Monday, October 28, 2019

Drama MPASI : Beralih ke Bubur Instan

Beberapa waktu yang lalu, aku sempat cerita bahwa aku memilih MPASI homemade pinggir jalan untuk memenuhi kebutuhan makan anakku dengan alasan murah, mudah, dan praktis. Tentunya setelah menimbang segala konsekuensi yang nantinya ku terima.


Satu kali makan, bayiku habis kira-kira 1 sdm saja. Aku hanya bisa berpikiran positif 'mungkin memang kapasitas lambungnya kecil'. Waktu ASI eksklusif saja, dia hanya habis 2-3 botol atau sekitar 250-300 ml saat ditinggal kerja selama 7-8 jam. Termasuk irit, kan?

Ku pikir semua akan baik-baik saja, hingga jadwal posyandu tiba. BB bayiku hanya naik 300gram dalam 2 bulan (seharusnya naik 700 gram sesuai KBM). Mulai panik dong! Pada akhirnya aku ambil keputusan untuk beralih ke bubur instan saja. Sama-sama 1 sendok makan, tapi kandungan gizinya sudah pasti dan sesuai dengan kebutuhan bayi.

Makin yakin dengan keputusan itu setelah dr.Meta di instastory-nya membahas mengenai menu tunggal, menu 4 bintang, menu 4 kuadran, dan menu lengkap. Bahwa sesungguhnya yang dibutuhkan bayi itu adalah menu lengkap, terdiri dari karbohidrat, protein (hewani), lemak, buah/sayur (porsi kecil). Bubur pakai santai dengan lauk telur, udah cukup banget! Nggak usah ribet-ribet dengan istilah prona, double prohe, LT, EVOO, dan semacamnya.

dr. Meta juga sempat menyinggung tentang MPASI homemade pinggir jalan. Nggak masalah sebenarnya, tapi yakin nggak komposisi makro nutrisi nya sudah sesuai?


Kalau saja BB anakku baik-baik saja, mungkin aku akan setia ke MPASI homemade pinggir jalan. Tapi untuk kondisi sekarang ini, rasanya lebih percaya ke bubur instan saja. MPASI homemade seminggu sekali. Mungkin nanti kalau udah naik tekstur, bikin MPASI homemade lebih sering lagi.

Gimana respon bayi makan bubur instan?
Alhamdulillah, lebih berselera, lebih semangat membuka mulut. Hanya saja kalau bicara porsi, jauh lebih sedikit dari saran penyajian. Disarankan 5 sdm sekali makan, sementara bayiku diberi 2 sdm saja masih sisa, kira-kira hanya 1,5 sdm lah maksimal.

Urusan per-MPASI-an ini, sebenarnya menyenangkan sekali memberi makan dan menyuapi bayi kalau Si Bayi makannya lahap dan habis banyak. Tapi kalau makannya sedikit dan ogah-ogahan, super galau lah emaknya, kira-kira apa yang salah, apa makanannya tidak enak? apa masih kenyang? apa sedang ngantuk? apa sedang tidak mood? Huft.

Semoga saja target BB bisa terkejar. Udahlah, nggak perlu jadi gendut, ginuk-ginuk, yang penting KBM nya terpenuhi tiap bulan, itu saja harapanku. 

Saturday, October 26, 2019

Perkembangan Bayi 7 Bulan

Tulisan ini ke-trigger karena baru-baru ini anakku sudah bisa merayap. Woohhh, proud of you, girl 👏👏👏

Jadi, semenjak bayiku bisa tengkurap, perkembangannya meningkat secara bertahap, tidak terlihat secara signifikan tiba-tiba bisa. Perkembangan yang tidak tercatat mulai kapan bisanya antara lain tengkurap dari sisi kanan hingga berguling ke kanan dan ke kiri, tidur dalam posisi miring, mengambil barang dan memindahkan dari satu tangan ke tangan lainnya.


Beberapa perkembangan yang terlihat akhir-akhir ini.

