Thursday, January 31, 2019

Balada Pilkades 2019

Hari ini (31/01) sebanyak 343 desa di Purworejo menggelar Pilkades (Pemilihan Kepala Desa) secara serentak. Berharap sekali dijadikan Hari Libur, tapi sesuai Surat Edaran yang berlaku, karyawan diijinkan menggunakan hak pilihnya, tetapi apabila sudah selesai untuk dapat beraktivitas kembali.

Sehari sebelumnya aku bilang ke suami agar bisa mengantarku pulang untuk ikut pilkades (aku dan suami masih beda KK). Tak ada penolakan darinya hingga sore hari ia ditelpon seseorang. "Dek, kalau besok kamu berangkat sendiri gimana? Aku mau ngerjain Gudang."

Sejujurnya aku tak masalah, tapi membuatku berpikiran untuk golput saja karena kok ya segitunya dibela-belain pulang jauh, sendirian, hanya untuk memperjuangkan satu suara. Toh, siapapun yang menang, mereka akan tetap dipanggil Pak Lurah dan Bu Lurah. Ya, di desaku hanya ada dua kandidat dan mereka ini sepasang suami istri.

Keesokan harinya (hari H), kalau kerjaan suami lagi selow dan ngajak pulang, ya aku nyoblos, kalau enggak, yaudah aku golput.

Akan tetapi, di grup keluarga, ibu dan bapak menyuruh adikku yang masih duduk di bangku SMA untuk pulang, mencoba menggunakan hak pilihnya. Entah mengapa aku kepikiran "Kenapa aku nggak pulang bareng adekku aja? Kalau aku capek bawa motor, kan adekku bisa memboncengkanku." Aku pun menghubunginya. Dia pun berpikir keras, mempertimbangkan banyak hal. Saat dia bilang OK, aku pun meminta ijin suami dan dia memperbolehkan.

Saat hendak siap-siap, tiba-tiba ada yang mencariku via telepon, melaporkan ada selisih biaya di rekapan rawat inap. Oke, biasanya aku bisa menyelesaikan masalah ini kurang dari 10 menit. Sembari menunggu adekku mengurus ijin dari sekolahan, aku akan mengerjakannya dulu. Sayangnya, kali ini aku tak begitu beruntung.

Aku mengecek data yang biasa menimbulkan selisih. Oke sip, sudah. Tapi... lho lho lho, kok masih ada selisih 6 ribu dari mana ini? Ku coba cari lagi dan lagi salahnya dimana. NGGAK KETEMU! Ku lihat waktu yang terus berjalan, handphone mulai berdering tak karuan. Adekku pasti sudah mulai bete karena menungguku terlalu lama. Aku panik, otakku panas. Aku sudah tak bisa berpikir jernih. Sementara itu, si bayi-dalam-perut heboh tak karuan seakan tahu apa yang dirasakan ibunya. Dia pasti sedang menyemangatiku dari dalam sana. Makasih Nak :)

Aku menyudahinya. Percuma ku teruskan, aku sudah kehilangan konsentrasi, dan yakin pasti nggak bakal ketemu penyebab selisih 6 ribu itu, apalagi posisinya aku sedang ditunggu. Minta tolong ke suami? Masalah ini tidak masuk ke dalam spesialisasinya, pasti dia akan kesulitan karena harus menelusur lebih dalam. Biarlah, aku meminta Si Penelpon untuk membuat rekapan secara manual terlebih dahulu.

Kesannya aku tak bertanggung jawab ya. Tapi aku sudah terlanjur janjian dengan adikku, lagipula masalah ini bukan sesuatu yang urgent yang mengharuskanku membatalkan janji. Oke, cuss, aku langsung bergegas menuju sekolahan adekku.

Secara pribadi, aku memang cenderung ingin pulang untuk menggunakan hak pilihku di pilkades kali ini. Bukan semata-mata tergiur dengan doorprize yang disediakan panitia, tapi untuk beberapa alasan.

doorprize
Satu. Beberapa hari sebelumnya aku meminta bantuan Paklik ku yang bertugas sebagai kaum desa mengurus surat keterangan pindah untukku membuat KK baru di domisili suami. Beliau pun menyarankan ku agar ikut coblosan kades lebih dulu dan aku pun mengiyakan, toh nggak buru-buru harus segera punya KK baru.

