Tuesday, December 17, 2019

Bayi Merangkak


Anakku sudah bisa berpindah tempat dengan cara merayap (merangkak dengan menggunakan perut) di usia 7 bulan sekian. Perkembangan selanjutnya, ia bisa duduk sendiri.


Awalnya duduk sendiri, masih sering oleng. Lama kelamaan, duduknya makin mantap. Jatuh ke kanan atau ke belakang, dia sudah bisa mengendalikan diri. Meski masih 'dug', tapi jatuhnya pelan dan tidak menangis. Selanjutnya, dia duduk dan berputar 360 derajat.

Baru-baru ini, di usia 8m20d, dia menunjukkan perkembangan baru, yakni merangkak dengan perut terangkat. Mulanya hanya berapa langkah, terus dia duduk. Beberapa langkah lagi, lanjut menurunkan perut kembali merayap. Makin kesini, langkahnya makin banyak.

Sebenarnya aku tidak terlalu ambil pusing soal merangkak ini karena ada dokter yang mengatakan 'tak mengapa bayi tidak melalui fase merangkak, yang penting perkembangan lainnya tetap berjalan sesuai usianya'. Dan menurutku, bayiku masih dalam kategori aman sih.

Sejak memasuki usia 8 bulan, dia udah mulai berdiri di pinggir kasur (membungkuk, belum berdiri tegak), mulai dititah dan sekarang (usia hampir 9 bulan) sudah pintar cari tangan --minta dititah. Kalau nggak dituruti bisa nangis sampai keluar air mata. Pinternya, masyaAllah!

Sebentar lagi, bisa berdiri, merambat, jalan, dan lari. Kalau jalan-jalan lagi, nggak perlu digendong lagi Nak, muehehe.

Yang masih menjadi PR saat ini adalah gimana menaikkan berat badan. Sedih banget ih mulai menabrak garis kuning. Semangat ya Sayang :*

Monday, December 16, 2019

Pergi ke Kebun Binatang Bersama Si Kecil

Setelah maju mundur, akhirnya kesampaian juga untuk liburan ke Jogja. Bertiga.


Ini bukan pertama kalinya Si Kecil pergi ke Jogja. Tapi sebelumnya kami pergi berbanyak orang (dengan teman sekantor) dan menggunakan kendaraan pribadi. Kali ini kami hanya pergi bertiga dan naik transportasi umum. Rencananya kami akan pergi ke kebun binatang Gembira Loka. Kami akan naik kereta lokal.

Tiket kereta sudah dipesan hari Rabu untuk keberangkatan hari Minggu. Ada kejadian salah tanggal tapi bisa diubah di Customer Service stasiun.

Hari Minggu aku bangun jam 06.30 WIB, agak kesiangan sih, tapi yaudah nggak apa-apa. Aku jemur baju, rebus air, dan mempersiapkan makan dan alat makan Si Kecil yang akan dibawa. Selesai, aku mandi lanjut memandikan anakku. Setelah itu ku suapin anakku. Ndilalah kok rada susah makannya, atau mungkin dia merasakan aura "kemrungsung" mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 07.30 WIB. Kereta jam 07.55 WIB. Yasudahlah, daripada aku emosi, Si Bayi juga nggak suka dipaksa-paksa, aku juga belum siap-siap, ku akhir sarapan.

Set set set, nggak butuh waktu lama untuk dandan, selesai beres. Sampai di stasiun kereta nya sudah ada, langsung masuk dan tak lama kereta jalan. Baru sadar ternyata HP ketinggalan - __- Emang lah ya, kalau sudah jadi ibu banyak lupa nya, yang penting kebutuhan anak sudah lengkap.

Di kereta, Si Kecil cukup tenang. Dia menepuk bahu tante-tante yang ada di sebelahnya. Aku dan suami terpisah bangku, meski masih satu gerbong. Ada kalanya Si Kecil rewel dan berakhir dengan tidur. Belum ada 30 menit tidur, kereta sudah sampai. Turun dan istirahat sejenak, Si Kecil bangun.

Kami berjalan menuju halte Trans Jogja. Berdasar googling, untuk ke Gembira Loka, kami harus naik jalur 2A dan turun di halte Kusumanegara. Tapi begitu sampai halte, kami diarahkan naik jalur 1A. Dan wusssss... terlihat tulisan gede GEMBIRA LOKA dan halte Kusumanegara lewat. Trans Jogja jalur 1A tidak berhenti. Kami memutuskan turun di halte berikutnya. Kata Pak Petugas, kami seharusnya turun di halte setelah halte SGM. Halahm, mana kita tahu?! Kami disuruh keluar halte dan jalan menuju halte portable untuk ganti jalur 1B. Kami menunggu cukup lama, akhirnya memutuskan untuk pesan taksi online saja dengan tarif Rp 13.000,-

Sampai disana kami beli tiket masuk Rp 35.000,-/orang. Sejujurnya aku sudah capek duluan. Tanganku sudah pegal menggendong bayi. Akhirnya gantian sama suami. Huh, aku memang lemah.


Kami lihat gajah, ikan, dan masuk ke dunia reptil. Tak lama kemudian, Si Kecil justru tidur. Ku gendong dia, sebentar-sebentar berhenti. Pegel banget T.T Apalagi pakai gendongan jarik yang kalau dipakai lama kelamaan ikatannya kendor. Atau aku yang gak bisa pakai? Akhirnya gantian lagi sama suami.

Melihat ada Pintu Keluar sebelah Barat, kami berniat keluar. Padahal belum semua dijelajahi, tapi kami sudah kecapekan, Si Bayi juga masih tidur di gendongan, yasudah kami keluar saja. Mau ke mall aja yang adem.

Begitu keluar kami bingung, mau naik apa ke Malioboro. Tanya dimana halte Trans Jogja, ternyata ada di Pintu sebelah Timur. Kami disuruh masuk lagi. Yaudahlah pesan Grab saja. HAHAHA. Kami lebih memilih keluar 37k daripada harus balik gendong Si Bocil. Maafkan kami Nak.

Kami pergi ke Mall Malioboro dan langsung menuju McD, makan siang. Sesungguhnya aku excited pengen nyobain baby chair. Biar kayak orang-orang, haha. Ternyata pas diposisikan, bocahnya nggak mau. Harus sedikit dipaksa, wkwk.



Tadinya mau langsung ku buatkan bubur instan, tapi berhubung aku beli Panas 1 yang ada scrambled egg rasa tawar, ku berikan saja untuk bayiku. Entah itu gimana buatnya, bumbunya apa, yakin sajalah kasih ke bayi umur 8m22d. Dianya juga mau, nggak klolotan.

Awalnya dia betah duduk di kursi. Lama kelamaan dia teriak, lanjut menangis, minta diambil. Selesai makan, kami lanjut naik eskalator dan berakhir ke Timezone.

Baru kali ini naik beginian :3

Lelah keliling mall, kami memutuskan untuk ke stasiun, padahal masih jam 16.30 WIB dan kereta jalan jam 17.33 WIB. Langit mendung, takut kehujanan.

Sampai stasiun, aku menuju ke ruang laktasi. Seharian Si Bayi hanya minum ASI sekali saja saat di kereta (waktu berangkat). PD rasanya nyut-nyutan karena penuh.

Ruang Laktasinya kecil. Ada AC, kulkas, wastafel. Kalau dipakai sendirian enak sih, tapi kalau bareng-bareng berlima mungkin rada sempit.

Pulangnya di kereta, nggak bisa bobok, dan rada gelisah. Jadi mikir, kalau dibawa liburan ke Jakarta, apakah dia bisa tenang selama di kereta. Tunggu gedean dikit ya Dek, bisa jalan, nanti kita jalan-jalan lagi :))

Tuesday, November 26, 2019

Mother Finger Food

Sebenarnya sudah sejak lama aku menyadari kalau anakku tidak suka makan menggunakan sendok. Berawal dari susahnya ia disuapi saat makan makanan utama -- baru suapan kesekian sudah tutup mulut, tapi ketika disuapi buah (jeruk, mangga, atau apapun yang menggunakan tangan, dia selalu membuka mulut). Saat itu aku sadar, mungkin anakku memang suka disuap tangan, TAPI GIMANA CARANYA MAKAN BUBUR PAKAI TANGAN?!

Aku masih bertahan menyuapi anakku pakai sendok, dengan bergonta-ganti sendok (karena kemungkinan dia trauma dengan sendok tertentu). Hasilnya? Nggak cukup signifikan, segitu-gitu aja.

Seiring bertambahnya usia, aku mulai memberikan biskuit bayi dengan dipotong ke ukuran kecil. Dia suka, selalu membuka mulutnya saat disuapi biskuit. Aku belum memberikan kesempatan bayiku untuk makan sendiri karena ketika kue itu dipegang, yang ada hanya diremas-remas tapi tak dimasukkan ke mulutnya. 

Pinter rebut sendok dan mangkok tapi nggak masuk mulut
Melihat kondisinya yang seperti itu, aku mulai kepikiran bikin makanan yang bisa dimakan pakai tangan, nggak perlu sendok. Akhirnya coba buat perkedel dengan kandungan gizi;
karbohidrat : kentang
protein : telur
lemak : minyak goreng, keju

Pertama, kentang direbus sampai lunak. Setelah itu kupas dan haluskan. Campur dengan keju dan uleni.

Ku tambahkan telur, tapi kok malah jadi encer, padahal belum semua ku masukkan. Auto panic dong, apalagi nggak sedia terigu. Coba ku bentuk yang ada malah lengket, nempel ditangan semua. Mau ku tambah bubur instan, takut merusak rasa. Adanya hanya tepung Gasol beras merah, akhirnya ku tambah tepung itu sedikit. Kok teksturnya agak kasar ya, nggak selembut terigu? Udahlah, nggak sampai kalis ku goreng saja, meski bentuknya tak karuan.

Setelah matang, ku berikan ke anakku. Mau dong, secara nggak pakai sendok. Tapi di mulut agak lama, mungkin karena teksturnya agak kasar (kentang tidak halus sempurna). Setidaknya ia mencoba rasa baru.

Akan tetapi, meskipun sudah memenuhi gizi seimbang (menu lengkap) rasanya kok 'belum makan' ya kalau belum makan nasi/bubur. Akhirnya siang hari tetap bikin bubur instan. Kali ini suap pakai tangan. No sendok sendok club. Lebih lahab. Yes!