Merayap
Berawal dari Uti yang mengabari kalau si bayi sudah mulai maju. Aku sendiri belum pernah mendapati kemampuan terbarunya itu. Yang aku tahu, Si Bayi memang sudah mulai mengangkat pantatnya, tapi berujung ngglimpang, bukan bergerak maju. Hingga akhirnya ku lihat dengan mata kepalaku sendiri, dia bergerak cepat maju kedepan mendekati barang yang menarik perhatiannya contoh kipas angin. Gesit sekali. Terharu banget ya Allah 😭😭😭

Bergerak maju nya seperti orang merayap, belum bisa dengan pantat terangkat layaknya bayi merangkak. Tapi yakin banget nih sebentar lagi pasti bisa, bisa merangkak dan juga bisa duduk sendiri 😌 Sekarang ini duduk sudah mulai tegak, bertahan lama dan tidak goyang-goyang, jatuh ke samping / ke belakang.

Separation Anxiety
Sejak usia 6 bulan sekian, Si Bayi mulai mengenal separation anxiety atau ketakutan untuk berpisah dan tak ingin ditinggal. Mulai berasa banget akhir-akhir ini yang mana ditinggal sebentar saja, Si Bayi bisa nangis heboh, padahal disebelah nya ada Si Bapak yang menjaga. Di satu sisi seneng banget "ih Si Bayi nggak mau aku pergi, bergantung sekali padaku." Tapi di sisi lain, aku jadi nggak bisa ngerjain yang lain. Sejauh ini dia tidak menangisi kepergian ku saat berangkat kerja, tapi kalau udah pulang, nempel deh. Suka 😍

Babbling
Di usia 7m10d akhirnya Si Kecil bisa babbling dengan riang gembira "appa papapa buwaahh"

Itu dulu update perkembangan Si Kecil yang tak kecil lagi. Semoga terus tumbuh dan berkembang ya Sayang. I love you.

Thursday, October 24, 2019

Apakah Produksi ASI akan Turun setelah MPASI?

Jawabannya bisa IYA, bisa TIDAK. 
Iya, kalau di jam biasanya PD kosong, tapi ASI tidak dikeluarkan.
Tidak, jika ASI rutin dikeluarkan sesuai jadwal sebelum MPASI.

Maksudnya gimana sih?
Contoh di aku. Biasanya, sebelum pergi ke kantor aku selalu menyusui anakku terlebih dahulu. Tapi sejak memasuki masa MPASI, aku sudah tak melakukannya lagi. Alasannya? Biar dia lapar dan sarapannya bisa habis banyak. Begitu pula sore hari saat pulang kerja, biasanya setelah ganti baju, langsung kangen-kangenan menyusu sepuasnya, kini aku tahan demi makan sorenya bisa lebih lahap. Itu artinya dua kali sesi pengosongan PD aku lewatkan begitu saja. Sehari dua hari masih okelah, belum ada perubahan. Tapi, lama kelamaan produksi akan turun. Memompa di kantor juga hasilnya akan berkurang.

Kenapa bisa begitu?
Ingat prinsip ASI : supply by demand. Ketika permintaan turun, otomatis persediaan dalam tubuh juga akan diturunkan. Memang benar, semakin bertambah usia anak, semakin banyak makannya, semakin berkurang menyusunya, tapi kalau udah coba-coba mengurangi produksi ASI, yakin bisa menyusui sampai 2 tahun?

Terus gimana agar produksi bisa stabil?
Caranya sederhana, cukup keluarkan ASI secara rutin (pompa/marmet/DBF), jadwalnya tak perlu padat tiap 3 jam sekali, tapi minimal sama seperti sebelum MPASI.

Aku sendiri sudah merasakan bagaimana ASI ini mulai surut gara-gara keenakan tidak mengosongkan PD. Begitu sadar ada yang salah, yaudahlah, mau nggak mau nambah jadwal pompa (yang tadinya DBF jadi harus pompa). Harapannya kan anak makan banyak, ASI tidak berkurang. Masak iya sih nggak mau berjuang demi anak?!