Dua. Adekku baru berusia 17 tahun September kemarin. Ini pengalaman pertamanya untuk menggunakan hak pilih. Awalnya dia mau golput saja karena mungkin males pulang, panas nunggu angkot, dan semacamnya. Makanya aku menawarinya pulang bareng sebagai bentuk dukunganku agar dia bisa belajar berdemokrasi. #Asyeekkk Haha

Kami sampai rumah sekitar pukul 11.30 WIB. Rebahan bentar, ambil surat undangan pemilih, lanjut ke balai desa yang jaraknya tak sampai ratusan meter.

Suasana TPS
Berhubung sudah siang, aku tak perlu antri. Cukup memberikan surat undangan ke panitia, didata, dan langsung diberikan surat suara. Selesai, celup kelingking, dapet kupon doorprize deh.

kelingking ungu
Alhamdulillah! Semuanya berjalan dengan lancar :)

Thursday, January 10, 2019

Week 27 : Nyeri Punggung, Hemoroid, dan Jenis Kelamin

Akhirnya datang juga jadwal berkunjung ke dokter kandungan. Ketemu di layar USG ya Nak. Meskipun sebenarnya rada kurang puas sih.

Aku sudah minta rujukan di Faskes I di tanggal 05 Januari, tapi baru periksa di tanggal 09 karena menyesuaikan jadwal dokter di RS yang ku pilih sebagai FKRTL (Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut). Jadwal dokter yang seharusnya di jam 13.00 ternyata diundur ke jam 15.00 WIB. Untungnya aku mendaftar via WhatsApp, jadi ketika ada perubahan jadwal seperti itu, aku sudah dikabari sebelumnya. Aku diminta datang jam 14.30 WIB.

Pulang kerja aku dan suami makan siang sambil menunggu waktu. Kurang lebih pukul 14.45 WIB aku sampai di rumah sakit, melakukan pendaftaran, menunggu beberapa menit untuk kemudian dipanggil perawat; mengukur tekanan darah dan menyampaikan keluhan.

"Nyeri punggung!" kataku semangat.

Friday, January 04, 2019

[Resensi] Si Anak Cahaya - Tere Liye

cover via www.goodreads.com
Judul : Si Anak Cahaya
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika
Tebal Buku : 421 hlm; 21 cm
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2018
Harga : Rp. 83.000,-
Sinopsis Buku: 

“Nama kau Nurmas, itu nama yang indah sekali. Nur itu cahaya, mas atau emas itu logam mulia yang berharga. Aku harap, suatu saat cahaya dan kemuliaan kau akan menyatu, berkilauan."

***

Buku ini tentang Nurmas, si anak cahaya yang memiliki petualangan masa kecil yang penuh keceriaan dan menakjubkan. Apa yang sebenarnya dilakukan oleh Nurmas hingga penduduk seluruh kampung selalu mengingat kejadian yang membuatnya resmi dipanggil si anak cahaya?

Dari puluhan buku Tere Liye, serial buku ini adalah mahkotanya.

***

Sudah baca Serial Anak Anak Mamak karya Tere Liye? Setelah sebelumnya dicover ulang, di tahun 2018 kemarin buku-buku itu di republish dengan judul-judul baru;
  1. Si Anak Pemberani (republish Eliana)
  2. Si Anak Pintar (republish Pukat)
  3. Si Anak Spesial (republish Burlian)
  4. Si Anak Kuat (republish Amelia)
Selain itu, Tere Liye juga mengeluarkan buku baru berjudul "Si Anak Cahaya".

Awalnya aku bertanya-tanya, siapakah Si Anak Cahaya ini? Apakah Mamak punya anak lagi? Amelia punya adik? Wew.

Akan tetapi, membaca buku "Si Anak Cahaya" ini, kok aku tak menemukan hubungan Nurmas dengan anak-anak Mamak yang lain. Dan sungguh ku terkejut ketika membaca epilog dari buku itu karena ternyata Nurmas itu ...

***

Dari segi cerita, menurutku sih biasa saja, mungkin karena terakhir membaca Komet yang sangat mendebarkan dan sangat imaginatif. Apalagi di akhir buku, harus dibuat menunggu dengan kelanjutan ceritanya. Membaca Si Anak Cahaya jadi lebih santai.

Baca : [Resensi] Komet - Tere Liye

Ada 2 bagian cerita yang berhasil membuatku menitikkan air mata. Pertama ketika Nurmas cemburu dengan kehadiran adikknya dan yang kedua ketika Nurmas menghilangkan dompet di pasar kalangan. Betapa orang tua tak ingin anaknya bersedih, menderita, menanggung beban yang seharusnya menjadi taggung jawab orang tua. Huhu.

Yang ku suka dari novel ini adalah masing-masing tokoh diceritakan dari awal hingga akhir, jadi tak ada peran yang 'nggantung'.