Yasudahlah, makan nggak harus selalu pakai sendok. Yang penting ada asupan yang masuk ke perut. Lama kelamaan pasti tambah pinter ya Nak, maemnya.

NB:
Minggu, tanggal 24 November (8m1d) saat minum pakai gelas, terdengar 'tik tik' seperti gigi yang bersentuhan dengan bibir gelas. Benar dong, pas dicek ada putih-putih yang muncul dari gusi bawah. Belum keluar seutuhnya, baru ujungnya aja, itupun masih dikit sekali. Pantesan dari kemarin lidahnya digerak-gerakkan mulu, mungkin dia merasa risih dengan kehadiran gigi kecilnya.

Thursday, November 21, 2019

Anakku Bisa Duduk Sendiri!

Ya Allah, terharu sekali rasanya hari ini bisa melihat anakku bisa duduk sendiri di usianya 7m29d alias 8 bulan kurang 2 hari.

Pertamanya nggak lihat secara langsung. Berawal dari dia tengkurap, main sendiri, sementara aku asyik lihat layar HP, ku tengok lagi ke arah ya kok posisinya udah duduk? Dibantu bapaknya, kayaknya enggak deh.

Malam harinya baru bisa lihat prosesnya, bagaimana Si Kecil bisa duduk sendiri, meskipun masih rada sempoyongan. Tapi ku bangga huhu.

Anak kecil tuh ya kalau emang udah waktunya, dia akan bisa dengan sendirinya. Dia tahu kapan harus bisa tengkurap, kapan harus bisa berbalik dari tengkurap ke terlentang, dan sebagainya. Tugas orang tua hanya menstimulasinya dan percaya bahwa anaknya pasti bisa. Jangan lupa penuhi kebutuhan nutrisinya agar terus tumbuh sesuai usianya.

Soal duduk ini, sebenarnya anakku belajar sendiri sih. Dia suka berguling hingga pinggir kasur. Saat di tepian aku hanya memberikan instruksi, "kalau mau turun, kakinya dulu Dek" sambil pegang kakinya. Nggak yang langsung berhasil sih. Kadang dia tetap maju lurus sehingga posisinya nyungsep atau justru berguling sehingga badannya jatuh kebawah. Lama kelamaan ku rasa dia belajar. Kaki dulu yang diturunkan, selanjutnya dia memposisikan diri untuk duduk. Aku hanya mengawasi saja, memastikan jika tubuhnya oleng, dia tidak akan jatuh terbentur.


Sekarang ini Si Dia udah mulai menolak untuk didudukkan. Tiap kali diposisikan, kakinya pasti lurus, minta berdiri. Artinya dia lagi mempersiapkan diri untuk tahap perkembangan selanjutnya; berdiri, rambatan, jalan.

Kadang suka takjub sendiri lihat perkembangan anak. Begitu Allah menciptakan makhluk Nya dengan sempurna 💕

Sunday, November 03, 2019

Cerita Hari Ini

Hari ini so nice sekali 😌🥰
Bocah makannya OK.
Bapaknya bocah ngajak jalan.

--

Seperti minggu sebelumnya, hari Minggu ku usahakan untuk membuat MPASI homemade untuk anakku (maaf belum bisa setiap hari, masih aliran MPASI instan). 

Hari ini menunya "Bubur Ikan Bawang" dengan komposisi:

Karbohidrat : beras
Protein : ikan nila
Lemak : santan, EVOO
Sayur dan buahnya kapan-kapan saja lalala~

Nggak usahlah nanya resep, yang penting semua bahan mateng sempurna.

--

Pukul 05.10 WIB aku mulai aktivitas di dapur. Beres sekitar pukul 06.30 WIB, lama ya hahahaha kelamaan saring menyaring.

Pukul 07.00 WIB aku suapin anakku. Responnya? Wow, sungguh mengejutkan, dia mau buka mulut. Kemungkinannya ada dua, antara masakanku enak atau karena pakai sendok yang berbeda dari biasanya. Kali ini aku pakai sendok teh, bukan sendok makan bayi. Ku rasa dia trauma dengan sendok makannya.

Akan tetapi, meski respon makannya bagus, porsinya tetap sedikit, mungkin karena bubur ku terlalu kental dan masih agak kasar. Beberapa kali dia seperti klolotan. Ya sudah, nggak apa-apa, biar sedikit, dia tetap mencicipi rasanya ikan nila.

Pukul 08.00 WIB Si Bayi tidur selama satu jam saja. Pukul 10.00 WIB aku lumatkan biskuit bayi, kali dia mau ngemil. Ehh doyan, sisa satu suapan doang. Kayaknya efek ganti sendok teh deh 😅 Habis ngemil, lanjut nyusu. Pukul 11.00 WIB dia tidur sampai jam 13.30 WIB, lumayan lama loh ini. Mungkin karena cuaca mendung jadi enak buat tidur.

Begitu bangun, aku segera siapkan makan siang untuk anakku. Menunya masih sama, tapi kali ini aku encerin dan disaring lagi. Ndilalah, ngasih airnya kebanyakan, jadi agak encer gitu. Tapi syukur alhamdulillah, Si Kecil lagi-lagi semangat membuka mulutnya.

Pukul 14.00 WIB aku menagih janji Bapaknya Bocah yang katanya ingin membelikan baju anaknya. Kebetulan di Purworejo sedang ada expo, meluncurlah kami kesana. Nggak terlalu berharap nemu baju bagus disana, yang penting jalan-jalannya.
Sumber: https://purworejokab.go.id

Pukul 14.30 WIB kami berangkat dari rumah. Sesampainya disana, kami menjelajah stan yang ada. Untungnya Si Kecil sangat kooperatif sekali. Meski sesekali merasa tidak nyaman berada dalam gendongan, dia tidak rewel dan menangis. Dia terlihat mengantuk, tapi tak bisa tidur, mungkin karena suasana yang ramai. Dan seperti dugaanku, kami tak menemukan baju untuk anakku.


Sebelum pulang, mampir ngopi dulu di Point Cafe Indomaret, beli yang lagi promo aja biar murah. Wkwkw.

Sekitar pukul 17.00 WIB kami jalan menuju arah pulang. Nggak langsung pulang, tapi mampir ke "NINE" toko perlengkapan bayi (yang letaknya nggak jauh dari rumah). Sudah mau sampai, Si Bocah Kecil malah tidur. Turun dari mobil pun dia tetap tidur, saking ngantuknya. Akhirnya digendong bapaknya, sementara aku segera keliling mencari baju yang cocok untuknya.

Set... set... set... nggak pakai kelamaan milih, soalnya kasihan liat Si Bapak yang rempong gendong anak gadisnya tidur.

Sampai rumah pukul 17.40 WIB, selesai sholat maghrib langsung ku siapkan makan malam untuk anakku. Dari jam 14.00 WIB dia belum kemasukan apapun. Waktu diajak jalan dia nggak minta nyusu dan aku juga tak menawari.

Berbekal pengalaman tadi siang, kali ini bubur yang ku siapkan teksturnya pas, tidak terlalu kasar dan tidak terlalu encer. Bocahnya mangap saat disuapin, nyenengin lah pokoknya. Meski lagi-lagi porsinya tidak terlalu banyak. Tapi setidaknya tidak menguras energi dan emosi. Alhamdulillah.

Terima kasih untuk hari ini ya Allah 🥰

Monday, October 28, 2019

Drama MPASI : Beralih ke Bubur Instan

Beberapa waktu yang lalu, aku sempat cerita bahwa aku memilih MPASI homemade pinggir jalan untuk memenuhi kebutuhan makan anakku dengan alasan murah, mudah, dan praktis. Tentunya setelah menimbang segala konsekuensi yang nantinya ku terima.


Satu kali makan, bayiku habis kira-kira 1 sdm saja. Aku hanya bisa berpikiran positif 'mungkin memang kapasitas lambungnya kecil'. Waktu ASI eksklusif saja, dia hanya habis 2-3 botol atau sekitar 250-300 ml saat ditinggal kerja selama 7-8 jam. Termasuk irit, kan?

Ku pikir semua akan baik-baik saja, hingga jadwal posyandu tiba. BB bayiku hanya naik 300gram dalam 2 bulan (seharusnya naik 700 gram sesuai KBM). Mulai panik dong! Pada akhirnya aku ambil keputusan untuk beralih ke bubur instan saja. Sama-sama 1 sendok makan, tapi kandungan gizinya sudah pasti dan sesuai dengan kebutuhan bayi.

Makin yakin dengan keputusan itu setelah dr.Meta di instastory-nya membahas mengenai menu tunggal, menu 4 bintang, menu 4 kuadran, dan menu lengkap. Bahwa sesungguhnya yang dibutuhkan bayi itu adalah menu lengkap, terdiri dari karbohidrat, protein (hewani), lemak, buah/sayur (porsi kecil). Bubur pakai santai dengan lauk telur, udah cukup banget! Nggak usah ribet-ribet dengan istilah prona, double prohe, LT, EVOO, dan semacamnya.

dr. Meta juga sempat menyinggung tentang MPASI homemade pinggir jalan. Nggak masalah sebenarnya, tapi yakin nggak komposisi makro nutrisi nya sudah sesuai?


Kalau saja BB anakku baik-baik saja, mungkin aku akan setia ke MPASI homemade pinggir jalan. Tapi untuk kondisi sekarang ini, rasanya lebih percaya ke bubur instan saja. MPASI homemade seminggu sekali. Mungkin nanti kalau udah naik tekstur, bikin MPASI homemade lebih sering lagi.

Gimana respon bayi makan bubur instan?
Alhamdulillah, lebih berselera, lebih semangat membuka mulut. Hanya saja kalau bicara porsi, jauh lebih sedikit dari saran penyajian. Disarankan 5 sdm sekali makan, sementara bayiku diberi 2 sdm saja masih sisa, kira-kira hanya 1,5 sdm lah maksimal.

Urusan per-MPASI-an ini, sebenarnya menyenangkan sekali memberi makan dan menyuapi bayi kalau Si Bayi makannya lahap dan habis banyak. Tapi kalau makannya sedikit dan ogah-ogahan, super galau lah emaknya, kira-kira apa yang salah, apa makanannya tidak enak? apa masih kenyang? apa sedang ngantuk? apa sedang tidak mood? Huft.

Semoga saja target BB bisa terkejar. Udahlah, nggak perlu jadi gendut, ginuk-ginuk, yang penting KBM nya terpenuhi tiap bulan, itu saja harapanku. 