Saturday, October 19, 2019

Kebiasaan Tidur Malam

Sudah dua minggu ini anakku mempunyai kebiasaan tidur yang salah. Hmm, salah menurut siapa ya? 🤔

Jadi, menjelang magrib si bayi akan tidur. Maksimal jam 19.00 WIB dia akan terbangun. Selanjutnya nanti pukul 21.00-an dia akan tidur lagi. Herannya 30-45 menit kemudian, dia akan terbangun dan akan tidur kembali di jam 23.00 - 00.30 WIB. Pokoknya tidur di jam 8 - 9 malam nggak akan bertahan lama, pasti terbangun, dan susah untuk tidur kembali. Itu yang terjadi selama dua minggu ini. Sebelumnya mentok jam 22.00 dia akan tidur sampai pagi.

Kondisi ini sungguh membuat ku lelah. Kalau aku bisa bertahan dari rasa kantuk, ku temani anakku sampai dia tertidur. Kalau tidak bisa, ya pasti ketiduran. Dua kali sudah anakku jatuh dari kasur gara-gara aku menjaganya sambil tidur. Yang pertama dia nangis kenceng, yang kedua dia kalem sambil main karpet.
Saat jatuh yang kedua
Kadang mikir mungkin anak ini butuh waktu lebih banyak dengan orang tua nya karena seharian kerja. Pengen nemenin, ngajak bercanda tapi kok ya aku ngantuk. Apalagi kalau bapaknya bocah udah tidur duluan, ngantuk nya jadi berlipat-lipat. Yang bikin emosi jiwa dan raga itu kalau sepanjang malam dia gelisah dan rewel. Ditaruh nangis, digendong nggak betah, wajahnya terlihat ngantuk tapi nggak tidur tidur 😑😒

Akan tetapi, rasa lelah dan kurang tidur yang ku rasakan bukan menjadi masalah besar, yang ku khawatirkan hanyalah tumbuh kembang anakku. Pernah dengar tentang hormon pertumbuhan yang aktif saat tidur? Hormon ini puncaknya jam 23.00 sampai 02.00 dan tidak muncul kalau tidak tidur nyenyak. Itulah sebabnya anak harus tidur di jam 20.00 - 21.00 agar di jam 23.00 tidurnya sudah pulas.


Lha kalau baru tidur di atas jam 23.00 piye
Rasanya sangat kacau, apalagi waktu posyandu kemarin BB nya hanya naik 300 gram dari yang seharusnnya 700 gram (total akumulasi KBM karena bulan lalu bolos posyandu). Grafik KMS nya sedikit lagi menabrak garis kuning bawah. Hiks SEDIH. 

Selain itu, karena tidurnya terlalu malam, paginya tentu saja susah bangun. Jam 06.00 harus selalu ku oprak-oprak agar dia bangun untuk kemudian ku mandikan. Pernah satu hari, selesai dia mandi, pakai baju, dia langsung tertidur tanpa digendong dan diayun. WOW, ngantuk berat ya Nak. Jadi ya gitu deh, habis mandi, pasti lanjut tidur, baru kemudian makan pagi. Sarapannya jadi kesiangan, makan siangnya jadi kesorean.

😣😣😣

Entah harus darimana memperbaikinya, sungguh ku tak tahu. Tulisan ini hanya sebagai stress release atas kondisi saat ini. Aku yakin nanti ada saatnya anakku akan tidur dengan teratur, makan yang banyak, dan bisa tumbuh dengan optimal.

Sunday, October 06, 2019

Pilihan Makanan untuk MPASI

Masih tentang MPASI ya, hahaha, masih akan terus dibahas selama anaknya belum terbiasa dengan aktivitas makan.

