deh dapat antrian nomer berapa, yang jelas kami menunggu cukup lama, 1 jam lebih mungkin. Begitu masuk ruangan, diperiksa cuma 5 menit dan rasanya terburu-buru. Ku pikir aku bisa konsultasi lebih dalam, ternyata ..., ah sudahlah. Mungkin sih karena waktu ditimbang anakku nangis, waktu ditaruh di kasur untuk dilakukan pemeriksaan, dia juga nangis. Dengar tangisan anakku, aku juga serasa diburu-buru untuk segera mengakhiri pemeriksaan.

Keluar ruangan, aku menunggu dokter meracik obat di ruangannya. Sekitar 15 menit, aku dipanggil untuk ambil obat dan bayar tagihan... sebesar Rp 115.000,-  Obat yang diberikan ada 2 macam, obat racikan untuk mencret dan obat botol untuk turun panas.

Daaaann... PR terbesar adalah gimana caranya minumkan dia obat. Gak tega! Huhu. Dengan sedikit paksaan, akhirnya masuk juga obatnya, meski aku jadi takut kalau-kalau anakku jadi trauma dengan sendok. Hiks.

Alhamdulillah, malam hari bisa tidur, meski nggak nyenyak, tapi nggak harus ganti popok tengah malam.

Rabu, 08 Januari, bangun tidur langsung BAB, masih encer. Minum obat, siangnya BAB 1 kali. Malam BAB lagi 1 kali, lanjut minum obat. Malam jam tidur, aman.

Ku pikir drama diare ini sudah berakhir, tapi Kamis, 09 Januari, bangun pagi lanjut BAB. Dan yang mengejutkan di pagi hari ini, muncul putih-putih di balik bibirnya. Gigi seri atas Si Bayi akan segera keluar di usia 9m17d.

Semoga sehat-sehat selalu ya Nak :*