Saturday, October 26, 2019

Perkembangan Bayi 7 Bulan

Tulisan ini ke-trigger karena baru-baru ini anakku sudah bisa merayap. Woohhh, proud of you, girl 👏👏👏

Jadi, semenjak bayiku bisa tengkurap, perkembangannya meningkat secara bertahap, tidak terlihat secara signifikan tiba-tiba bisa. Perkembangan yang tidak tercatat mulai kapan bisanya antara lain tengkurap dari sisi kanan hingga berguling ke kanan dan ke kiri, tidur dalam posisi miring, mengambil barang dan memindahkan dari satu tangan ke tangan lainnya.


Beberapa perkembangan yang terlihat akhir-akhir ini.

Merayap
Berawal dari Uti yang mengabari kalau si bayi sudah mulai maju. Aku sendiri belum pernah mendapati kemampuan terbarunya itu. Yang aku tahu, Si Bayi memang sudah mulai mengangkat pantatnya, tapi berujung ngglimpang, bukan bergerak maju. Hingga akhirnya ku lihat dengan mata kepalaku sendiri, dia bergerak cepat maju kedepan mendekati barang yang menarik perhatiannya contoh kipas angin. Gesit sekali. Terharu banget ya Allah 😭😭😭

Bergerak maju nya seperti orang merayap, belum bisa dengan pantat terangkat layaknya bayi merangkak. Tapi yakin banget nih sebentar lagi pasti bisa, bisa merangkak dan juga bisa duduk sendiri 😌 Sekarang ini duduk sudah mulai tegak, bertahan lama dan tidak goyang-goyang, jatuh ke samping / ke belakang.

Separation Anxiety
Sejak usia 6 bulan sekian, Si Bayi mulai mengenal separation anxiety atau ketakutan untuk berpisah dan tak ingin ditinggal. Mulai berasa banget akhir-akhir ini yang mana ditinggal sebentar saja, Si Bayi bisa nangis heboh, padahal disebelah nya ada Si Bapak yang menjaga. Di satu sisi seneng banget "ih Si Bayi nggak mau aku pergi, bergantung sekali padaku." Tapi di sisi lain, aku jadi nggak bisa ngerjain yang lain. Sejauh ini dia tidak menangisi kepergian ku saat berangkat kerja, tapi kalau udah pulang, nempel deh. Suka 😍

Babbling
Di usia 7m10d akhirnya Si Kecil bisa babbling dengan riang gembira "appa papapa buwaahh"

Itu dulu update perkembangan Si Kecil yang tak kecil lagi. Semoga terus tumbuh dan berkembang ya Sayang. I love you.

Thursday, October 24, 2019

Apakah Produksi ASI akan Turun setelah MPASI?

Jawabannya bisa IYA, bisa TIDAK. 
Iya, kalau di jam biasanya PD kosong, tapi ASI tidak dikeluarkan.
Tidak, jika ASI rutin dikeluarkan sesuai jadwal sebelum MPASI.

Maksudnya gimana sih?
Contoh di aku. Biasanya, sebelum pergi ke kantor aku selalu menyusui anakku terlebih dahulu. Tapi sejak memasuki masa MPASI, aku sudah tak melakukannya lagi. Alasannya? Biar dia lapar dan sarapannya bisa habis banyak. Begitu pula sore hari saat pulang kerja, biasanya setelah ganti baju, langsung kangen-kangenan menyusu sepuasnya, kini aku tahan demi makan sorenya bisa lebih lahap. Itu artinya dua kali sesi pengosongan PD aku lewatkan begitu saja. Sehari dua hari masih okelah, belum ada perubahan. Tapi, lama kelamaan produksi akan turun. Memompa di kantor juga hasilnya akan berkurang.

Kenapa bisa begitu?
Ingat prinsip ASI : supply by demand. Ketika permintaan turun, otomatis persediaan dalam tubuh juga akan diturunkan. Memang benar, semakin bertambah usia anak, semakin banyak makannya, semakin berkurang menyusunya, tapi kalau udah coba-coba mengurangi produksi ASI, yakin bisa menyusui sampai 2 tahun?

Terus gimana agar produksi bisa stabil?
Caranya sederhana, cukup keluarkan ASI secara rutin (pompa/marmet/DBF), jadwalnya tak perlu padat tiap 3 jam sekali, tapi minimal sama seperti sebelum MPASI.

Aku sendiri sudah merasakan bagaimana ASI ini mulai surut gara-gara keenakan tidak mengosongkan PD. Begitu sadar ada yang salah, yaudahlah, mau nggak mau nambah jadwal pompa (yang tadinya DBF jadi harus pompa). Harapannya kan anak makan banyak, ASI tidak berkurang. Masak iya sih nggak mau berjuang demi anak?!

Saturday, October 19, 2019

Kebiasaan Tidur Malam

Sudah dua minggu ini anakku mempunyai kebiasaan tidur yang salah. Hmm, salah menurut siapa ya? 🤔

Jadi, menjelang magrib si bayi akan tidur. Maksimal jam 19.00 WIB dia akan terbangun. Selanjutnya nanti pukul 21.00-an dia akan tidur lagi. Herannya 30-45 menit kemudian, dia akan terbangun dan akan tidur kembali di jam 23.00 - 00.30 WIB. Pokoknya tidur di jam 8 - 9 malam nggak akan bertahan lama, pasti terbangun, dan susah untuk tidur kembali. Itu yang terjadi selama dua minggu ini. Sebelumnya mentok jam 22.00 dia akan tidur sampai pagi.

Kondisi ini sungguh membuat ku lelah. Kalau aku bisa bertahan dari rasa kantuk, ku temani anakku sampai dia tertidur. Kalau tidak bisa, ya pasti ketiduran. Dua kali sudah anakku jatuh dari kasur gara-gara aku menjaganya sambil tidur. Yang pertama dia nangis kenceng, yang kedua dia kalem sambil main karpet.
Saat jatuh yang kedua
Kadang mikir mungkin anak ini butuh waktu lebih banyak dengan orang tua nya karena seharian kerja. Pengen nemenin, ngajak bercanda tapi kok ya aku ngantuk. Apalagi kalau bapaknya bocah udah tidur duluan, ngantuk nya jadi berlipat-lipat. Yang bikin emosi jiwa dan raga itu kalau sepanjang malam dia gelisah dan rewel. Ditaruh nangis, digendong nggak betah, wajahnya terlihat ngantuk tapi nggak tidur tidur 😑😒

Akan tetapi, rasa lelah dan kurang tidur yang ku rasakan bukan menjadi masalah besar, yang ku khawatirkan hanyalah tumbuh kembang anakku. Pernah dengar tentang hormon pertumbuhan yang aktif saat tidur? Hormon ini puncaknya jam 23.00 sampai 02.00 dan tidak muncul kalau tidak tidur nyenyak. Itulah sebabnya anak harus tidur di jam 20.00 - 21.00 agar di jam 23.00 tidurnya sudah pulas.


Lha kalau baru tidur di atas jam 23.00 piye
Rasanya sangat kacau, apalagi waktu posyandu kemarin BB nya hanya naik 300 gram dari yang seharusnnya 700 gram (total akumulasi KBM karena bulan lalu bolos posyandu). Grafik KMS nya sedikit lagi menabrak garis kuning bawah. Hiks SEDIH. 

Selain itu, karena tidurnya terlalu malam, paginya tentu saja susah bangun. Jam 06.00 harus selalu ku oprak-oprak agar dia bangun untuk kemudian ku mandikan. Pernah satu hari, selesai dia mandi, pakai baju, dia langsung tertidur tanpa digendong dan diayun. WOW, ngantuk berat ya Nak. Jadi ya gitu deh, habis mandi, pasti lanjut tidur, baru kemudian makan pagi. Sarapannya jadi kesiangan, makan siangnya jadi kesorean.

😣😣😣

Entah harus darimana memperbaikinya, sungguh ku tak tahu. Tulisan ini hanya sebagai stress release atas kondisi saat ini. Aku yakin nanti ada saatnya anakku akan tidur dengan teratur, makan yang banyak, dan bisa tumbuh dengan optimal.

Sunday, October 06, 2019

Pilihan Makanan untuk MPASI

Masih tentang MPASI ya, hahaha, masih akan terus dibahas selama anaknya belum terbiasa dengan aktivitas makan.

Setelah galau berkepanjangan karena bayi tidak selera makan di usia nya yang ke-6 bulan, akhirnya di hari ke-12 MPASI, dia mulai menunjukkan respon makan. Ia melihat mangkuk makanannya dan membuka mulutnya. Aammm, uh senangnya hati mamak. Ya meskipun hanya di lima suapan pertama saja, selebihnya dia menggeliat, tanda ingin menyudahi makan. Lumayan lah.

Hasil analisis sementara kenapa bayi baru mau makan sekarang ini karena pileknya sudah sembuh. Jadi dia udah mulai berselera meski porsinya masih sedikit sekali. Pantesan kemarin dikasih apa saja ditolak, mulai dari bubur instan, homemade buatan sendiri, dan homemade yang dijual di pinggir jalan. Semua sudah dicoba dan hasilnya cukup mengecewakan.

Berbicara soal pilihan makanan untuk MPASI, dari awal aku sudah memutuskan untuk tidak memberikan makanan homemade yang dijual di pinggir jalan.
1. Kita tidak bisa memastikan kebersihan bahan makanan dan alat masaknya
2. Kita tidak tahu cara masaknya gimana, diolah dengan benar atau tidak

Selain itu, meski sudah bersih dan cara masaknya benar, waktu dijual kan dihadapkan ke banyak pelanggan. Bisa jadi yang beli lagi pilek, batuk, terus virusnya masuk ke bubur, kan bisa saja seperti itu. Jadi mending pakai bubur instan aja yang nilai gizinya udah ditakar pas sesuai untuk kebutuhan bayi atau kalau tetap mau homemade ya bikin sendiri, kita bisa menentukan jenis makanannya, menjaga kebersihannya, dan menyimpannya dengan tepat.

Seperti menelan ludah sendiri, sekarang ini aku memberikan anakku MPASI homemade yang dijual di pinggir jalan 😪 Gimana nggak tergiur coba, beli 2 ribu aja bisa buat pagi siang sore, itu pun masih sisa. Subuh nggak ribet bikin bubur, saring makan, cuci peralatan. Hemat biaya dan tenaga. Nggak stres juga kalau udah capek bikin ternyata anaknya makan cuma dikit. Damailah hidup mamak.


