Tuesday, November 23, 2010

Definisi Cinta

Jika salah satu buku dwilogi Andrea Hirata berjudul “Cinta dalam Gelas”, maka ku menemui ‘Cinta dalam Kelas’. Mulai dari usiaku yang beranjak belasan tahun hingga kini ku beranjak ke kepala dua. Cinta. Cinta yang tak hanya sekedar cinta, cinta yang berbeda dengan cinta pada orang tua, dan cinta yang begitu membutakan segalanya. Terasa begitu indah bagi mereka yang menikmatinya.
Begitu banyak definisi akan cinta. Bagiku, cinta adalah sesuatu yang membuat kita bahagia dan mengembangkan tawa setiap saat. Tentu saja definisi ini akan berbeda dengan definisi orang lain. Dan mungkin, inilah pendapat para dosenku tentang ‘Apa itu Cinta?’
Kata dosen orkom, “Cinta bukanlah suatu bilangan yang bisa dikonversikan. Cinta adalah segenap rasa yang dirakit secara tepat hingga pikiran tak bisa bekerja dengan optimal.”
Kata dosen SDM, “Cinta adalah organisasi hati yang tak peduli akan struktur organisasinya karena yang terpenting adalah kerjasama untuk sebuah profit, yakni kebahagiaan.”
Kata dosen pemrograman, “Cinta adalah deklarasi dari sebuah program C.I.N.T.A dengan algoritma ; if( x = = ‘I’  && y = = ‘U’) then write I luv U.”
Kata dosen PSI, “Cinta adalah topologi yang digunakan pada jaringan LAN (Love As Needed) dimana cakupannya begitu luas dan semua orang dapat menikmati keberadaannya.”
Kata dosen Bahasa Inggris, “Cinta is love. Love is a great thing. Go to the sea, iIf you lost in it!!”
Kata dosen matematika, “Cinta itu differensial dari fungsi, fungsi dimana konstantanya bernilai ‘2’ dan variabelnya ‘hati’.”
Kata dosen agama, “Cinta adalah rahmatullah.”
Beraneka ragam definisi akan cinta, dan tentu saja sangat berbeda definisi dari para pelaku 'Cinta dalam Kelas'.

Sunday, November 21, 2010

Iseng


4.30 bukan hanya waktu yang tertunjuk
4.30 adalah ujung rentang waktu sebuah lorong cinta
4.06 adalah saksi buta dari kisah nyata
31 adalah pelaku kejahatan cinta

Saturday, November 06, 2010

Butuh pendapat kalian....


Ku tatap lekat-lekat selembar kertas itu. Nampak ketakutan ketika ku baca tiap huruf dan kata yang tertera disana. Angka yang menghiasi kertas itu pun cukup menggetarkan hatiku. Ya, itu hanya selembar kertas, tapi begitu berat untuk dipertanggungjawabkan. Lembar Transkip Nilai Semester I. Ini lembar pertama yang ku dapat setelah kurang dari 6 bulan kuliah. Dan hasilnya, cukup membuat ku menitikkan air mata. Tak ku lihat satu pun huruf ‘A’. Huruf pertama dalam urutan abjad itu rasanya enggan bersarang di lembar nilaiku. ‘C’. Sejauh mata memandang hanya itu yang ku lihat. Sesekali terlihat ‘B’. Tak begitu jelas ada berapa karena mataku telah basah. Sekilas berbayang angka 2.40, bukan NIM ku, bukan pula angka favoritku yang sengaja dipampang oleh dosen di lembar nilaiku. Stop. Ini bukan saatnya untuk bercanda.
Di kegalauan itu, handphone ku berdering. Ku gerakkan kepala menengok ke arah HP yang berderingkan lagu Bondan&Fade2Black. Ku lihat layar monitor HP. Ibu sayang calling. Ku biarkan handphone itu berbunyi. Aku belum siap mental untuk menceritakan nilaiku pada ibuku di seberang sana. Apa yang akan dikatakannya ketika mengetahui anak yang ia banggakan berada di posisi pertama, dari bawah.

Tuesday, November 02, 2010

Sesuai kebiasaanku: berkhayal sebelum tidur

HANYA SEBUAH ILUSI

Hari begitu terik. Matahari pun telah meninggi sepenggalah. Ketika burung tak lagi berkicau dengan renyahnya, suasana digantikan oleh teriakan anak-anak XI IPA 1 yang baru saja menghabiskan 2 jam pelajaran untuk bidang matematika. Bel istirahat baru saja berdenting, namun, Fanny, Fierly, dan Fonny buru-buru meninggalkan kelasnya untuk segera mengisi kekosongan perutnya dengan menjejakkan kaki ke arah yang tepat. Kantin. Sesaat Bu Femita, guru matematika mereka keluar dari kelas, mereka sudah tak sabar menyuarakan keinginan mereka di depan ibu kantin. Dengan semangat ‘45 Fanny yang memiliki suara tinggi memesan makanan yang menjadi pesanan harian mereka.

“Bu, mi goreng 3, bu!” teriak Fanny di tengah kerumunan anak-anak yang memiliki tujuan yang sama.

“Iya, iya....!” Bu Fatty, ibu kantin, terlihat begitu kerepotan.

“Fan, lihat Fan! Itu!” Fierly yang berdiri di belakang Fanny menghentikan teriakan Fanny. Ia menunjuk ke arah pasangan cowok-cewek yang menuju kantin di sebelah kantin Bu Fatty.