Setelah galau berkepanjangan karena bayi tidak selera makan di usia nya yang ke-6 bulan, akhirnya di hari ke-12 MPASI, dia mulai menunjukkan respon makan. Ia melihat mangkuk makanannya dan membuka mulutnya. Aammm, uh senangnya hati mamak. Ya meskipun hanya di lima suapan pertama saja, selebihnya dia menggeliat, tanda ingin menyudahi makan. Lumayan lah.

Hasil analisis sementara kenapa bayi baru mau makan sekarang ini karena pileknya sudah sembuh. Jadi dia udah mulai berselera meski porsinya masih sedikit sekali. Pantesan kemarin dikasih apa saja ditolak, mulai dari bubur instan, homemade buatan sendiri, dan homemade yang dijual di pinggir jalan. Semua sudah dicoba dan hasilnya cukup mengecewakan.

Berbicara soal pilihan makanan untuk MPASI, dari awal aku sudah memutuskan untuk tidak memberikan makanan homemade yang dijual di pinggir jalan.
1. Kita tidak bisa memastikan kebersihan bahan makanan dan alat masaknya
2. Kita tidak tahu cara masaknya gimana, diolah dengan benar atau tidak

Selain itu, meski sudah bersih dan cara masaknya benar, waktu dijual kan dihadapkan ke banyak pelanggan. Bisa jadi yang beli lagi pilek, batuk, terus virusnya masuk ke bubur, kan bisa saja seperti itu. Jadi mending pakai bubur instan aja yang nilai gizinya udah ditakar pas sesuai untuk kebutuhan bayi atau kalau tetap mau homemade ya bikin sendiri, kita bisa menentukan jenis makanannya, menjaga kebersihannya, dan menyimpannya dengan tepat.

Seperti menelan ludah sendiri, sekarang ini aku memberikan anakku MPASI homemade yang dijual di pinggir jalan 😪 Gimana nggak tergiur coba, beli 2 ribu aja bisa buat pagi siang sore, itu pun masih sisa. Subuh nggak ribet bikin bubur, saring makan, cuci peralatan. Hemat biaya dan tenaga. Nggak stres juga kalau udah capek bikin ternyata anaknya makan cuma dikit. Damailah hidup mamak.


Modal baca "bismillah", hempaskan seluruh kekhawatiran soal MPASI homemade pinggir jalan. Beberapa pertimbangan yang membuat ku yakin;

1. Menunya tiap hari beda-beda dengan kandungan gizinya cukup lengkap; karbohidrat, protein hewani, protein nabati, dan sayuran. Tinggal tambah lemak aja udah jadi menu lengkap.

2. Banyak buibu yang beli. Artinya udah terpercaya dong. Lagi pula rumor yang beredar, Si penjual memulai usahanya karena dirinya merasa ribet membuat MPASI homemade untuk anaknya, kenapa nggak ada yang jual. Lantas kepikiran kenapa nggak aku saja yang jual? Hasilnya laris manis, setiap hari pancinya selalu kosong.

Kadang suka mikir, kenapa aku jadi ibu nggak ada usahanya sama sekali ya, nggak mau ribet, nanti kalau anaknya lebih suka jajan di luar gimana, kalau nggak kenal masakan ibunya gimana. Tapi ya sudahlah, toh aku punya pilihan, kalau ada yang mudah kenapa harus mempersulit diri sih. Lagi pula anaknya doyan. Kecuali kalau anaknya nolak-nolak, pasti aku muter otak gimana caranya anak ini bisa kemasukan makanan.

Pada akhirnya, entah itu bubur instan, homemade buatan sendiri, homemade pinggir jalan, seorang ibu pasti ingin memberi yang terbaik untuk anaknya. Nggak ada kan yang ingin anaknya kenapa-kenapa. Tapi entah kenapa masih saja ada ibu yang memberi makan anaknya di bawah 6 bulan tanpa advis dokter 😔

Akan tetapi, semua keputusan kembali pada buibu semua karena seluruh konsekuensi juga akan kembali ke ibu kan?