Modal baca "bismillah", hempaskan seluruh kekhawatiran soal MPASI homemade pinggir jalan. Beberapa pertimbangan yang membuat ku yakin;

1. Menunya tiap hari beda-beda dengan kandungan gizinya cukup lengkap; karbohidrat, protein hewani, protein nabati, dan sayuran. Tinggal tambah lemak aja udah jadi menu lengkap.

2. Banyak buibu yang beli. Artinya udah terpercaya dong. Lagi pula rumor yang beredar, Si penjual memulai usahanya karena dirinya merasa ribet membuat MPASI homemade untuk anaknya, kenapa nggak ada yang jual. Lantas kepikiran kenapa nggak aku saja yang jual? Hasilnya laris manis, setiap hari pancinya selalu kosong.

Kadang suka mikir, kenapa aku jadi ibu nggak ada usahanya sama sekali ya, nggak mau ribet, nanti kalau anaknya lebih suka jajan di luar gimana, kalau nggak kenal masakan ibunya gimana. Tapi ya sudahlah, toh aku punya pilihan, kalau ada yang mudah kenapa harus mempersulit diri sih. Lagi pula anaknya doyan. Kecuali kalau anaknya nolak-nolak, pasti aku muter otak gimana caranya anak ini bisa kemasukan makanan.

Pada akhirnya, entah itu bubur instan, homemade buatan sendiri, homemade pinggir jalan, seorang ibu pasti ingin memberi yang terbaik untuk anaknya. Nggak ada kan yang ingin anaknya kenapa-kenapa. Tapi entah kenapa masih saja ada ibu yang memberi makan anaknya di bawah 6 bulan tanpa advis dokter 😔

Akan tetapi, semua keputusan kembali pada buibu semua karena seluruh konsekuensi juga akan kembali ke ibu kan?

Monday, September 30, 2019

Mamak Kalah

Hari ke-9 MPASI, Si Bayi belum menunjukkan respon nafsu makan. Dia tak tertarik melihat piring dan sendok di hadapannya. Coba beberapa menu yang berbeda pun rasanya sama saja, makannya tak seberapa.

Sore hari jatahku menyuapinya. Sehabis mandi dan menghitung jarak jam menyusu di sesi sebelumnya, ku rasa aku sudah menentukan jam makan dengan tepat. Akan tetapi, begitu makanan sudah siap, bayi menutup rapat mulutnya. Setengah jam kemudian, dia mulai rewel, mengantuk. Sudah pasti menangis karena perutnya kosong. Aku tahan-tahan untuk tidak menyusuinya agar dia merasakan lapar. Tapi mendengar tangisannya, mana tega sih, huhuhu. Akhirnya mamak kalah deh, langsung nenangin si bayi dengan jurus pamungkas. Dan si bayi pun tertidur.

Pose tidur andalan 

Gimana ya? Apakah 30 menit sebelum tidur sudah nggak mood makan? Apakah masih dipengaruhi pilek yang belum sembuh benar? Urusan gini bikin pusing ya, hahaha.

Jujur aku memang belum konsisten dalam menerapkan aturan makan. Dengar tangisan bayi aja langsung runtuh pertahanan.  Mungkin sekarang ini aku tak perlu khawatir berlebihan karena memang baru mulai kan? Pernah aku baca artikel yang menyebutkan "makan" itu sama seperti proses tumbuh kembang lainnya, setiap anak beda-beda. Ada yang sudah bisa jalan di usia 12 bulan, ada juga yang bisa di 15 bulan. Begitu pula makan, ada yang usia 6 bulan udah pintar makan, ada yang belum. Tapi sampai kapan ya merasa tenang kalau anak belum bisa makan? 🙄

Menghadapi kondisi sekarang ini, yang bisa ku lakukan adalah
1. Jangan menyerah
Anak nggak mau makan, lantas pasrah pada keadaan? Proses belajar terhenti dong. Pokoknya aku harus berusaha menyiapkan makanan dengan variasi yang berbeda-beda. Semakin banyak makanan yang diicipinya, harapannya lidah bayi makin terlatih dan mulai menikmati makanan.

2. Perhatikan Kenaikan BB
Bulan lalu bolos posyandu, bulan depan nggak boleh bolos lagi, biar bisa dilihat BB nya dan di plot ke kurva untuk melihat tren perkembangannya. Kalau grafik nya landai kan berarti ada yang salah.

3. Berdoa
Sudah berusaha, sisanya serahkan pada Tuhan. Ingat, doa ibu menembus langit, bahkan ucapan pun bisa jadi doa. Jangan lupa doakan yang baik-baik untuk anaknya ya buibu.

Demikian curhat hari ini, semoga mamak dikuatkan lahir batin untuk merawat, menjaga, dan membesarkan mu ya nak 😘

Friday, September 27, 2019

Ribetnya Menyiapkan MPASI Homemade untuk Pertama Kali

Setelah mengamati selama 5 hari, rasa-rasanya bayiku tak menyukai bubur instan rasa beras merah yang ku siapkan tiap hari. Akhirnya aku berpikir, "mungkin sudah saatnya aku ganti menu". Rencananya aku akan membuat bubur nasi + kuning telur dan pure apel.

Selepas subuh, sekitar pukul 05.00 WIB, aku ke dapur memulai pekerjaan dengan merebus telur dan apel. Semua berjalan lancar namun tak lagi ketika aku mulai membuat bubur nasi.

Bayiku nangis dijaga bapaknya. Setiap kali ku hampir ingin ku tenangkan, dia sudah lebih dulu diam sebelum melihat ku. Begitu aku kembali ke dapur, terdengar tangisan lagi. Bolak balik aku dari kamar ke dapur untuk mengecek kenapa bayiku menangis. Akhirnya karena konsentrasi ku sudah buyar mendengar tangisan bayi ditambah bubur yang ku masak nggak lembek-lembek, ku putuskan ambil bayiku dari tangan bapaknya. Melihat ku yang sedikit rempong gendong bayi, ibuku mengambil alih bayiku dan taraaaa..... Dia diam.

Aku kembali meneruskan pekerjaan ku dengan rasa yang campur aduk. Apel yang tadi ku rebus, ingin ku saring untuk dijadikan pure. Tapi, kok keras gini, mana bisa disaring. Mau di blender kok kayaknya cuma ngotori blender aja, soalnya cuma rebus seperempat buah. Itu sama pisau blendernya paling tingginya setara.

Apel aku sisihkan. Aku lanjut membuat bubur. Kuning telur aku hancurkan dan ku tambahkan bubur nasi kemudian ku saring. Buburnya nggak terlalu encer jadi nempel semua di bawah saringan.  Sederhana sih sebenarnya, tapi pagi itu tenggorokan ku sedang gatal sekali, batuk-batuk ditambah pilek yang belum sembuh. Rasanya ribeeeettt syekaleee.

Si bayi sudah dimandikan ibuku. Aku melanjutkan membuat pure buah, tapi bukan apel yang tadi. Aku saring alpukat sisa kemarin. Beres.

Dan waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 WIB. Aku merasa lelah, ribet tak kesudahan. Mungkin karena 2 faktor aja sih;
1. Kondisi tubuhku yang lagi nggak fit; hidung meler dan batuk mengganggu
2. Bayi nangis, padahal biasanya subuh-subuh belum bangun. Kalaupun bangun, bisa ditangani bapaknya.

Ahh, namanya juga pertama kali ya. Belum nemu ritmenya, masih berasa rempongnya.

Fotonya nggak nyambung karena nggak mood memfoto MPASI homemade pertama. Ini foto tadi pagi sebelum bocahnya bangun, udah pinter muteri kasur :))

Monday, September 23, 2019

Lulus ASI Eksklusif Bayi 6 Bulan

Alhamdu lillahi rabbil 'alamin...
Terima kasih ya Allah, atas kuasa-Mu anakku bisa lulus ASI eksklusif di 6 bulan pertama kehidupannya.


Meski di belakang kata eksklusif harus ada tanda bintang karena selain ASI, si bayi juga kecampuran cairan lain;
1. Beberapa sendok susu formula saat di Ruang Perinatologi
2. Air paracetamol setelah imunisasi
3. Air yang masuk saat mandi

Semoga nggak mengurangi makna dari "ASI Eksklusif" ya, karena perjuangan menuju 6 bulan ini banyak jatuh bangunnya. Mengurangi juga nggak apa-apa deng, toh aku sudah berusaha memberinya ASI selama 6 bulan penuh.

Bersyukur sekali diberikan kemudahan dalam mengASIhi anakku;
- nggak nolak dot
- nggak bingung puting
- jumlah ASI yang cukup

Bukan berarti bebas drama juga sih. Setiap ibu menyusui pasti punya tantangannya masing-masing. Drama yang pernah menghampiriku;
- puting lecet
- ASI rasa strowberi (ASI perah bercampur darah)
- ASI seret dan (mungkin) campur obat pasca operasi :: ini yang paling bikin stress karena BB anak jadi turun

Ahh~ tapi semua itu sudah berlalu. Aku dan bayiku sudah berada di titik aman pertama, full ASI 6 bulan tanpa ketambahan makanan pendamping. Selanjutnya kami akan berusaha meneruskannya hingga 2 tahun. Meski melelahkan, menyusui merupakan momen yang tak ternilai harganya.

Dan di balik kesuksesan ASI Eksklusif ini ada satu orang yang paling berjasa. Dia adalah Bapak Si Bayi yang berhasil memperoleh gelar "Ayah ASI". Yeay, selamat!

Suami benar-benar mendukungku dalam memperjuangkan ASI. Nggak serta merta mau mencuci pompa dan botol setiap hari, tapi dia sangat menjaga suasana hatiku. Dia menahan diri agar tak ikut terbawa emosi saat aku merasa kesal. Dia mengambilkan minum saat aku merasa kehausan. Dia menyuapiku ketika aku sedang menggendong dan menyusui Si Kecil. Tapi yang paling berasa ya itu, dia berusaha membuat mood ku agar tetap stabil karena dia sadar betul, ketika aku banyak pikiran, hal tersebut akan mempengaruhi produksi ASI.

Semoga cerita mengASIhi ini terus lanjut ya~
(meskipun sudah sempet ngeluh bosen harus cuci steril pompa dan botol setiap hari)

MPASI Hari Pertama

Setelah ilmu dan persiapan matang, siaplah aku menuju hari pertama MPASI. Sebenarnya anakku tepat 6 bulannya di tanggal 23 September. Tapi berhubung aku sebagai ibunya ingin jadi orang pertama yang memberinya makan, maka ku putuskan untuk maju sehari dan menetapkan tanggal 22 September sebagai hari pertama MPASI karena bertepatan hari Minggu.

Jumat, H-2, aku membeli bubur bayi.
Sabtu, H-1, aku beli buah naga, alpukat, apel, dan mangga. Selain itu, aku juga belanja online, beli EVOO (minyak zaitun)

Jadi rencananya, menu makan Si Kecil akan ku buat seperti ini
pagi dan sore : bubur instan
siang : puree buah

Sampai kapan menu tersebut? Mungkin sampai bubur instannya habis satu bungkus, baru setelah itu coba bikin yang homemade.

Kenapa pakai bubur instan? Realistis ajalah. Bayi baru belajar makan kan porsinya nggak seberapa dan bakal usaha banget untuk membuat MPASI homemade. Kalau cuma puree buah/menu tunggal lainnya kan itu untuk selingan. Yaudahlah, biar yakin kandungan gizinya terpenuhi, pakai bubur instan aja. Toh, masih sesuai dengan panduan WHO. Lagipula bayiku terlahir dengan BBLR yang bisa diartikan dia malnutrisi saat di kandungan. Sekarang saatnya perbaikan gizi dong!

Oke, semua sudah siap, tinggal menunggu hari H.

Malam sebelum hari H
Si bayi bersin-bersin, tanda dia akan terserang pilek. Benar saja, malam itu tidurnya tak nyenyak. Sebentar sebentar terbangun dan menangis. Dia akan diam ketika disusui, walaupun hanya sekedar mengempeng. Aku yang saat itu belum ngeh kalau bayiku sakit, cuma bisa ngeluh capek, posisi miring menyusui membuatku pegal. Tapi malam-malam waktu bayi tidur gelisah, hidungnya tersumbat, langsung merasa bersalah. Ternyata bayiku sakit. Huhuhu.

Hari H
Pukul 06.30 WIB Si Bayi merengek terbangun. Aku susui saja agar dia tidur kembali, maklum hari Minggu, emaknya juga ingin santai dan bangun siang. Akhirnya baru benar-benar bangun pukul 07.30 WIB. Setelah mandi, mari makan!

Si bayi duduk dipegang bapaknya. Aku yang menyuapi. Sendokan pertama dia mencicipi rasanya sambil sesekali mengerjapkan mata. Sendokan kedua dia mulai menutup mulutnya. Sendokan berikutnya mulai tumpah dan juga bercampur dengan ingus yang keluar dari hidungnya. Ia menangis.



Kalau sudah seperti itu, mana aku tega. Huhu. Mencekokinya hanya akan membuatnya trauma makan.

Sampai siang dia masih menyusu terus karena aku masih belum tahu kapan dia lapar. Waktu dia menangis, ku pikir mengantuk. Ku gendong-gendong dia gak betah. Akhir kususui, siapa tahu dia terlelap. Menyusu kenyang ternyata dia tak tidur juga. Duh, susah juga atur jam makan!

Siangnya, pukul 13.30 WIB kucoba buatkan puree buah mangga. Sepotong mangga ukuran kecil ku benyek-benyek lalu ku suapkan ke bayi. Responnya? Sama seperti tadi pagi, berakhir dengan tangisan. CRY.

Sore/malamnya tak ku berikan makan lagi. Rasanya sudah cukup pengenalan makan hari ini. Apalagi pileknya makin marah. Setiap bersin, ingus beningnya meler. Kasihan T.T

Untungnya kemarin aku sudah atur ekspektasi, jadi nggak kecewa kalau ternyata si bayi nggak doyan makan, cukup ngicip sesendok aja. Tapi aku jadi geli sendiri sih, kemarin sudah heboh beli perlengkapan, semangat belanja buah, ehh anaknya malah pilek dan nggak selera makan (malah nangis). Dengan porsi seperti kemarin, buah naga bisa tuh buat 2 minggu, alpukat 10 hari, apel 2 minggu, bisa buat sebulan deh -__- Semoga pileknya segera sembuh dan berselera untuk belajar makan.

Saturday, September 21, 2019

Mempersiapkan MPASI Pertama Bayi

Menuju MPASI yang tinggal sebentar lagi, meski sudah bermodal ilmu, tapi kok masih dag dig dug nggak karuan ya. Beli perlengkapan aja masih kurang percaya diri, nanti kepakai nggak, ada yang kurang apa enggak. Uh, pusing.

Mungkin karena emang baru mau mulai dan belum nemu ritmenya. Kayak dulu pas mau mulai kembali bekerja setelah cuti melahirkan, bingung mikirin nanti minumnya gimana, siapin ASIP nya seberapa, dan sebagainya. Setelah dijalani ternyata bisa bisa saja. Pompa ASI cocok, tas ASI meski warnanya agak mencolok tetap percaya diri, botol dot alhamdulillah aman hingga saat ini bayi masih mau DBF.

Nah, kembali ke MPASI. Terlalu banyak aliran kadang menggoyahkan iman, ya menu makanannya, cara memasaknya, dan bahan utama yang digunakan. Padahal guidelines nya sudah jelas, tapi kok ya masih ragu-ragu, apalagi lihat pengalaman orang lain. Huh, dasar manusia selalu saja menengok rumput tetangga!

Baiklah, sepertinya butuh ditulis agar otak tak penuh memikirkannya. Hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk menghadapi MPASI Pertama Bayi.

Mindset
"MPASI itu mudah"
- apapun menu makanannya, yang penting ada karbohidrat, lemak, protein hewani
- gimanapun cara masaknya, direbus, dikukus, ditumis, yang penting mateng
- pakai bahan makanan yang ada, gak harus organik dan mahal, yang penting kandungan gizinya

Idealisme
Aturan makan sudah jelas tapi jangan berharap bisa menegakkan aturan tersebut sepenuhnya, apalagi kalau bayi dititipkan dan ditinggal kerja. #eaa. Makan tidak boleh sambil jalan-jalan, nonton, dan sebagainya, tapi kalau pengasuhnya lebih nyaman seperti itu ya mau gimana lagi. Beri kesempatan bayi untuk makan sendiri, tapi kalau pengasuhnya nggak sabar ya gimana lagi. Yang penting sudah diedukasi, lagipula kalau aku sendiri yang megang, belum tentu juga bakal bisa 100% menegakkan aturan.

Ekspektasi
Awal MPASI jangan terlalu berharap banyak bayi akan menghabiskan makanannya. Selama ini dia hanya minum ASI, makanan masih asing baginya. Maka jangan kaget kalau nantinya dia akan menyemburkan dan melepehkan apa yang kita masukkan ke mulutnya. Terus dicoba tetap kalem, dan tahan emosinya.

Peralatan
Sebenarnya peralatan MPASI bisa menggunakan yang sudah ada saja. Tak perlu mengkhususkan untuk bayi dan dibedakan dengan peralatan keluarga. Ingat "MPASI itu mudah". Kalau sudah ada panci kukusan, nggak perlu beli slow cooker. Kalau nggak mampu beli food processor / blender, pakai aja saringan biasa.

Tapi biar greget sih beli aja juga nggak apa-apa. Hahaha. Ini dia peralatan yang ku beli;


Saringan : untuk bikin puree/bubur lembut
Talenan : khusus untuk memotong makanan mateng karena talenan untuk bahan makanan mentah dan mateng perlu dibedakan
Mangkok stainless kecil : wadah saat mengukus makanan karena pernah lihat tutorial masak MPASI, makanan yang dikukus nggak ditaruh langsung di angsang/sarangan.
Alat Makan : biar centil aja sih makan di mangkok bayi, padahal bisa aja pakai mangkok biasa :p


Dikit banget ya, nanti sambil jalan sambil dilengkapi deh apa yang dibutuhkan. Semoga Si Bayi lancar makannya, tidak sembelit, dan BB naik sesuai KBM.

Monday, September 16, 2019

Ilmu Dasar MPASI yang Wajib Diketahui

Waktu hamil, aku sudah belajar banyak tentang dunia ASI dan menyusui. Begitu anak lahir, PR selanjutnya adalah belajar tentang MPASI.





Auto panik karena sekarang ini lagi jamannya MPASI homemade, makanan buatan ibu yang disajikan dengan penuh cinta. Sementara itu aku jarang ke dapur untuk memasak. Mau dikasih MPASI instan kok kasihan bayinya. KATANYA, ada pengawetnya. Apalagi kalau ada mindset MPASI homemade = ASI dan MPASI instan = susu formula. Nah kan makin berpikir ulang untuk memberikan yang instan-instan.

Akan tetapi, semua kegundahan dan kegalauan itu muncul karena tak tahu ilmunya. Akhirnya saat bayi umur 3,5 bulan meniatkan diri untuk mempelajari hal-hal tentang MPASI. Modal baca aja sih, baca instastory. Hahaha. Akun milik dokter spesialis anak, subspesialis nutrisi dan penyakit metabolik anak: @metahanindita

Setelah membaca semua highlight-nya, udah bisa kalem dong. Ternyata nggak serumit yang dibayangkan sebelumnya. Tapi, seiring berjalannya waktu, tiba-tiba udah seminggu lagi mau mulai MPASI, kok deg-degan banget! Belum siapin peralatan, belum cari-cari menu!

Biar kembali kalem, baca-baca lagi aja deh! Bahwa sesungguhnya MPASI itu mudah! (tebar afirmasi positif)

Panduan MPASI menurut WHO

1. ASIX hingga usia 6 bulan, kemudian berikan MPASI dari 6 bulan dan ASI tetap dilanjutkan
2. Teruskan ASI hingga 2 tahun atau lebih
3. Praktikkan responsive feeding
- Suapi bayi secara langsung, untuk anak yang lebih besar (min. 8 bulan) dorong untuk makan sendiri
- Suapi pelan dan sabar, jangan dipaksa
- Jika anak menolak banyak makanan, tawarkan berbagai kombinasi rasa dan tekstur makanan
- Minimalkan distraksi saat anak makan (TV/jalan-jalan/mainan/gadget)
- Kontak mata, ajak bicara saat menyuapi. Show your love
- Prinsip :
  • Ibu/pengasuh yang menentukan: KAPAN anak makan, APA yang dimakan anak (jenis makanan), DIMANA anak makan (duduk, di kursi)
  • Anak yang menentukan: BERAPA yang dimakan anak (jumlah), Mau/tidak (selera)
4. Jaga kebersihan saat menyiapkan MPASI
- Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan makan
- Simpan di tempat yang aman dan bersih (suhu yang aman < 5 derajat C dan > 60 derajat C )
- Gunakan peralatan yang bersih
- Jangan menggunakan botol untuk memberikan makanan
5. Mulai MPASI dari jumlah kecil, ditingkatkan perlahan sambil tetap menyusui
- Jumlah kalori dari MPASI yang dibutuhkan adalah 200kkal/hari (6-8bulan), 300kkal/hari (9-11bulan) dan 550kkal/hari (12-23bulan)
6. Perlahan tingkatkan konsistensi MPASI seiring usia anak
- 6-8 bulan berupa makanan halus (bubur/puree/mashed)
- Mulai 8 bulan bisa diberi finger food
- Mulai 1 tahun boleh makan apa saja seperti yang dimakan orang tuanya
7. Frekuensi MPASI ditingkatkan bertahap
2-3x/hari (6-8bulan)
3-4x/hari (9-11bulan dan 12-23 bulan)
Snack (seperti buah atau roti) bisa ditawarkan 1-2x/hari
8. Daging, unggas, ikan atau telur harus dimakan tiap hari atau sesering mungkin (vegetarian tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisi anak kecuali mendapat banyak suplemen)
9. Gunakan MPASI terfortifikasi (instan) atau suplemen untuk bayi jika dibutuhkan
10. Saat anak sakit, tingkatkan asupan cariran, susui lebih sering dan dorong anak untuk makan makanan yang lunak kesukaannya

Aturan makan:

1. Jadwal
Ajarkan konsep lapar dan kenyang dengan membuatkan jadwal
50% isi lambung kosong dalam 100 menit
Jangan berikan snack atau makanan lain di luar jadwal makan yang direncanakan
Batasi waktu makan 30 menit, setelah itu sudahi karena sudah tidak fokus
Hanya boleh mengkonsumsi air putih diantara waktu makan

2. Lingkungan
Buat lingkungan yang menyenangkan; jangan dipaksa/dimarahi/dicekoki karena bisa membuat trauma
Tidak boleh ada distraksi (TV/gadget/jalan-jalan) karena jadi tidak fokus makan

3. Prosedur
Dorong anak untuk makan sendiri
Berikan contoh makan (makan bareng di meja makan)
Beri kesempatan untuk makan tanpa harus sedikit-sedikit dibersihkan mulut atau meja makannya

Bagaimana jika anak tidak mau makan?

Pasti ada alasannya:
1. Sakit (batuk, pilek, demam)
2. Tumbuh gigi
3. Menu makanan kurang enak
4. Jadwal makan berantakan
5. Ada sesuatu (ADB, TB, ISK, dll)
Apabila 2 bulan berturut-turut BB tidak naik sesuai KBM(Kenaikan Berat Minimal), bawa ke petugas kesehatan

Apa makanan yang tepat untuk MPASI?


1. Minimal ada 4 (karbo, prohe, buah, sayur) dari 7 kelompok makanan berikut:
a. Gandum/akar-akaran/umbi-umbian
b. Kacang-kacangan
c. Produk turunan sapi (susu, keju, yoghurt)
d. Daging
e. Telur
f. Sayur dan buah yang kaya vitamin A
g. Sayur dan buah lain
2. Lemak penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak karena 85% otak anak terdiri dari lemak. Sumber lemak : santan, minyak (kelapa, kedelai, canola), margarine, butter
3. Mengandung makronutisi dan mikronutisi. Kebutuhan asupan zat besi bayi >6 bulan = 11mg/hari, ASI hanya mensuplai 2 mg, sisanya dari MPASI
4. Menu tunggal tidak direkomendasikan karena resiko stunting. Boleh diberikan untuk selingan/snack
5. Bahan MPASI homemade kaya zat besi namun seringkali sulit diterima bayi karena jumlah atau karena oromotorik yang belum sempurna
6. Jika belum bisa membuat MPASI lengkap (homemade), berikan MPASI instan/terfortifikasi (fortifikasi adalah penambahan vitamin atau zat tertentu pada makanan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai gizinya.)

Makanan yang Dilarang untuk Bayi di bawah 1 Tahun:

1. Madu
2. Jus
3. Makanan setengah matang
4. Susu selain ASI (harus sesuai advice dokter)

Wednesday, September 11, 2019

Baby Blues dan PPD

Malam ini, 11/09, baca instastory @asiku.banyak tentang pengalaman orang-orang yang terkena baby blues dan PPD, rasanya pengen nangis, ya Allah. Betapa banyak ibu-ibu yang merasa lelah dan berujung dengan perlakuan kasar ke anak. Sedih banget. Sedihnya bukan karena kok mereka tega, tapi kenapa mereka nggak punya support system yang baik, kemana pasangan mereka?

Dulu sebelum punya anak, aku juga termasuk orang yang akan berpikir "kok seorang ibu tega sih nyiksa/bunuh anaknya sendiri?" Kini setelah punya anak, aku sedikit banyak bisa memahami kondisi si ibu.

Ketika fisik sudah lelah, mendengar bayi yang menangis tak ada hentinya, ditanya kenapa juga gak bakal dijawab, rasanya stres banget. Apalagi kalau ada yang bertanya "itu bayinya diapain kok nangis mulu?", disalahkan karena nggak bisa jaga anak, udahlah seketika itu langsung merasa jadi ibu yang gagal. Kalau sudah seperti itu, ibu akan kehilangan kendali atas dirinya. Ia bisa melukai dirinya dan atau bayinya. Benar-benar bisa dimengerti kondisi yang seperti itu.


Aku, tanpa suamiku, berpotensi besar terkena baby blues. Untungnya suami benar-benar support sejak awal melahirkan hingga sekarang ini. Dia bangun tengah malam, menggantikan aku yang kurang tidur karena harus berjaga. Tapi ya gitu, saat ditinggal kerja dan kebetulan bayi sedang rewel, sempat terlintas di pikiran 'kalau bayi ini lepas dari tanganku, gimana jadinya ya'. Dan sekarang ini dengan kondisi bayi yang mulai banyak tingkah, hih rasanya pengen ku banting di kasur. Untungnya aku masih bisa mengontrol diri, tentunya karena aku punya support system yang baik. Ketika anak nangis terus, aku sudah sangat capek jiwa dan raga, aku minta tolong suami untuk ambil alih. Kalau dia lagi tidur nyenyak, ya dibangunkan. Sementara aku cooling down, ambil nafas, bayi dipegang bapaknya. Biasanya gak lama, aku sudah kembali tenang dan siap menghadapi anakku lagi.

Jadi, aku mengerti gimana rasanya ibu-ibu yang terkena baby blues itu. Ketika sudah sangat lelah, bayi tak bisa mengerti, suami tak peduli, asyik main HP, tak ada yang bisa menggantikan pegang anak, selintas ada pikiran untuk menyakiti anak, semata-mata untuk mencari perhatian suami "ini loh anakmu, butuh pertolongan."

Ngeri ya, tapi begitulah kenyataannya. Semoga makin banyak suami-suami yang sadar bahwa istrinya butuh bantuannya, apalagi paska melahirkan dan sepanjang membesarkan anak.

Friday, August 30, 2019

Pengalaman Piknik ke Agrowisata Bhumi Merapi

Perjalanan tanggal 25 Agustus kemarin sungguh berkesan karena untuk pertama kalinya aku jalan-jalan bersama teman-teman IPDE dan pertama kalinya aku membawa anakku(5m2d) pergi piknik.

Sekian lama memikirkan kapan dan dimana, akhirnya diputuskan ke Bhumi Merapi yang tanggalnya bertepatan dengan acara kondangan di Jogja. Yasudahlah, habis kondangan bablas piknik, begitu rencananya.

Malang tak dapat ditolak, perjalanan kami diwarnai dengan mobil yang ku tumpangi mogok. Dinamo AC nya terbakar atau apalah itu aku kurang paham. Akhirnya ya harus rela mobilan tanpa AC. Jangankan AC, mobilnya saja harus didorong baru bisa menyala karena tak bisa di starter.

Sesampainya di Jogja, kami langsung menuju lokasi kondangan. Kurang lebih pukul 13.00 WIB kami baru meluncur ke Bhumi Merapi.

Agrowisata Bhumi Merapi ini lokasinya di Jalan Kaliuran KM. 20, Sawangan, Hargobingangun, Pakem, Sleman. Harga tiket masuk (HTM)  Rp 20.000/orang. Karena rombongan, kami mengambil harga paket Rp 25.000/orang) di dalamnya termasuk HTM, tour guide, memberi makan kelinci, memerah susu kambing, memberikan dot anak kambing, dan juga pedepokan.

Cuaca disana agak sedikit mendung dan gerimis tipis, tapi tak mengurangi semangat kami, khususnya para bocah kecil yang ikut serta.

Pertama kami dibawa ke kandang kelinci dan melihat beberapa jenis kelinci yang ada. Kami dibagikan kangkung untuk diberikan ke kelinci.

Selanjutnya ke kandang satwa lain, ada burung hantu, musang, kambing etawa, dan berhenti sebentar untuk foto di ikon Bhumi Merapi.

Acara berikutnya memerah susu kambing, tapi kambingnya hanya satu. Kemudian pindah ke kandang selanjutnya ada ular dan biawak.

Berjalan lagi ke area sebelah untuk memberi dot anak kambing. Di area terasebut juga ada spot untuk foto bersama.

Ada juga spot lain yang tak kalah apik untuk berfoto disana.

Selesai berkeliling kami dibawa ke pedepokan untuk beristirahat dan memakan bekal yang kami bawa.

Alhamdulillah, hingga kami pulang ke rumah masing-masing diberikan kemudahan dan kelancaran. Semoga bisa piknik lagi 😁

Thursday, August 15, 2019

Pertama Kali Bayi Jatuh dari Kasur

Ya Allah, ada saja ya khilafnya jadi orang tua, termasuk lalai dalam mengawasi anak, hingga anak terjatuh dari kasur. Huhuhu.

Sore itu pulang kerja, aku dan suami sambil tiduran menemani anak yang sedang tengkurap. Setelah semalam dia berhasil berputar (dalam keadaan tengkurap) 180 derajat, kali ini dia menunjukkan kemampuan terbarunya, mundur (dalam keadaan tengkurap). Setelah capek dan bosan, aku ambil dia dan ku susui pakai dot karena sudah terlanjur menghangatkan ASI. Sementara itu, suami tidur.

Selesai menyusu, ku taruh si bayi dan secara otomatis dia akan tengkurap. Dia sedang asyik tengkurap, aku tiduran di sebelah suami. Badan capek aku langsung lheesssssss ketiduran -.-

Aku merasa belum lama tertidur, tiba-tiba dengar suara anakku menangis kencang. Mataku langsung terbuka dan kaget di sebelahku dia sudah tak ada. Dia jatuh dan kondisinya telentang. Aku ambil sambil ku peluk-peluk dia, tak lupa meminta maaf. Tak lama dia berhenti menangis.

Ku lihat kepalanya, tak ada memar dan benjol. Mungkin karena di bawah kasur ada karpet sehingga tak langsung menyentuh lantai. Semoga saja tak ada masalah serius yang timbul akibat kejadian ini.

Huhuhu sedih sekali. Bayiku umur 4m22d akhirnya jatuh juga dari kasur. cry T.T Setelah ini, pastinya aku harus lebih waspada lagi. Dari hari ke hari kemampuan motoriknya makin berkembang.

Saturday, August 03, 2019

Cerita Gigi Bungsu (7) : Pasca Operasi Odontektomi

Sungguh senang akhirnya aku bisa kembali ke rumah. Ku dapati anakku yang masih tertidur pulas di ayunan. Dua hari ku tinggal, dia selalu rewel tiap malam dan tidurnya sebentar-sebentar. Tapi siangnya, dia selalu tidur pulas, bahkan bertahan 5 jam tanpa menyusu. "Ini mah jam tidurnya udah kebalik." batinku.

Sejujurnya aku sudah mengatur pikiranku untuk santai menghadapi operasi ini, tak memikirkan terlalu dalam bagaimana anakku. Tapi nyatanya dia tetap kehilangan. Huhuhu. Aku sangat terharu karena dibutuhkan.

Saat anakku terbangun, aku sudah menyiapkan mental,  kira-kira anak ini bingung puting seperti yang ku khawatirkan nggak ya. Dan ternyata dia masih mau nemplok. Uuhh, seneng hati mamak ni. Syukur alhamdulillah.

Selepas magrib, aku ke dapur menyiapkan menu makan malamku, bubur. Nasi tambah air yang banyak, masukkan garam, daun salam, santan, aduk-aduk, jadi deh. Lauknya minta suami belikan abon. Udah kebayang, abon yang lembut, eh dapetnya abon yang keras campur bawang goreng. Duh! Untungnya masih bisa dimakan sih. Alhamdulillah kenyang.

Pasca opname ini aku diberikan waktu istirahat di rumah selama 3 hari. Lumayanlah, bisa fokus untuk pemulihan dan juga quality time dengan anak.

Rabu, 31 Juli. Pagi aku masak bubur. Kali ini bukan dari nasi, tapi dari beras. Tanpa tanya-tanya, akhirnya jadi bubur banyak banget cukup untuk satu keluarga 😑 Selain itu, teksturnya kurang lunak, masih berasa butiran nasinya. Waktu mau nyoba buburnya mateng belum, ndilalah, masih anget dan di mulut rasanya LENGG 😖 cenut-cenut, pantaslah nggak disarankan untuk makan makanan panas dulu, ternyata begini rasanya.

Pagi itu, aku makan dengan hati ayam digoreng, terus dihancurkan bersama bubur nasi. Berasa lagi makan MPASI 9+😬 Enak sih sebenarnya, tapi teksturnya terlalu kasar. Nasinya gerak kesana kemari dan aku lelah melembutkannya. Huhuhu.

Siangnya, bubur makin keras dengan lauk telur puyuh rebus. Butuh usaha ekstra untuk menghabiskannya.

Malamnya, bubur ku encerkan. Lauknya masih sama, telur puyuh rebus. Kali ini ditambah kuah lodeh, tapi cuma sedikit karena agak pedas.

Mungkin karena tekstur yang terlalu keras, dan juga banyak sisa makanan di bekas jahitan, aku merasa bengkaknya makin bertambah besar. Selain itu, bibirku juga pecah-pecah karena kurang minum.

Kamis, 01 Agustus. Aku kesiangan membuat bubur, meski tekstur, rasa, dan porsinya lebih tepat dibanding kemarin.

Menu makanku:
Pagi : bubur + sayur terik tahu
Siang : bubur + sayur terik tahu + telur puyuh rebus
Malam : bubur + telur puyuh rebus + abon

Alhamdulillah, semua terasa enak dan nikmat dimakan. Akan tetapi karena pagi hari aku telat makan dan ujung-ujungnya telat minum obat, aku merasa sakitku jadi lebih parah. Bengkak masih tetap sama, dan rahang sebelah kanan terasa lebih nyut-nyutan, menjalar ke belakang telinga, dan berujung di kepala. NYUT NYUT NYUT.

Jumat, 02 Agustus. Pagi ini kondisiku membaik. Bengkak sebelah kiri sudah kempes, tinggal kanan yang masih mengganjal.

Pagi ini aku masih membuat bubur nasi. Kali ini teksturnya benar-benar pas dan seharian dengan sayur terik tahu (lagi). Alhamdulillah nikmat sekali.

Di hari ke-4 pasca operasi ini sebenarnya aku sudah bisa menggunakan geraham kanan kiri untuk membantu mengunyah. Hanya saja, aku takut banyak sisa makanan yang tak bisa dibersihkan. Jadi, makannya tetap pelan-pelan dan belum bisa membuka mulut lebar-lebar.

Semoga makin kesini, rasa sakitnya menghilang dan aku bisa menikmati makananku seperti biasa.

Tak sabar menunggu hari Selasa untuk lepas jahitan. Semangat^^

Friday, August 02, 2019

Ketika ASI Seret dan BB Anak Turun

Akhirnya ya ngalamin juga yang namanya ASI seret. Zzzz KZL!
Aku beruntung ketika pulang pasca operasi odontektomi, anakku tak bingung puting. Dia masih menyusu seperti biasa, tapi entah mengapa aku merasa kurang percaya diri.

Selama 3 hari aku istirahat di rumah (cuti), bayiku minum langsung tanpa dot. Dia lancar menyusu, perlekatannya oke, tapi aku merasa aliran ASI nya melambat. Biasanya PD akan kencang saat disedot si bayi, tapi sekarang terasa lembek. Mungkin karena aku kurang asupan juga kali ya. Aku masih kesusahan untuk makan. Jadilah makan (bubur) hanya tiga kali dan minum air setelah makan. Belum lagi 5 jenis obat yang ku konsumsi, membuatku makin tidak percaya diri untuk menyusui si bayi. Apalagi sekarang ini sedang menstruasi.

Di hari pertama aku cuti, bayiku tidur sepanjang hari. Sorenya ku dapati popok yang ringan dan warnanya keruh. Aku mulai khawatir dia kurang minum.

Di hari kedua, malam hari, bayiku sering terbangun dan terlihat gelisah. Dia ingin mengempeng sepanjang malam sampai aku merasa capek dan pegal serta nipple terasa perih. Hiks. Apa mungkin ASI ku memang kurang mencukupi.

Di hari ketiga, jadwalnya imunisasi, kaget banget waktu lihat timbangan yang menunjukkan BB anak turun 4 ons. Sebelumnya 6.2kg turun jadi 5.8kg, WEH GAK SALAH TUH TIMBANGAN??? Sedih sesedih sedihnya. Harusnya posyandu tanggal 12 besok targetnya 6.7kg kenapa kembali ke 5.8kg? SELISIHNYA TERLALU JAUUUUHHHHH. Gimana bisa kekejar 9ons dalam 10 hari?

Huft.

Kalau pikiran sudah carut marut gini, makin seret lah ASI ku. Mau dipompa seperti apa juga pasti hasilnya dikit. Terbukti kan cuma basahin pantat botol. Padahal besok sudah masuk kerja, niat hati ingin memberikan ASIP yang fresh sepertinya gagal. Untung masih punya simpanan ASIP meskipun stok lama.

Hah. Rasanya masih denial sama BB anak yang turun drastis. Semoga aja timbangannya nggak bener. Semoga aja besok masuk kerja, aku jadi lebih fresh dan bisa menghasilkan ASI yang banyak lagi. Sementara cooling down dulu, menata hati dan pikiran, untuk kemudian semangat menaikkan produksi. Butuh es krim nih buat pendinginan 😋

Tuesday, July 30, 2019

Cerita Gigi Bungsu (6) : Operasi Odontektomi

Sabtu, 27 Juli, aku kembali ke Poli Gigi dan Bedah Mulut sesuai surat kontrol yang diberikan dokter. Disana, aku menunggu cukup lama karena hari itu banyak tindakan operasi yang dilakukan di Poli. Penasaran, aku pun bertanya, "Kok operasi bisa dilakukan di Poli, tanpa harus rawat inap dan bius total?" Kata dokter, gigi yang sudah erupsi (muncul di permukaan, baik keseluruhan maupun sebagian) bisa dilakukan pencabutan tanpa perlu bius total. Tapi kalau gigi yang embedded (tertanam dalam tulang dan tidak memungkinkan untuk tumbuh keluar) dokter tak berani melakukan tindakan rawat jalan. Aku juga bertanya "Kenapa sih ada orang yang nggak punya masalah sama sekali dengan gigi bungsu? Bahkan sudah usia >30 tahun, tapi tak ada tanda-tanda gigi itu muncul?" "Karena bisa saja memang tidak ada benihnya." Begitu kata dokter.

Dengan setia aku menunggu, akhirnya Surat Pengantar Rawat Inap ku selesai dibuat. Dag dig dug sekali rasanya.

Setelah mendapatkan surat itu, aku pun pulang.

Minggu, 28 Juli, seperti biasa bangun siang malas-malasan. Kebetulan si bayi juga suportif sekali, nggak ngajak bangun pagi. Hari itu dia juga kebanyakan tidur, tau aja ibunya sibuk mempersiapkan ini dan itu, termasuk ASI perah untuknya selama ku tinggal 3 hari.  Hiks.

Pukul 16.30 WIB, aku diantar suami ke rumah sakit. Niat hati ingin langsung naik kelas ke kelas I, ternyata penuh. Seharusnya begitu mendapat surat pengantar rawat inap, aku pesan kamar saja. Tapi tak apa, aku masuk sesuai kelasku, kelas II.

Sesampainya di ruangan, aku tanda tangan berkas dan juga diambil darah untuk diperiksa di laboratorium. Selanjutnya aku diantar ke bangsal. Ada dua bed disana dan dua-duanya masih kosong. Heu. Begitu bed disiapkan, aku udah nggak diapa-apain, ditinggalkan perawat semalaman.

Malam itu aku masih dapat jatah makan malam. Rada hambar sih, tapi lumayan untuk mengisi perut. Takut masih kelaparan (karena karbohidratnya berupa bubur) aku minta suami beli roti di kantin.

Pukul 21.00 WIB, suami pamit pulang. Dia lebih memilih tidur bersama anakku daripada menemaniku, tapi ya nggak apa-apa sih, kasihan juga Akung Uti yang jagain si bayik.

Pukul 00.15 WIB, perawat datang ke ruanganku. Dia sedikit kaget melihatku seorang diri, tanpa ada yang menunggu. Kedatangannya membawakan sabun untukku mandi besok pagi. Tak lupa aku diingatkan untuk mulai berpuasa. Begitu perawat keluar, aku minum, takut nggak kuat puasanya, hahaha. Aku lanjut tidur.

Pukul 05.00 WIB, dini hari di 29 Juli, aku kirim pesan WA ke suami, gimana kabar si kecil, bisa tidur nyenyak atau tidak. Sedikit rewel katanya. Belum sempat cerita banyak, suami mengabari kalau mesin antrian pendaftaran error, dan dia minta aku memperbaikinya, nanti dipandu olehnya. He? Kan ceritanya aku lagi jadi pasien, masak disuruh benerin error sih? Eh tapi kalau suami harus datang sepagi ini, kasihan juga. Biasanya sih emang gitu, tapi kan ini ada aku, palingan juga cuma restart komputer.

Tak lama kemudian, pintu terbuka, perawat semalam.
"Udah mandi Mbak?"
"Yaudah tensi dulu ya?"
"Njenengan tidur sendirian semalam?" basa basi si perawat.
"Iya, kenapa?"
"Berani banget."
"Mas, saya nanti ke Pendaftaran depan ya, sebentar aja, mau restart komputer, mesin antriannya error."

Si perawat bingung, kemungkinan dia tidak tahu kalau aku karyawan disini. "Tapi jangan lama-lama ya Mbak. Habis itu mandi, terus diinfus. Ini tensinya 100/70"

Aku bergegas menuju Pendaftaran. Set set set, selesai. Aku kembali ke ruangan dan langsung mandi. Pukul 05.45 WIB, aku sudah siap. Perawat baru datang jam 06.10 WIB untuk memasang infus.

"Duh, tangannya kecil sekali sih Mbak. Padahal jarum infus untuk operasi besar lho. Takutnya kalau ada perdarahan kan. Yaudah coba yang kiri aja ya."
"Eh, Bu. Jangan coba-coba dong Bu, harus yakin."
"Saya pengennya juga gitu Mbak, sekali pasang." jawab si ibu perawat.

Alhamdulillah lancar sekali tusuk.

Pukul 08.00 kurang, masuklah dokter anestesi (sepertinya masih residen). Aku ditanya-tanya; ada riwayat alergi obat tidak, punya penyakit asma atau penyakit kronis lainnya, pernah asam lambung, dan sebagainya.

Di kesempatan itu, aku tanyakan status ku sebagai ibu menyusui. Apakah obat bius akan berpengaruh pada ASI ku? Harus jarak berapa lama aku bisa menyusui kembali? Dokter hanya menjawab, "nanti akan diedukasi lagi di ruang anestesi". Oke, baiklah.

Sekitar pukul 09.45 WIB, perawat datang ke ruangan, mengabarkan bahwa namaku sudah dipanggil di Instalasi Bedah Sentral (IBS). Bersama satu orang perawat dan suami, aku diantar ke IBS. Ternyata gitu ya rasanya naik bed yang didorong. Pengen rasanya duduk aja biar kayak Jasmine lagi terbang di atas karpet. Hahaha.

Sesampainya di IBS, aku ganti baju operasi. Semua pakaian dilepas, kecuali pakaian dalam. Di ruang ganti itu, ada satu pasien lagi perempuan yang juga akan operasi, tapi dari poli THT. Tapi ya nggak bisa ngobrol, karena aku langsung disuruh baring di bed yang ada di lorong.

Aku ditemui dokter anestesi yang tadi pagi ke ruangan. Dia menjelaskan ruang IBS ini untuk operasi bedah minor, seperti mata, gigi, THT, dan paru. Sementara ruang operasi sebelah, untuk operasi besar seperti obgin (bersalin) dan bedah. Sebagai karyawan sini, aku baru tahu lho. Dan ini pertama kalinya juga aku masuk ruang IBS ini.

Selain dokter tadi, aku juga ditanyai oleh perawat, "Gigi yang dicabut berapa Mbak?"
"Lima Pak."
"Nggak nambah satu lagi, biar gratis."
"Enggak, Pak. Haha."

Rupanya si bapak perawat sedang memecah ketegangan.

Tak ada 30 menit menunggu, aku disuruh masuk ruang operasi. WOW, kayak di tipi-tipi, ada lampu lingkaran yang besar itu. Menurutku ruangannya nggak begitu dingin, tak seperti cerita orang yang melahirkan secara sesar. Mungkin emang beda kali ya, kan kalau SC nggak bius total.

Perawat masuk memasang alat yang dijepitkan di ujung telunjuk. Aku diukur tensi. Dan juga, melepaskan kalung yang ku pakai. Ku lihat dokter anestesi masuk ruangan, mengkonfirmasi ulang bahwa aku sedang menyusui. Beliau berpesan agar aku jangan menyusui dulu sampai sore ini, takut bayinya ikut tidur (karena efek obat). Ku lihat dokter bedah mulut sudah masuk ruangan, sementara itu perawat mulai menyuntikkan obat anestesi melalui infus. Tidak ada perkenalan para dokter dan petugas, tak ada doa bersama, karena aku langsung PET, nggak sadar apa-apa.

Aku baru berasa ketika tubuhku dipindah ke bed dan kemudian didorong. Aku mendengar suara suamiku dan juga perawat yang tadi pagi mengantarku ke IBS. Dalam hatiku, "Oh, udah selesai ya? Kok cepet? Kok nggak ada rasanya?"

Begitu sampai ruangan, aku mulai membuka mata, berusaha sadar sepenuhnya. Ada suami di samping ku. Aku mencoba ngobrol meski dengan suara tak jelas. Aku belum merasakan sakit karena masih ada efek obat bius. Perawat memberikan selembar instruksi pasca operasi dan menganjurkan untuk tidak minum dulu karena dikhawatirkan bisa muntah kerena efek obat.

Rasanya hauuuss banget. Akhirnya minta suami belikan air dingin di kantin. Sementara itu, suami makan jatah makan siangku. Bentuknya nasi padat, euy. Emang diperuntukkan untuk penunggu pasien sih.

Minum air dingin, rasanya NYES! Meski rasanya masih kesusahan untuk menyedot minuman. Pipi kanan dan kiri masih kebas. Lihat suami makan, rasanya pengen makan juga. Lapeeeerr banget. Tapi gimana..

Begitu efek bius habis, RASANYA EHMM.. Kepala cenat cenut, gigi rasanya nyeri, dan mulai bengkak. Sementara itu tenggorokan ku terasa gatal macam ada dahaknya. Ku coba bawa tidur, tapi susah. Ku cuma bisa ha he ha he, nggrayemi sebelum tidur. Sesekali terbatuk karena gatal banget tenggorokannya. Bagian yang bengkak, ku kompres pakai air dingin, lumayan membantu sih, tapi nggak lama. Aku mencoba tidur kembali.

Sekitar pukul 16.00 perawat datang obat. Setelah disuntikkan lewat infus, rasa sakitnya berangsur-angsur membaik. Es teh yang dibeli suamiku terasa nikmat, menyegarkan. Alhamdulillah.

Tak lama, perawat datang lagi ke ruanganku, ingin memindahkanku ke ruang kelas I. Aku jadi naik kelas karena malam ini aku ditemani ibu dan adikku. Kasihan kalau mereka tidur di bangku. Pukul 17.00 sekian, mereka sudah datang.

Malam ini aku dapat jatah makan malam, tak lagi untuk penunggu pasien. Menunya bubur sumsum, tapi masih saja ditambahi lauk tahu, bola daging, dan sayur soup.  Ada juga jeruk dan air mineral. Rasanya enak sekali, mungkin karena aku kelaparan kali ya, jadi napsu makan meningkat. Bubur aku sruput-sruput. Sayur aku kunyah pakai gigi seri. Jeruk aku hisap-hisap. Aku belum berani membuka mulut lebar-lebar. Pipi masih bengkak dan sisa jahitan terlihat sangat menyeramkan.

Abis isya suami pulang. Malam itu ada yang nggak beres dengan tubuhku. Sekitar pukul 20.30 WIB kaki dan tanganku terasa kesemutan, gremet gremet menuju kebas. Padahal suhu ruangan nggak dingin.  Sekitar pukul 22.00 akhirnya panggil perawat katanya nggak apa-apa, cukup diminyakin aja, sambil diobservasi. Berhubung nggak bawa minyak, akhirnya nggak diapa-apain, untungnya masih bisa lanjut tidur.

Pukul 00.15 WIB, 30 Juli, perawat menyuntikkan antibiotik. Aku lanjut tidur dan bangun waktu subuh. Pukul 06.00 aku kembali disuntikkan obat dan ganti infus. Belum boleh dilepas karena nanti jam 08.00 disuntik antibiotik lagi.

Pukul 09.30 WIB, dokter visite. Singkat sekali rasanya. Aku mau bertanya juga bingung, hanya bisa mengeluh bengkak. Kata dokter, itu tandanya udah mau sembuh. Minggu depan kontrol ke poli untuk lepas jahitan. Selebihnya ikuti petunjuk paska operasi sekitar satu mingguan dan obat dilanjutkan dengan oral. Selesai. Dokter pamit.

Pukul 13.00 WIB, aku sudah gerah, pengen lepas infus. Akhirnya diperbolehkan, bahkan sekalian dibekali obat untuk pulang dan juga resume medis untuk kontrol minggu depan. Lega rasanya sudah tak pakai infus. Aku langsung mandi dan bersiap-siap pulang. Pukul 14.00 sekian, aku meninggalkan rumah sakit dan siap menemui anakku yang terpisah selama 46 jam.